Suasana meja makan di rumah itu terasa begitu sepi bagi Giandra seorang. Ingat, hanya bagi Giandra. Ia terlalu fokus dengan pikirannya sendiri sampai tidak mendengar suara apapun yang ada disekitarnya. Padahal kalau ingin tau, papa dan mamanya sejak tadi bercanda dengan dua adik perempuannya.
"kalo kak Rere cita-citanya mau jadi dokter, aku cita-citanya mau jadi polisi aja."
Jeff dan Kinan langsung tertawa mendengar ucapan anak bungsu mereka. Sejak tadi membicarakan tentang cita-cita tak ada ujungnya.
Baik dokter, polisi atau profesi yang lainnya —asalkan itu baik, pasangan suami istri itu hanya bisa mengamini dalam hati. Apa sih yang enggak buat anak sendiri?
"kalo jadi polisi, rambutnya harus dipotong segini. Emang kamu mau?" Jeff menunjukkan batas potongan rambut yang menjadi ciri khas polisi wanita dengan gerakan tangannya sendiri.
Disusul anggukan mantap dari gadis kecil cantik yang menggemaskan itu, "yang penting kan tetep cantik kayak mama. Aku mau cari pacar kayak papa." jawabnya.
Jeff menahan senyum ketika melirik sang istri, dan wanita itu tengah menaikkan alis kearahnya. "emang kamu tau pacar itu apa?" tanyanya.
"tau kok."
"apa?"
"pokoknya aku tau." balas Shasha dengan penuh keyakinan, seolah tidak ingin ditanyai lagi mengenai hal tersebut.
"you all still too young for it, understand?" ucap Jeff sambil menatap satu persatu anaknya. "kalo mau jadi seperti mama, kamu harus jadi anak yang cerdas. Karena wajah cantik itu belum cukup buat cari pacar kayak papa pas udah besar nanti. Oke?"
Shasha mengangguk cepat disusul Rere juga melakukan hal yang sama meski disertai sebuah senyuman lucu. Sementara ibu dari mereka semua langsung melirik seseorang yang tadi bicara.
"bahasa kamu itu loh, mereka belum ngerti kesana." bisiknya pelan.
Jeff balas tersenyum, "mereka ngerti kok."
Ternyata perbincangan itu belum mampu menyadarkan Giandra dari lamunannya sendiri kalau saja sang papa tidak menyenggol tangannya dengan sengaja.
Anak sulung itu menoleh dan menatap Jeff dengan pandangan tak bersemangat sama sekali. Namun dalam beberapa detik Jeff tak mengeluarkan suara apapun. Ia tetap diam sambil terus membaca arti sorot mata itu.
Usai makan malam itu selesai dan para bidadari penghuni rumah kembali ke tempat masing-masing, Giandra tetap duduk mematung. Sejenak Kinan melirik suaminya, memberi kode lewat sorot mata untuk menemani sulung mereka.
Hanya dengan melihat saja, Kinan dan Jeff sudah paham dengan apa yang sedang terjadi pada anak mereka. Alasannya hanya satu, karena mereka pernah muda. Pasti masalah cinta.
Halah, paling juga cinta monyet.
Setelah Kinan pergi, Jeff menepuk pelan bahu anak laki-lakinya itu. "ke depan yuk, bantuin papa beresin karpet mobil." pintanya.
Tanpa menjawab Giandra langsung bergerak, meski sebenarnya malas. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui maksud sang papa mengajaknya keluar. Pasti ada yang ingin dibicarakan.
Sampai di garasi benar saja, ia diminta untuk membersihkan karpet mobil dan menyapu bagian dalamnya karena mobil itu habis dipinjam oleh rekan kerja si papa. Walaupun dengan mulut masih terkatup rapat.
"diem aja daritadi, mulutnya kena lem bukan?" ucap Jeff membuka percakapan.
Giandra menoleh sekilas lalu membalas perkataan tersebut dengan sebuah lirikan sinis. Tau sendiri kalau sudah berdua antara anak dan bapak itu, konyolnya ketara.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...