29

7.3K 733 18
                                    

Konsumsi obat berlebihan selama ini ternyata menjadi salah satu penyebab Kinan mengalami keguguran selain karena adanya stres psikis. Sebodoh apa mereka sampai tidak mengontrol sendiri apa yang hendak dikonsumsi.

Jeff kembali, bersamaan dengan Kinan yang dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang rawat inap. Merasa lebih baik dari sebelumnya, sudah semestinya ia mendampingi istrinya itu disaat-saat terberat seperti ini.

Ruangan yang seperti terisolasi itu nampak sangat hening. Ditambah lagi dua mulut yang tak juga terbuka sejak mereka tiba disini.

Kinan masih berbaring meringkuk dengan kateter infus tertancap dipunggung tangan kanannya. Ia bungkam, matanya bengkak karena sejak tadi menangis. Ia tau anaknya meninggal dan ia juga tau faktor penyebab kegugurannya. Semua sudah diketahuinya sejak pertama kali dokter mengangkat tubuh tak bernyawa itu dihadapannya.

"dari kapan kamu sakit-sakit kayak gitu?" akhirnya Jeff bicara duluan.

Ucapan dokter yang mengatakan bahwa konsumsi obat berlebihan membuat janin didalam perut istrinya itu kuwalahan —overdosis, istilah kasarnya. Ia jadi bergerak aktif karena tidak kuat menerima asupan yang bukan lagi takarannya hingga berujung pada henti jantung.

Selama satu minggu tidak bernyawa didalam perut membuat kerja plasenta dan ketuban berubah seratus delapan puluh derajat. Hingga mengakibatkan si ibu mengalami kejang perut atau kram akut yang timbul tenggelam. Padahal jika diartikan, itu adalah sinyal bahwa bayi yang dikandungnya harus segera dikeluarkan sebelum terjadi infeksi lanjutan.

Mulas seperti ingin melahirkan, tentu saja itu bisa terjadi pada sebagian ibu. Melihat usia kandungan yang sudah melewati trimester awal. Namun, resiko pendarahan hebat seperti yang Kinan alami menjadi sangat tinggi dan fatal.

Kinan masih belum menjawab pertanyaan Jeff hingga akhirnya cowok itu kembali melontarkan kalimatnya.

"aku gak suka kamu maksain diri."

Ia refleks menghadap Jeff meski bersusah payah karena menahan sakit dari bagian perut ke bawah.

"aku gak mau nyusahin kamu." balasnya.

"nyusahin?" Jeff menepuk dahi sekali dengan sorot tak habis pikir, "nyusahin apa maksud kamu?"

"aku gak mau ngerepotin kamu!" ulang Kinan sekali lagi, dengan air mata yang sudah mengalir kembali pada wajah pucatnya. "kamu udah banyak berkorban, terlebih selama aku hamil anak kedua yang gak pernah stabil kondisinya."

Ditempatnya Jeff tertegun.

"aku jadi pemalas, manja, sering marah, sering ngambek, belum lagi bolak-balik ke dokter karena ini dan itu. Kamu kesel, aku tau, Jeff.." ia kembali memanggil nama suaminya diujung kalimat.

Bukan sekali-dua kali Kinan memergoki suaminya itu berdecak kesal atau menghela nafas sebal saat menghadapinya. Tapi ia berusaha menutup mata selama ini karena mengingat semua yang terjadi itu adalah lumrah bawaan bayi. Dan kali ini emosinya meledak sudah.

Jeff masih belum bisa berkata-kata ketika Kinan semakin histeris.

"kamu selalu minta aku pulang, izin dari kantor.. aku malu. Aku maluuu!" pekiknya. "aku malu sama orang-orang karena gak bisa ngimbangin kamu yang sesempurna ini. Kalo aku terus lemah, manja, oke—tapi itu cuma enak di aku, enggak buat kamu. Semua akan ngomongin kamu yang enggak-enggak hanya karena ngeliat dari sisi satunya!"

Suara Kinan semakin lama semakin meninggi membuat telinga laki-laki itu pekak seketika. Apalagi ketika melihatnya menangis seperti anak kecil.

"kamu dengerin—" Jeff meraih bahu istrinya itu dengan lembut, memaksanya untuk menatap matanya. "dengerin aku dulu!"

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang