Setelah sekitar enam hari di rawat, akhirnya Giandra diperbolehkan pulang oleh dokter yang bertanggung jawab menanganinya. Kondisi tubuh yang berangsur membaik disertai hasil laboratorium trombosit yang juga sudah naik menjadi pertimbangan medis untuk mengizinkan ia beristirahat di rumah.
Malamnya, sehabis petang, rumah sebesar mansion itu kedatangan tamu tak diundang. Giandra yang sedang duduk diatas kasur dengan laptop dalam pangkuan mendongak kearah pintu kamar —yang tiba-tiba saja terbuka.
Ia menghela nafas panjang kearah Gibran yang sudah nyengir lebar dengan kedua tangan menenteng plastik makanan. Tak jauh dibelakangnya, Irenia juga tersenyum lebar sambil membawa berbagai jenis minumam botol. Dari minuman rasa buah sampai kopi, semuanya mereka beli.
"jam jenguk hari ini waktunya no limit!" seru Gibran setelah meletakkan bawaannya diatas meja belajar. Kemudian ia menghempaskan diri dikasur yang sama.
Giandra berdecak, "jenguk apaan sih gue udah sehat!" protesnya. Ia segera merubah laptopnya menjadi mode off kemudian menyimpan diatas nakas.
Sejenak Gibran menunjuk Irenia melalui sorot matanya, "tuh, kangen katanya. Mau nginep." ucapnya.
Sontak saja pupil mata Giandra melebar, "nginep?"
"nginep." sambar satu-satunya cewek yang ada disana. Ia ikut bergabung diantara keduanya lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh kening Giandra. "udah sehat. Berarti besok bisa sekolah dong?"
"emang niatnya besok sekolah sih, cuma ini lo berdua, aduh—" cowok itu menggelengkan kepala tak habis pikir, "ngapain sih?" ulangnya.
Gibran mendengus dan langsung merubah posisi menjadi duduk, "gini nih kalo orang kebanyakan infus! Udah gue bilang Iren kangen sama lo, nyettt. Nanya lagi, nanya lagi." gerutunya.
Sambil mendelik sebal Irenia memukul Gibran dengan bantal. Mulut cowok itu benar-benar konyol dan sulit dihentikan.
"bener Ren?" tanya Giandra. Jiwa penuh kejahilannya mendadak mendominasi kembali.
Namun yang ditanya tak menjawab, malah terlihat salah tingkah. Membuat dua cowok itu jadi gemas dan ingin terus menggodanya.
Tapi belum sempat itu kembali terjadi, Irenia keburu beringsut dari tempatnya lalu mengambil beberapa makanan yang mereka beli. Dikeluarkan olehnya satu-persatu, lalu ditata serapi mungkin ditengah kasur.
Ada beberapa bungkus dari satu plastik. Sebelumnya Giandra mengira semua itu adalah satu jenis makanan yang sama, namun ternyata ia salah. Beberapa bungkus itu terdiri dari gado-gado, sate padang, nasi goreng dan somay. Ya gimana gak melotot.
"lo berdua beli ini semua sadar gak?" tanya Giandra masih dengan keterkejutannya.
"sadar kok, yuk makan?" balas Irenia.
Yang lagi-lagi membuat Giandra tak habis pikir adalah dua orang itu sudah membawa sendok dan satu piring begitu tiba di kamarnya. Sendok dan piring itu mereka ambil setelah bersalaman dengan si pemilik rumah alias orangtua Giandra. Tentunya juga membelikan untuk Kinan dan Jeff sebagai simbol agar diizinkan menginap.
Tadinya Giandra diam saja, tapi lama kelamaan tertarik juga karena dua orang penyusup itu terus menarik tangannya untuk makan. Masing-masing makanan hanya ada satu porsi untuk dihabiskan bertiga. Irenia mencicipi saja sudah kenyang, sementara Giandra dan Gibran bagian penghabisan.
"ini makanan berat semua gila, siapa otak dan dalang dari semua ini sih?" pekik Giandra tiba-tiba sambil terus mengunyah.
Baik Irenia maupun Gibran, mereka langsung saling tunjuk dan menuduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...