-Nuevo Recuerdos-

2.3K 381 80
                                    

Dengan langkah dipercepat Irenia menaiki tangga menuju kelas. Menerobos puluhan orang yang masih asik menyesaki koridor dengan aksi mereka. Tanpa memperdulikan yang lain, cewek itu masuk ke kelas dan langsung menuju mejanya sendiri.

Ia duduk menghempaskan diri dengan seluruh fokus yang masih tertuju pada obrolan sebelumnya bersama Gibran. Lucunya, ketika berhadapan langsung, semua kesakitan yang selama ini ia rasakan perlahan berkurang. Tidak lagi seperti dulu.

Suara bel sekolah berbunyi, disusul pengumuman penting lewat speaker yang menggantung disudut atas papan tulis dari guru bidang kesiswaan. Ia memberi himbauan pada murid untuk menyudahi kegiatan mereka karena takut semakin menjadi-jadi. Kalau soal tembok kena cipratan pilok doang sih gak jadi masalah.

Mereka berbondong-bondong menyesaki ruang kelas untuk mengambil barang masing-masing, kemudian pergi. Ada yang ingin melanjutkan aksi tertunda ini ditempat lain, ada pula yang memilih pulang.

Berselang lima belas menit, seseorang yang ingin dilihatnya datang. Melewati ambang pintu sambil menyisir surai gelapnya dengan jemari. Seragam sekolah yang kini penuh warna bak pelangi luntur dari langit, dilepasnya. Meninggalkan hanya kaos putih polos yang ngepas tubuh.

"Gi, duluan!"

"oke, hati-hati bro!" balasnya ketika salah seorang teman sekelas berlalu lebih dulu.

Pandangan Irenia tak lepas bahkan ketika cowok itu sudah mengambil ransel dan kini berdiri didekatnya. Cukup lama memang.

"mau balik gak?" tanyanya heran.

Tak lama cewek itu mengangguk kaku lalu segera beringsut dari tempatnya.

Keduanya berjalan sendiri-sendiri, lebih seperti seorang ayah yang sedang menuntun anak perempuannya karena sejak tadi Irenia terus mengekor.

Giandra tak melakukan apa-apa, sampai mereka tiba di parkiran.

"Ren," panggilnya, "pake nih."

Diberikannya sebuah jaket berwarna biru gelap kepada Irenia. Ia tidak ingin mereka sampai kelihatan polisi lalu akhirnya ditilang karena kondisi seragam yang penuh coretan.

Tanpa banyak protes apalagi menolak, diterimanya benda itu dan langsung dipakainya. Ia paham dengan maksud Giandra memintanya mengenakan jaket.

Tak lama kemudian vespa itu melaju pergi, meninggalkan halaman parkir yang selama ini menjadi tempatnya berdiri. Tak kalah kokoh dari motor-motor lainnya yang katanya lebih macho.

Vespa kuning nyentrik yang dulu tak pernah membonceng siapa-siapa, belakangan ini sering menjadi tumpangan hanya untuk satu wanita. Sesuai dengan apa yang dulu si pemilik katakan bahwa vespa itu hanya bersedia membonceng Irenia, dan ternyata memang terealisasikan.

Langit yang tadinya cerah berubah redup dengan awan tebal secara singkat. Mengantarkan angin dingin yang menerpa kulit disertai rintik hujan yang mulai turun.

Seperti de javu, Irenia termanggu ketika motor itu menepi pada sebuah gubuk tua yang dulu juga pernah mereka singgahi untuk kondisi yang sama. Gubuk yang menyimpan sebuah kenangan pada masanya.

Hujan turun cukup lebat kemudian, cocok kalau mereka berteduh disana. Bukan karena gubuk kosong itu menyimpan kenangan lama, tapi karena memang hanya itulah satu-satunya tempat yang paling dekat untuk menepi sejenak.

Disela keheningan itu, Irenia menatap cowok yang berdiri disebelahnya. Sedang membersihkan titik-titik air dari kaos yang dipakainya dengan serius. Menambah sebuah kesan baru yang mungkin kali ini lebih berarti.

"gubuk ini lagi.." gumamnya.

Giandra menoleh, ia melihat sekeliling untuk memastikan sesuatu apa yang baru diucapkan oleh Irenia. Ternyata ia tidak menyadari bahwa ini tempat yang sama dengan tempo hari.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang