-Mamá Y Papá-

3.8K 536 231
                                    

Sejak pulang sekolah siang tadi, Giandra tak keluar kamar sama sekali. Ia sampai mengirim pesan pada sang mama bahwa hari ini absen menjemput adik-adiknya. Kebetulan Kinan juga pulang siang, jadi ia bisa langsung ke sekolahan Rere dan Shasha.

Turun dari mobil, dua putri cantiknya itu langsung berlari ke dalam rumah. Kinan menyusul setelah merapatkan kembali gerbang.

Begitu tiba, yang langsung dituju adalah kamar Giandra. Karena tadi sempat komunikasi lewat telepon genggam dan Giandra mengatakan dirinya sedang kurang sehat, otomatis membuat ia merasa khawatir.

"Gian," panggilnya. Kinan duduk ditepi ranjang sambil menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuh anaknya. "kamu kenapa?" tanyanya.

Dengan mata sayu cowok itu terbangun dari tidurnya, ia hanya mengamati pakaian dinas yang masih dikenakan oleh mamanya. "baru sampe?" tanyanya balik.

Kinan langsung mengangguk, lalu ia ulurkan tangannya untuk menyentuh kening Giandra. "pusing gak?"

Cowok itu mengangguk singkat lalu kembali memejamkan matanya. Suhu tubuhnya naik dengan cepat, sampai-sampai matanya ingin terus terpejam.

Sejenak Kinan mengedarkan pandangan pada seisi ruangan kuning tersebut. Ia beranjak dari tempatnya untuk merapikan beberapa helai pakaian yang berada tidak sesuai posisi, berantakan.

Sambil membenahi ia melirik sekali lagi pada anak laki-lakinya, "makan dulu yuk, abis itu minum obat. Nanti mama siapin obatnya." ajaknya.

Karena tak ada respon akhirnya Kinan kembali menghampiri sang anak. Ia mengusap lembut pipi Giandra, "Gi, ayo makan dulu terus minum obat. Yuk, bangun cepet." ucapnya sekali lagi.

Giandra yang terkejut karena ada yang menyentuh pipinya langsung mengernyit. "Iren? Dari kapan disitu?"

"Iren?"

"eh?"

Dengan pandangan menyelidik Kinan mengulum senyum. Ia menyentuh dahi Giandra sekali lagi untuk memastikan suhu tubuhnya. Cukup tinggi, wajar kalau bisa sampai salah lihat atau bahkan melantur.

"mama, ini mama."

Nampaknya cowok itu sudah sadar sepenuhnya, ia terkekeh. "iyaaa, tau. Jangan gitu dong mam, malu kali." gumam Giandra dengan suara merendah diakhir yang membuat sang mama tertawa.

"ceritain ke mama siapa Iren, tapi sekarang makan dulu. Oke?"

"gak mau ah, Gian pusing. Mam, kayaknya Gian keracunan soto deh,"

"kok bisa?" heran Kinan.

"eh tapi Gibran sama Iren masa gak kenapa-napa. Enggak deh, bukan—"

Dengan gemas Kinan mencubit lengan anaknya hingga ia mengaduh kesakitan dan refleks menatap dengan sorot tak terima.

"astaga mama! Gian lagi sakittt."

"jangan asal tuduh kalo ngomong. Dasar manja," celetuknya lalu kembali beringsut untuk pergi.

Masih disertai alis bertautan akhirnya Giandra duduk, meski harus menahan sakit kepala selama beberapa detik karena pergerakan spontan yang ia buat. Kalau bukan demi menyembuhkan nama baiknya dari embel-embel manja, ia tidak akan mau keluar kamar hanya untuk makan sekarang.

Setelahnya, Kinan mengganti pakaian dengan setelan rumah di kamarnya. Ia menekan layar ponsel dengan gerakan terlatih, kemudian mendekatkan benda itu ke telinganya.

"halo?"

Ponsel itu ia apit antara telinga dengan bahu karena tangannya sibuk membuka kancing seragam dinas, lalu mengambil salah satu baju dari lemari. "pap, anakmu sakit nih." ujarnya.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang