26

7.6K 790 6
                                    

4 month pregnancy

Jangan kira selama empat bulan itu Kinan terselamatkan dari kondisi mabuk parah. Meski sudah tidak sekacau bulan-bulan pertama dan kedua, tapi tubuhnya belum bisa beradaptasi dengan janin kali ini. Kinan sendiri tidah tau kenapa bisa sesulit ini.

"kamu masih mabok loh, yakin mau kerja?"

Ia tersenyum, menyadari bentuk perhatian dari suaminya itu dengan suara yang berat dan dalam.

"kalo gak ada aku nanti siapa yang megang uang?" tanyanya balik, tapi bukan suatu pertanyaan yang wajib untuk dijawab. "aku gak apa-apa. Kamu tenang aja," lanjutnya.

"ya udah, jangan lupa ngabarin ya?"

"kamu yang harusnya ngabarin, kalo udah sampe." celahnya.

Jeff langsung mengangguk dengan tawa pelan. Keduanya lalu memeluk satu sama lain sebagai rutinitas sebelum turun dari mobil ketika akan berangkat kerja. Tak lupa juga Jeff mengecup kening istrinya, sementara Kinan mengecup pipi suaminya itu.

Setelah mengucapkan hati-hati, Kinan melompat turun dari kendaraan roda empat yang sudah berhenti lebih dari lima menit di pingir jalan dekat gerbang kantornya. Ia melambai kecil sampai akhirnya mobil melaju pergi. Semakin lama semakin cepat.

Pikirnya untuk bisa kerja normal hari ini ternyata pupus. Pukul sebelas siang saat Kinan meminta izin pada seniornya untuk pulang lebih dulu. Karena ia baru saja mendapat telepon dari Ketut bahwa anaknya sakit.

Dengan jasa jemputan kantor akhirnya ia bisa sampai di rumah tanpa perlu berlama-lama.

"dari kapan kayak gini?" tanya Kinan sembari meletakkan tasnya diatas meja. Ia menghampiri Giandra yang sedang meringkuk diatas sofa dengan selimut tebal kesukaannya.

Seingatnya waktu berangkat sekolah pagi tadi, Giandra masih biasa saja. Tapi memang nampak lebih pucat sedikit. Bodohnya mereka tak menyadari itu semua.

"pagi tadi masih belum, bu. Tiba-tiba aja abis istirahat langsung muntah-muntah di kelas. Dikasih izin sama gurunya buat pulang." jelas Ketut sesuai dengan apa yang terjadi.

Kinan mengusap surai tebal anaknya, dari situ ia dapat merasakan bahwa suhu tubuh Giandra sudah diatas normal.

"Gian, sayang? Mama pulang, nak." gumamnya lembut membuat anak laki-laki polos itu membuka matanya perlahan. Ia tersenyum kemudian.

"maaf ya bu, saya telpon di jam kerja kayak tadi."

Wanita cantik itu lantas menoleh, "bukan masalah, Ketut. Kamu udah coba hubungin bapak?" tanyanya lagi.

Ketut mengangguk, "tapi gak diangkat bu." jawabnya.

Benar. Ia juga sudah mencoba menghubungi suaminya itu. Dan hasilnya nihil. Jeff tak mengangkat satu pun panggilan masuk yang ia berikan. Sibuk pasti.

Pandangannya kembali tertuju pada Giandra. "kamu kenapa gak bilang papa sama mama kalo sakit?"

Giandra menggeleng lemah tanpa mengeluarkan suara sama sekali.

"ganti baju yuk? Terus kita ke dokter,"

"gak mau, maaa." rengeknya langsung.

"kenapa gak mau? Kan biar cepet sembuh,"

"gak mau, takuttt." balasnya menolak ajakan tersebut.

Semua juga tau anak kecil paling parno sama yang namanya rumah sakit, dokter dan segala jenis antek-anteknya yang kebanyakan berbaju putih. Itu sudah pasti menjadi alasan pertama Giandra tidak mau dibawa berobat.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang