39

7.6K 740 17
                                    

Sarapan pagi itu sangat sunyi. Tak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, terutama dua kembar berbeda ukuran —Jeff dan Giandra. Keduanya hanya makan dalam diam dengan wajah cemberut sesuai porsi masing-masing.

Sementara Kinan bukan tak menyadari. Ia hanya berusaha menghidari kontak mata dari anak dan suaminya yang mungkin sekarang sedang menggerutu dalam hati karena kesal dengannya.

Sarapan selesai, mereka pun berangkat bersama. Kinan sudah tidak mengendarai mobil sendiri karena kondisi perut yang tidak memungkinkan. Jadilah setiap hari ia berangkat bersama suaminya.

Tugas pertama adalah mengantar Giandra terlebih dahulu ke sekolah. Sambil menyalami tangan kedua orangtuanya, Giandra menunduk sedih.

"dah papa, dah mama." ucapnya tapi dengan nada tak bersemangat sama sekali.

Sebisa mungkin Kinan menahan senyumnya agar tidak tercetak dibibir. Anak itu sungguh lucu jika sedang merajuk, tapi kalau dipikir-pikir kasihan juga pagi-pagi sudah dibuat galau.

Setelah memastikan sang anak masuk kelas tanpa hambatan, mobil kembali melaju pergi. Sepanjang perjalanan yang harus menempuh jalan tol itu, Kinan banyak bicara dengan berbagai topik. Namun Jeff hanya menimpali sekenanya.

"sebentar lagi coffee shop kita jadi, gak sabar deh aku pengen cepet-cepet jadi barista."

"mana bisa." Jeff menjawab tanpa menoleh, "liat perut kamu udah segede apa,"

"liat, emang kenapa kalo perut aku gede? Kan yang penting masih bisa ngelayanin pelanggan."

"ada Dena sama Vero. Biarin mereka aja yang kerja lah,"

"loh gak bisa gitu dong, itu kan kafe bukan punya aku aja. Gak mungkin mereka doang yang kerja. Nanti repot kalo mereka ngerasa dibudakin sama temen sendiri,"

Jeff meliriknya sekilas, lalu kembali fokus pada jalan lurus didepan mereka. "kamu tuh mau lahiran. Udah dibilang jangan banyak capek, supaya nanti lancar prosesnya. Kalo suami ngomong suka gak didengerin, ada aja jawabannya."

Kinan berdecak sebal tanpa membalas dengan argumen lagi. Ia langsung membuang pandangan keluar jendela dengan wajah super dingin.

Jeff yang menyadari itu langsung menghela nafas sabar. Niatnya mau ngambek, eh malah keduluan istrinya sendiri.

"kok diem?" tanyanya basa-basi sambil mencolek tangan Kinan sekilas.

"kesel aja kalo ngomong sama kamu. Diomelin terus," balasnya ketus.

Mumpung Kinan sedang menghadap keluar, Jeff lebih leluasa memijat keningnya sendiri. Beginilah kira-kira kalau memiliki istri yang sedang mengandung.

"ya udah maaf, maaf. Jangan ngambek dong sayang." ucap Jeff sambil meraih tangan sang istri dan menautkan jemarinya. Ia lebih memilih mengatakan maaf, meski sebenarnya ia tidak bersalah sama sekali. Daripada berdebat terus dan Kinan lebih marah lagi.

Masih dengan fokus yang tertuju pada jalanan atau pepohonan yang tumbuh disebelah kiri laju kendaraan, Kinan menggigit bibirnya sendiri. Tawanya hampir meledak ketika Jeff menggenggam tangannya sambil meminta maaf dengan suara yang penuh penyesalan.

Ia tidak marah, sama sekali. Hanya sedang mengerjai suaminya saja karena hari ini Jeff berulangtahun.

Sejak bangun tidur wajah Jeff sudah sedikit ditekuk. Ia pasti mengharapkan ucapan selamat ulangtahun pertama kali dari sang istri, bukan dari teman-temannya lewat pesan singkat. Dan entah apa yang telah Jeff katakan kepada anak mereka, hingga tiba-tiba Giandra ikut cemberut. Double shoot! Menggemaskan sekali.

"pap," panggil Kinan dengan suara tertahan karena menahan tawa sendiri.

Jeff bergumam sebagai jawaban, "hm?"

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang