Suara tangisan bayi memenuhi ruangan yang sangat dingin itu. Sang ibu, tersenyum lega walau dengan nafas yang tidak teratur dan hidung terpasang selang oksigen. Disebelahnya, Jeff setia mendampingi. Untuk kedua kalinya.
Anak ketiga mereka telah lahir dengan lancar dan normal. Tanpa hambatan sedikitpun. Seolah diberikan penggantinya oleh Tuhan atas jiwa yang pernah pergi kala itu, jenis kelaminnya lagi-lagi perempuan.
"bayinya diberi nama siapa, pak?"
Perawat yang ada di ruangan bertanya pada Jeff untuk mendata nama, tanggal dan waktu lahir anak mereka. Bukannya menjawab, Jeff malah terlihat gelagapan. Ia belum menyiapkan nama untuk anaknya.
"Edrea Fawnia El Bara, nama anak kami."
Suara lemah itu terdengar dari bibir Kinan disertai seulas senyum tipis. Kemudian perawat ikut tersenyum sambil menggumamkan kembali nama yang tadi disebutkan dan menulis pada catatan medis.
Setelah bayi lahir, ia harus langsung dibersihkan dari darah dan ketuban. Tak lupa juga menggunakan suction untuk menyedot cairan-cairan dari dalam rongga mulutnya. Setelah itu baru diserahkan kepada si ibu untuk disusui.
Selagi Kinan melakukan inisiasi menyusui dini, dokter dan bidan mengurus tugas lainnya. Menjahit luka robek atau membersihkan sisa pendarahan akibat persalinan. Dibantu dengan beberapa perawat yang ada disana.
🔰🔰🔰
"kayaknya kali ini mirip elo deh, bu."
Kinan terkekeh pelan mendengarnya. Di ruang VIP rawat inap itu sudah ada Dena, Vero dan Indra. Mereka datang diwaktu yang bersamaan karena kebetulan sama-sama sedang kosong jadwal.
Dena memperhatikan wajah mungil bayi yang berada dalam dekapannya sambil sesekali mengusap pipinya.
"biar adil lah, masa mirip bapaknya terus." balas Kinan disusul tawa oleh yang lainnya.
"nah, yang ini kapan kira-kira?" kali ini pandangan Dena beralih pada Vero dan Indra.
Pasangan suami istri itu tak menjawab dan malah saling menyenggol lengan masing-masing. Mengundang lagi-lagi gelak tawa karena kekonyolan itu.
Singkatnya seperti itu pembicaraan yang terjadi sebelum mereka pamit dengan urusan masing-masing. Indra harus ke kantor, sementara Vero dan Dena harus memantau kafe.
Malamnya, jangan ditanya. Tidak ada yang bisa memejamkan mata di ruangan itu karena mendadak Kinan merasa pegal pada sekujur tubuhnya. Padahal ia tidak menerima anastesi sama sekali.
Ditambah lagi harus menyusui bayinya setiap dua jam sekali. Meski dalam keadaan tidur sekalipun, bayinya harus tetap dibangunkan.
"pinter, pinter, jangan nangis ya.." Jeff mengusap wajah anaknya sambil terus berbicara. Dan berhasil, tangisan itu berhenti dengan mudah.
Kembali ia menidurkan anaknya pada tempat tidur khusus untuk bayi dari rumah sakit. Lalu menutup tubuh mungilnya dengan selimut bulu berwarna merah muda.
Pandangannya beralih pada sang istri. Jeff menghampiri Kinan dan ikut duduk ditepi ranjang. "mana sini aku pijitin," ucapnya.
Melihat kantung mata suaminya yang sudah mulai terlihat dan mata mengantuk itu membuat Kinan jadi tidak tega untuk meminta ini dan itu.
Seharian ini Jeff berada disampingnya, bukan hanya berdiam diri. Melainkan juga membantu jika anak mereka mulai menangis tanpa henti. Atau mengantar Giandra untuk mencari makanan di lantai dasar rumah sakit.
Ia rela tidak tidur sama sekali demi menjaga istri dan anak-anaknya.
"gak usah, gak apa-apa kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...