Hari pertama masuk setelah libur kenaikan kelas, pun hari pertama masuk sebagai murid kelas dua belas. Suasana di SMA Linggar Jati begitu ramai oleh murid baru yang masih dalam masa orientasi. Dari balkon lantai tiga, Giandra menatap lurus kearah lapangan basket.
Satu-satunya objek yang masuk dalam bidikannya adalah si gebetan, ralat—mantan gebetan, atau apalah itu terserah asumsi masing-masing yang melihat.
Satu momen berhasil diabadikan dengan mulus. Giandra memutar tubuh, bersandar pada balkon sambil melihat hasil jepretan dari kamera DSLR-nya. Senyum cowok itu mengembang, benar-benar puas dengan kemampuan fotografinya.
"kak Gian! Gue cariin kemana-mana taunya lagi ngayal disini. Ayo ke stand!"
Almira —siswi yang sekarang kelas sebelas itu menarik ujung seragam Giandra yang tidak dimasukkan kedalam celana. Tanpa membantah cowok itu mengikuti, masih dengan senyum dan pikiran yang melayang entah kemana.
Ia kabur dari stand fotografi karena disana banyak sekali manusia, bikin pusing. Kalaupun ia ada disana, paling-paling diminta untuk mempromosikan ekskul mereka. Giandra jelas malas, apalagi setelah menjelaskan panjang lebar mengenai ekskul tersebut lalu hanya mendapatkan respon berupa "iya kak kita kesana dulu ya, mau liat yang lain."
Sambil memutar tubuh menghadap ke anggota yang lain, cowok itu pasti akan bilang, "dikira gue nawarin dagangan kali ya?". Yang pasti langsung disusul tawa dari anggota lain.
Jam makan siang tiba. Setelah masing-masing ekstrakulikuler termasuk organisasi siswa selesai mendemonstrasikan visi dan misi mereka, murid baru itu harus kembali menjalani orientasi lainnya.
Dari kejauhan dua orang berdiri tepat dibawah ring basket sambil melambaikan tangan mereka. Kalau saja Giandra tidak mengedarkan pandangan, ia tidak akan melihat bahwa Gibran dan juga Irenia sedang menunggunya.
"gue kesana dulu bentar." ucapnya pada beberapa orang yang masih duduk di stand.
Setelah berhasil kabur, terlihat ekspresi Giandra langsung sumringah. Dihampirinya Gibran dan Irenia dengan langkah cepat.
"makan kali, demen amat duduk disitu." gurau Gibran diiringi tawa ketika Giandra sudah bergabung dengannya.
"udah promosinya? Banyak gak yang join?" tanya Irenia. Ketiganya lalu berjalan menuju kantin.
"lumayan. Kalo dance gimana?" tanya Giandra balik.
"dance banyak yang join Gi, cowok semua lagi. Mereka ngarah ketemu Iren tiap minggu." timpal Gibran lalu tertawa lagi.
Giandra lantas mengerutkan kening melihat sahabatnya yang sejak tadi tertawa itu. Lagi bahagia banget kayaknya. Sampai-sampai ia gemas untuk menyumpalkan kamera miliknya ke mulut Gibran.
Irenia hanya mengulum senyum melihat keduanya. Semenjak beberapa waktu lalu, ia malah jadi merasa nyaman setiap kali bersama dengan dua cowok itu. Meski mungkin terlihat tidak biasa, tapi bagi Irenia, kehadiran mereka perlahan-lahan membuatnya merasa lebih baik. Karena ia tau, persahabatan antara Giandra dan Gibran tidak hanya main-main.
Benar kata Gibran tempo hari. Semenjak Giandra melangkah mundur, Irenia malah berlaku aneh. Ia yang tadinya kesal bahkan cenderung tidak suka jika Giandra membuntuti atau menggodanya, sekarang merasa kosong dan sepi. Ia sendiri masih belum mengerti, mengapa ia merasa hatinya telah dicuri disaat Gibran yang disukainya sudah dalam genggaman.
Saat sedang menuju kantin itu, tiba-tiba dua orang laki-laki yang masih mengenakan seragam biru khas sekolah menengah pertama mendekat kearah mereka. Lalu tanpa malu-malu menginterupsi ketiganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...