24

8.3K 801 24
                                    

Kinan menekan tombol merah pada remote yang seketika menciptakan suasana hening pada ruangan tersebut. Disebelahnya, Giandra langsung cemberut lucu dan menumpu dagu dengan kedua tangan diatas meja.

"kalo belajar gak boleh sambil nonton tv," ujarnya.

"mama gitu! Nanti aku bilangin papa."

Siapa juga yang tidak lucu mendengarnya. Sayangnya, Kinan harus menahan tawa agar anaknya itu tidak semakin marah. Jemarinya gatal untuk memainkan surai hitam Giandra yang tebal dan lurus.

"kok cemberut? Yah, gak jadi deh mama buatin pudingnya."

Ekspresi cemberut Giandra langsung berubah sedih ketika ia menoleh pada sang mama. Puding cokelat kesukaannya yang sudah dijanjikan oleh Kinan ketika anaknya itu tidak mau belajar.

"mau belajar sama mama atau sama mbok Ketut?" tanyanya lembut sambil melirik Ketut yang duduk tak jauh didekat mereka.

"sama mamaaa..." jawabnya setengah merengek.

"ya udah coba ikutin dulu yang ini,"

Setelah itu Giandra mulai menggunakan pensil untuk menebalkan garis putus-putus yang membentuk sebuah huruf hingga menjadi satu suku kata. Meski terkadang masih kesulitan karena belum lihai, toh di sekolahnya pun juga baru diajarkan.

Kinan setia menemani anaknya itu. Baginya sudah menjadi rutinitas harian untuk mendampingi Giandra belajar. Agar ia bisa tau perkembangan sang anak sudah sampai dimana.

Fokus netranya teralihkan sesaat pada Ketut yang sejak tadi duduk diam sambil memegangi perut.

"kamu udah makan belum, Ketut?"

Yang ditanya langsung menoleh, "belum, bu."

"makan duluan aja sana, nanti saya belakangan." ucapnya lagi.

"gak apa-apa bu. Saya gak nafsu makan, hari pertama menstruasi jadi sakit perut." tolaknya halus.

Kinan ber'oh' panjang setelah mengetahui penyebab pengasuh Giandra yang merangkap jadi asisten rumah tangganya itu memegangi perut sejak tadi. Bukan karena melilit kelaparan, tetapi karena nyeri datang bulan.

"nyeri haid ya? Obat gak ada?"

Ketut menggeleng saat mengingat persediaan obat di lemari kaca sudah habis. "kosong, bu."

"istirahat aja sana, nanti biar saya telpon suami saya untuk beli obat." tuturnya.

Seberuntung ini Ketut dipekerjakan oleh orang yang baik dan ramah. Selama kurang lebih empat tahun disini, ia sama sekali tidak diperlakukan berbeda apalagi kasar oleh Kinan maupun Jeff.

Majikannya itu baik, adil dan selalu memperhatikan keadaannya —selayaknya saudara saja.

Dengan cepat Ketut mecegahnya saat Kinan baru saja meraih handphone miliknya. "bu, jangan. Biar saya aja yang beli sendiri." tolaknya sekali lagi, takut merepotkan.

"kamu lagi sakit gitu lho,"

"iya, gak apa-apa kok bu. Sekalian saya mau beli yang lain soalnya."

Mendengar itu Kinan hanya bisa mengangguk paham. "kok kamu udah haid, saya belum ya?" tanyanya penasaran dan sedikit aneh mengingat tanggal datang bulan mereka tidak berbeda jauh. Biasanya Kinan lebih dulu.

"loh, saya kira malah ibu hamil lagi. Soalnya keliatan beda, rada isi." Ketut nyengir kikuk setelahnya.

Sementara Kinan langsung mengernyit dan menunduk untuk memastikan bentuk tubuhnya sendiri yang belum ia sadari ternyata lebih berisi dari sebelumnya.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang