Bandara Ngurah Rai menjadi tempat berpisah untuk kedua kalinya bagi Kinan dengan sang bunda. Yang pertama adalah setelah melangsungkan resepsi pernikahan. Sudah terlalu lama bunda berada di Bali, meninggalkan ayah sendiri di Jakarta. Meski di rumah anaknya sekali pun, bunda juga merasa tidak enak berlama-lama.
Dengan senyum sedih Kinan menatap salah satu maskapai penerbangan yang ikut serta membawa bunda didalamnya —mulai membelah landasan yang luas dan panjang untuk dapat terbang setinggi langit.
Jeff mengusap bahunya dari samping kemudian tersenyum. "yuk?" ajaknya.
Kinan mengangguk sebagai jawaban. Kereta bayi yang sebelumnya mereka beli masih kosong, kini sudah ditempati oleh bayi mungil yang sedang tertidur.
Keduanya melangkah kembali menuju mobilnya terparkir.
Sepanjang perjalanan tak ada yang bicara sampai akhirnya bayi Giandra terbangun dari tidur. Dalam pangkuannya, Kinan mulai mengajak bicara sang anak. Sedangkan Jeff sesekali tersenyum menyaksikan dan harus berfokus pada jalan raya didepannya.
"ganteng banget sih kamu? Semuanya kayak papa, mama gak dibagi." gumamnya dengan ekspresi cemberut.
Disebelahnya Jeff lantas tertawa. "aku banget ya?"
"banget. Bibirnya dong liat, sama persis."
Keduanya tertawa lagi melihat betapa mirip Giandra dengan sang papa, apalagi jika melihat foto waktu Jeff masih bayi. Tidak ada bedanya.
Tujuan selanjutnya adalah menjemput seseorang yang akan menjadi pengasuh Giandra kedepannya. Gadis asli Bali yang masih berusia dua puluh tahun itu bersedia bekerja dengan mereka dan sudah melakukan kontrak sebelumnya.
Mengingat sebentar lagi masa cuti Kinan akan berakhir. Ia pun harus kembali melakukan aktivitas seperti semula sebagai bagian dari anggota organisasi sosial bhayangkari.
"tapi, aku masih.."
Jeff menoleh sekilas dan mendapati ekspresi keraguan dari wajah istrinya itu.
"masih apa?" tanyanya.
Kinan menghela nafas panjang dan berat. "aku masih ragu pake pengasuh." lanjutnya.
Jelas, Giandra akan sendirian jika mereka pergi bekerja. Membayar seseorang yang sama sekali tidak dikenal sebelumnya untuk menjadi baby sitter bagi Kinan cukup meragukan. Tapi hanya itu satu-satunya cara yang ada.
"jangan negatif dulu, mudah-mudahan semuanya berjalan sesuai rencana."
Jeff mengusap puncak kepala Kinan dengan senyum.
"inget, jangan nilai orang dari luarnya." tambahnya.
Tak ada yang dapat dilakukan untuk membalas ucapan suaminya itu selain dengan helaan nafas yang kesekian kalinya. Kinan mengangguk lemah, mau tak mau.
🔰🔰🔰
"dek, kamar kamu disini. Kalo ada yang kurang bilang aja ya, nanti biar saya siapin."
Ketut —melihat seisi ruangan yang barusan Jeff jelaskan dengan seksama. Cukup besar dan nyaman untuk asisten sepertinya.
Ia menganggukkan kepala dengan senyum sopan, "makasih, mas."
Kinan yang sejak tadi berdiri disebelah Jeff langsung mengerutkan kening. "em—Ketut, panggil pak aja. Dia udah kepala empat kok." ucapnya setengah memerintah.
Ketut langsung mengangguk lagi, "iya, bu." jawabnya.
Sementara Jeff langsung menatapnya terheran-heran. Istrinya itu cemburu, kentara sekali sampai harus berbohong soal usianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...