Dalam suasana istirahat, kelas akan secara otomatis menjadi sepi. Semua penghuninya berpindah tempat yang rata-rata adalah kantin untuk mengisi perut masing-masing.
Giandra, menghampiri meja satu-satunya cewek yang ada disana dengan langkah santai. Diletakkannya satu botol susu rasa vanilla —membuat Irenia langsung mendongak untuk mengetahui siapa yang berbaik hati memberinya minuman.
Refleks jantung gadis itu berpacu lebih cepat saat netranya bertemu dengan milik Giandra. Ia mengingat kejadian tempo hari ketika dirinya secara lancang mencium cowok itu, menciptakan dabaran yang aneh hari demi hari.
"gak makan?" tanya Giandra.
Meski bagaimana pun juga, Giandra tetap menjadi laki-laki nomor satu yang selalu memperhatikan kondisi dan keadaannya. Walaupun sampai sekarang Irenia belum tau alasan mengapa cowok itu memilih kembali, padahal dulu sudah sempat menjaga jarak.
Irenia menggeleng pelan, "gak nafsu makan." jawabnya.
"kenapa gak nafsu? Ada yang dipikirin?"
Cewek itu bergumam sejenak, "ada," balasnya lagi.
Lantas Giandra mengangguk paham, "gue juga ada." sambungnya cepat, "nih, kalo gak makan setidaknya minum susu. Biar gak kosong-kosong amat tuh perut."
Digesernya botol susu tersebut ke dekat tangan Irenia.
"kamu mau kemana?" ganti Irenia yang bertanya.
"ke perpus."
Hanya itu percakapan yang terjadi di kelas sebelum akhirnya Giandra pergi ke perpustakaan. Sementara di tempatnya Irenia duduk dengan sejuta pikiran yang masih terus berproses keras.
Selang lima belas menit kemudian ia beranjak dari kursinya. Bergegas meninggalkan ruang kelas sambil membawa minuman yang tadi Giandra berikan padanya.
Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah perpustakaan. Ia ingin menyusul cowok itu dan mengatakan sesuatu. Mengatakan apa yang selama ini ada dipikirannya dan memang tak seharusnya ia pendam.
Pintu terbuka, disusul sebuah sapaan dari penjaga perpustakaan. Irenia tersenyum sambil mengangguk singkat, kemudian melangkah masuk dan mencari orang yang ingin ditemuinya.
Ditelusurinya setiap sekat rak buku sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak didapatinya cowok itu. Tak lama fokus pandangannya terkunci pada satu sudut ruangan, dimana Giandra sedang duduk sendiri dengan buku yang sedang dibacanya.
Tanpa membuang waktu lagi dihampirinya Giandra.
"boleh aku ikut duduk?"
Sontak yang ditanya pun menoleh pada sumber suara yang sudah sangat familiar itu. Giandra mengerutkan kening saat mendapati Irenia ada disana, menyusulnya.
Ia mengangguk sekali, "silahkan." balasnya.
Akhirnya cewek itu duduk tepat bersebelahan dengan Giandra. Ia tak ikut belajar, hanya sesekali melirik ke samping. Memperhatikan gerakan tangan seseorang disebelahnya ketika mengganti lembar demi lembar buku.
"Gian?" panggilnya.
"apa?" jawab Giandra langsung, dengan nada paling rendah yang pernah Irenia dengar keluar dari mulutnya. Jelas membuat wajah cewek yang duduk disebelahnya itu memanas.
"aku boleh tanya sesuatu?"
"boleh,"
Irenia nampak mengambil nafas sesaat sebelum kembali membuka mulutnya. "kamu gak marah?" tanyanya ambigu.
Giandra menoleh, "marah? Kenapa harus marah?" ia bertanya balik sambil ikut berpikir. Mencari-cari penyebab mengapa ia harus marah.
Terlihat cewek itu menggigit bibir ragu, "soal hari itu—hari itu..aku minta maaf." gugupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...