-Mi Prioridad-

3.5K 542 134
                                    

Hari berikutnya, Giandra masih absen dari sekolah dikarenakan demamnya naik turun. Ditambah sejak semalam seluruh tubuhnya merasakan nyeri.

Dan pagi ini, Giandra terbangun dari tidurnya karena rasa mual. Namun hanya terasa sampai pangkal tenggorokkan, karena mual itu tidak terealisasikan sampai keluar. Sesuatu mengalir dari hidung yang membuatnya langsung menyentuh area tersebut. Ekspresi Giandra langsung berubah saat melihat bekas darah ditangannya.

Baru akan bergegas dari tempat tidurnya, pintu kamar sudah lebih dulu dibuka. Jeff datang sudah dengan seragam dinas rapi, nampak akan berangkat kerja.

"Gi, demamnya udah turun?" tanyanya.

Giandra menggeleng, "belum, malah sekarang mimisan." jawabnya.

Sontak saja Jeff langsung menghampiri dan duduk didekatnya. Ia menyingkirkan tangan Giandra yang masih membersihkan hidung dan memperhatikan tanda dan gejala lain yang baru muncul.

Terdapat bintik kemerahan sekarang, mual dan muntah juga belum teratasi, demam naik turun dan nyeri sekujur tubuh.

"ikut papa ke rumah sakit sekarang." ujarnya tegas, "mam! Mama!"

Tak lama yang dipanggil pun datang, masih sibuk menggulung rambutnya menggunakan harnet. "apa sih masih pagi udah teriak-teriak?"

Jeff langsung beranjak, "Gian harus ke rumah sakit sekarang, aku curiga dia demam berdarah." bisiknya ketika berpapasan dengan sang istri.

Sederet kalimat tersebut langsung membuat Kinan panik setelah mendengarnya. Ia tak jadi mengikat rambut dan langsung menghampiri Giandra, sementara Jeff keluar untuk menyiapkan akomodasi.

Lima belas menit kemudian Kinan menghampiri Jeff yang masih memanaskan mesin mobil.

"pap, aku bingung deh."

Jeff menoleh, " bingung kenapa?" tanyanya.

"aku harus nganter Gian ke rumah sakit, tapi yang kecil harus tetep sekolah. Jadi gimana ya?" ucapnya kebingungan, namun Jeff malah tersenyum.

Jeff mendekat, merapikan rambut yang tergerai serta menyelipkannya ke belakang telinga sang istri. Dipandanginya Kinan dengan sorot yang begitu lembut, "izin telat demi anak itu gak masalah, sayang. Giandra biar aku yang urus, kamu anterin Rere sama Shasha aja." balasnya.

"emang kamu gak lagi sibuk?"

"sibuk sih. Tapi keluarga itu prioritas." jawabnya lagi sambil tersenyum menenangkan.

Mau tak mau akhirnya Kinan juga tersenyum. Apalagi ketika sang suami mengecup keningnya hangat.

Setelah itu Jeff harus membantu Giandra berjalan karena kondisinya yang melemah, ia bisa jatuh kapan saja. Mengingat sejak siang kemarin tak ada lagi makanan yang masuk ke perutnya.

"aku duluan ya?" pamitnya.

Kinan mengangguk seraya mencium tangan suaminya, "hati-hati. Kasih kabar ya, aku tunggu."

Jeff mengangguk kemudian balas melakukan hal yang sama pada istrinya, "siap ibu negara. Kamu juga hati-hati ya." katanya.

Selesai berpamitan, Jeff langsung berangkat mengantarkan Giandra ke rumah sakit. Ia curiga dengan gejala yang cukup serius pada fase awal demam.

Sepanjang perjalanan anaknya itu diam, bahkan terus menunduk. Sesekali merasa mual dan hampir muntah, namun tidak terjadi. Meski Jeff sudah memberikan kantung plastik dan akhirnya hanya dipegang saja.

"dari kapan kamu gak enak badan, Gi?" tanya Jeff sambil meliriknya sekilas kemudian kembali fokus pada jalan raya.

"udah dua hari lalu."

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang