Cukup lama jaraknya dari bermain-main dengan hujan, sampai akhirnya cewek itu merasa lelah sendiri dan kembali ke belakang. Ia berdiri tepat disebelah Giandra yang sekarang jadi si pendiam didepannya. Sungguh kamuflase yang baik.
Giandra tak menyadari bahwa Irenia baru saja menangis. Menangis karena dirinya. Tidak ada yang tau dan tidak ada pula yang boleh tau. Karena perasaan itu masih menjadi pertanyaan besar juga bagi ia pemilik hati.
Kali ini hujan sudah benar-benar berkurang dan dapat dikatakan reda. Hanya gerimis, itupun tak banyak, jadi tak akan membuat tubuh basah jika berdiri dibawahnya tanpa pelindung apapun.
"yuk," ajak Giandra yang langsung melangkah duluan. Diikuti Irenia dibelakangnya.
Cowok itu membersihkan sisa air dari atas jok dengan tangannya sendiri. Karena memang tak ada yang bisa dijadikan alat untuk membersihkan.
"naik coba." pintanya.
Irenia terdiam beberapa saat, "kenapa gak kamu duluan yang naik?"
"licin Iren, kan gue antisipasi takutnya lo kepeleset, jadi posisi gue udah siap disini." jelasnya panjang lebar.
Meski sedikit malu, akhirnya cewek itu menurut. Karena Giandra yang sekarang benar-benar seperti orang lain, tak ada bercanda lagi, serius seratus persen.
Setelah memastikan Irenia naik dengan mulus, barulah ia duduk didepan. Tapi nahas, meski sudah beberapa kali mencoba, mesin vespa itu tak juga mau menyala. Musibah macam apa lagi ini, batinnya.
"ya ampun ada-ada aja sih." gumamnya lalu kembali turun. Membuat Irenia jadi ikut melompat turun.
"kenapa Gi?"
"gak ngerti, biasanya gak ngadat gini." jawabnya sambil terus mencoba menyalakan mesin.
Pada menit ke-lima, Giandra menyerah. Ia menyisir surainya acak dengan jemari sambil menghela nafas pasrah. Kemudian menoleh pada cewek yang masih berdiri disebelahnya.
"sori Ren, kayaknya lo harus naik taksi. Si kuning mogok." ucapnya tenang.
Irenia nampak mengangguk beberapa kali, "ya udah, tunggu apa lagi? Ayo bawa ke bengkel."
Respon yang luar biasa berbeda dengan apa yang ia pikirkan. Ternyata cewek itu sama sekali tidak mau menurut dan malah mengajaknya ke bengkel dengan segera.
Giandra masih mematung dengan sorot tak bisa dijelaskan. Ia baru tersadar kembali saat Irenia menepuk pelan pipinya.
"apa Ren? Gimana?" tanyanya salah tingkah.
"yuk, mumpung hujannya lagi reda. Kamu tau bengkel deket sini gak?"
"kayaknya depanan lagi ada, sebelah kiri." jawab Giandra masih kikuk. "e-eh, rencananya emang begitu, tapi elo gak usah ikut. Mending pulang aja, takut orang rumah nyariin." tolaknya lagi.
Tapi cewek itu tetap tidak ingin pulang sekarang dan memilih terus menemani Giandra untuk membawa vespa tersebut ke bengkel.
"it's okay, Gi. Ayo cepet, nanti keburu turun lagi hujannya."
Karena Irenia bersikeras untuk ikut, akhirnya Giandra tak dapat mencegah lagi. Ia langsung menaikkan standar motor dan menuntunnya.
"lo duduk aja deh, Ren. Gak usah bantu dorong nanti capek."
Dibelakangnya Irenia tertawa pelan. Tapi tak menjadikannya berhenti untuk mendorong vespa kuning tersebut. Membuat Giandra jadi menoleh karena mendengar suara tawanya.
"kamu cowok paling bawel yang aku kenal, Gi." ujarnya santai. Membuat Giandra ikut tersenyum tipis karena jujur —ini kali pertama ia melihat Irenia tertawa dihadapannya, setelah sekian lama. "liat depan." tambah cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...