-Señorita-

2.3K 354 57
                                    

Baru saja tiba ditempat tujuannya, pagi hari Irenia sudah dihiasi dengan keributan. Ia terpaksa meletakkan barang bawaannya begitu saja disembarang tempat, kemudian menghampiri rekan kerjanya yang terlihat sudah kuwalahan.

"ah, Iren, kebetulan banget kamu dateng." desah Putri lega, rekannya.

"ini ada apa ya, mbak?" tanya Irenia sambil memandang salah satu anak didiknya yang tengah duduk meringkuk disamping meja—nampak sangat ketakutan. Sementara ibu dari anak itu terlihat sama frustasinya dengan Putri.

"Karina nih suka begini deh bu. Saya gak tau lagi deh harus gimana. Ampun." keluh ibunya. "dia gak mau sekolah, kayak ketakutan terus."

Setelah mendengar penjelasan singkat itu Irenia langsung melakukan pendekatan. Karina, salah satu muridnya yang berkebutuhan khusus itu memiliki gangguan emosional yang cukup sulit dikendalikan. Mengingat usianya juga sudah menginjak tujuh tahun.

Ia berjongkok disebelah Karina sambil tersenyum tenang. "Karina, hei jangan takut sayang." ucapnya setelah melihat anak itu semakin merapatkan diri ke meja dengan wajah ketakutan. "Karina, coba liat sini dulu deh. Ini bu Iren, nak."

Perlu waktu beberapa menit hanya untuk mendapatkan perhatian dari anak didiknya itu. Dengan terus melakukan pendekatan dan berbicara penuh bujukan, akhirnya Karina mau berinteraksi sedikit demi sedikit.

"ibu Iren." ulangnya sambil menunjuk diri sendiri. Setelah itu ia tersenyum lagi, kali ini meraih tangan Karina untuk digenggamnya. "kamu kenapa? Hm?"

Karina belum sepenuhnya percaya sampai akhirnya Irenia memutuskan untuk mengeluarkan cara selanjutnya. Ia menggunakan bahasa isyarat ketika bertanya untuk kedua kalinya. Karena salah satu anak didiknya itu memang seorang tunarungu atau tunawicara.

"kamu, baik-baik saja? Ada apa?"

Bukan menjawab, Karina malah memasang ekspresi sedih.

"mau bermain hari ini?" tanya Irenia lagi disertai gerakan mulut yang senada. "ibu punya banyak alat musik. Kamu mau liat gak?"

Meski awalnya terlihat ragu, namun akhirnya Karina mengangguk samar. Membuat senyum Irenia merekah lagi karena telah berhasil membujuk anak itu untuk melakukan kegiatannya hari ini.

Ia melihat kearah Putri dan ibu dari anak tersebut. Sementara mereka tengah memandangi dengan sorot takjub.

"ibu, nanti saya boleh bicara sebentar? Tapi setelah Karina belajar." tanya Irenia kepada ibu dari Karina.

"o-oh. Iya, boleh bu Iren."

Gadis muda cantik itu tersenyum lagi. Kemudian mengulurkan tangan kearah Karina yang langsung dibalas olehnya. "yuk, kita kesana." ajaknya. Kemudian meminta izin pada dua orang didepannya untuk mengajak Karina bermain sebentar.

Karina terlihat mulai tenang setelah dibujuk sebelumnya. Kini ia sedang berada di ruangan musik bersama Irenia dan mulai mengeksplor potensi yang ada dalam dirinya.

Sudah sejak lama Irenia menyadari bahwa anak didiknya itu memiliki kemauan khusus dalam bidang seni. Ia selalu terlihat nyaman ketika mulai belajar mencoba berbagai jenis alat musik. Dan satu yang membuat Irenia kagum, ketika melihat Karina menggerakkan jemarinya diatas piano dengan penuh percaya diri. Menciptakan nada-nada sederhana yang kian hari semakin terdengar tak biasa.

Sudah hampir dua jam terlewati ketika ia berdiri didekat pintu bersama dengan ibu dari anak didiknya itu. Lain hal dengan Irenia yang tersenyum bangga, ibunya Karina terlihat memandangi anaknya itu tidak percaya. Ia menutup mulut dengan kedua mata berkaca-kaca menahan haru.

Disinilah keduanya sekarang. Duduk di ruangan milik Irenia, setelah menitipkan Karina pada rekan yang lainnya.

"saya yakin sekali Karina punya potensi dibidang seni, makanya saya berusaha untuk gali terus. Ternyata memang benar, dia mahir bermusik." ucap Irenia kepada ibunya Karina yang masih terlihat begitu terharu.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang