-Se Mi Novia-

2.3K 355 82
                                    

Senyum dibibir Giandra sebentar-bentar mengembang ketika mendengar Irenia bercerita panjang lebar mengenai banyak hal. Dari mulai masa kuliah, sampai sudah kerja sekarang.

"kamu dari kapan di Jakarta?"

Giandra berpura-pura lupa, "udah dua minggu." jawabnya.

"kok nyebelin sih? Sengaja ya? Hm?"

Cowok itu langsung terkekeh mendengarnya. "kalo ternyata aku gak pernah balik, kamu gimana?"

"mati gantung diri." balas Irenia cepat.

Membuat Giandra tertawa lagi, "berlebihan."

Senyum Irenia meluntur bersamaan dengan maniknya yang menatap lurus pada milik Giandra. Sementara cowok itu juga terdiam, balas memandangnya dengan sorot yang begitu tenang.

Irenia mengambil buku catatan kecil dari dalam tas miliknya kemudian mengeluarkan secarik kertas yang tersimpan pada salah satu halaman. Ia tunjukkan tulisan yang ada dikertas itu kehadapan Giandra.

Sambil tersenyum Giandra membaca sekilas, lalu kembali menatap gadis didepannya. "ternyata kertas itu masih kamu simpen." gumamnya.

"dari kertas sekecil ini aja, kamu udah menciptakan harapan yang begitu besar buat aku, Giandra. Dan aku gak tau bakal kayak gimana kalo janji ini gak kamu tepatin." ujar Irenia serius.

"kamu..punya pacar?" tanya Giandra ragu.

Yang ditanya terdiam sesaat, "aku gak bisa melanggar janjiku pada Tuhan untuk mencintai laki-laki selain.."

Ia nampak menggantung ucapannya sendiri. Kemudian langsung mengalihkan pandangan kearah lain karena merasa salah tingkah sendiri.

Sementara Giandra masih menunggu sambil mengulum senyum diam-diam.

"kamu sendiri punya pacar?" Irenia balik bertanya.

"aku?" Giandra menunjuk dirinya sendiri. Ekspresinya langsung berubah ketika ditanya demikian. "sebenernya aku udah punya pacar." jawabnya takut-takut. Merasa tidak enak karena ucapannya barusan membuat air muka Irenia mendadak kaku.

Irenia terdiam tanpa bisa berkata-kata. Nampaknya langit yang cerah menjadi pemandangan paling menarik saat ini daripada cowok didepannya. Tiba-tiba rasanya sesak sekali.

"Iren?"

Gadis itu tak menjawab. Membuat Giandra akhirnya terdiam juga. Ia menyerong posisi menghadap kearah danau yang luas tak jauh didepannya itu. Merasakan hembusan angin yang menambah kesejukan malam.

Danau ini pernah mereka kunjungi dulu, waktu masih sekolah. Dan di danau ini pula Giandra pernah mengatakan isi hatinya pada Irenia secara jujur.

Giandra menoleh lagi. Melihat Irenia masih duduk diatas kap depan jeep putihnya dengan tenang. Asik menghitung bintang yang bertaburan dilangit.

"Ren," panggilnya lagi. Kali ini gadis itu menjawab dengan gumaman. "boleh aku bicara sesuatu?"

"sejak kapan kamu minta izin kalo mau ngomong?"

Senyum dibibir Giandra kembali terbentuk. Ia ingin sekali tertawa sekarang menyaksikan mood Irenia langsung berubah drastis karenanya.

Gadis itu tidak berubah sama sekali. Tetap sama dengan Irenia yang Giandra kenal dulu. Irenia yang naif dalam hal apapun. Bagaimana bisa ia langsung percaya tanpa bertanya lebih lanjut—siapa pacar kamu, dimana dia sekarang, seperti apa orangnya—misalnya.

"maaf karena empat tahun lalu aku berhenti ngontak kamu." ucap Giandra.

Irenia tersenyum tipis. Namun masih terlihat dipaksakan.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang