Sudah hampir satu jam Attala duduk pada salah satu meja kafe itu. Gelas teh leci yang isinya sudah berkurang setengah itu menjadi fokusnya kali ini. Walau sesekali ia menoleh kearah bar atau pintu ketika waiters mengucapkan selamat datang. Namun ternyata yang ditunggunya tak kunjung datang.
Rasa penasaran itu membuatnya melangkah kearah bar. "mas," panggilnya pada salah satu barista disana.
"iya, ada yang bisa saya bantu?"
"ibu Kinan, gak dateng ya?" tanya Attala. Rada canggung.
"bu Kinan dateng paling kalo gak sibuk aja, mas. Ada perlu apa kalo boleh tau, nanti kalo ketemu saya sampaikan."
Cowok itu mengangguk paham, "enggak. Kalo gitu, makasih ya." ucapnya kemudian tanpa berniat menyampaikan maksudnya.
Sebelum Attala benar-benar melangkah pergi, barista itu teringat akan sesuatu. "mas!"
Attala kembali berbalik. Dilihatnya barista itu mengambil sesuatu dari dalam laci.
"mas yang namanya Attala bukan? Yang punya baju ini?"
"iya, itu baju saya."
"kebetulan. Bu Kinan nitipin ini berapa hari yang lalu, terakhir dia kesini."
Attala menerima pakaian yang disodorkan itu dalam diam. Aromanya sudah berganti dari parfum yang biasa ia pakai menjadi aroma mawar khas pewangi pakaian. Tidak salah lagi, Kinan mencuci dan menyetrikanya.
Kalau bisa bertemu kenapa pula harus menitipkan pada pegawainya.
Mulai saat itu, Attala tidak pernah lagi berjumpa dengan Kinan. Meski ia beberapa kali datang ke kafe, namun yang dilihat kalau tidak Dena ya Vero —yang tidak ia kenal sebelumnya.
Ia paham tanpa harus dijelaskan. Pertemuannya dengan Kinan memang selalu diiringi kata kebetulan. Namun mungkin kebetulan itu hanya menyenangkan bagi dirinya, tidak untuk pihak satunya. Maka dari itu tanpa kentara Kinan mulai menjaga jarak. Ada faktor lain, satu dari dua hal yang menyebabkan ini terjadi.
Memangnya ia bisa apa kalau sudah begini. Mau tidak mau akhirnya mengikhlaskan, lagi. Entah sudah yang keberapa kalinya. Ia menghargai keputusan Kinan, keputusan orang lain yang mungkin juga menyertai. Dalam hal ini Jeff bisa ikut campur. Dan yang jelas, Attala lebih menghargai hubungan orang lain daripada dirinya sendiri.
Hari demi hari dilewatinya seperti biasa. Bias bayangan wanita yang pernah mengisi hatinya itu perlahan dan samar-samar menghilang meski tak bisa seratus persen. Fokus bekerja dan belajar, atau pergi menemui anaknya yang tinggal bersama Adel, sudah mengalihkan pikirannya secara perlahan.
🔰🔰🔰
Rumah tangga Kinan dan Jeff seperti biasanya, baik-baik saja. Selalu penuh cinta setiap hari, bahkan setiap saat meski harus terhalang oleh profesi masing-masing. Terutama Jeff sang suami.
Malam itu, sampai Jeff selesai bersih-bersih ia tak mendapati sang istri dimanapun. Giandra dan Edrea sedang bersantai dengan bibi di ruang keluarga. Tapi ibu dari anak-anaknya, entah kemana.
Suara berisik dari halaman belakang mengambil fokus Jeff yang baru saja akan pergi ke dapur. Dilihatnya air dari kolam renang tidak tenang seperti biasanya. Kali ini ada ombak-ombak kecil yang tercipta dari gerakan seseorang di dalam sana.
Jeff tersenyum samar saat mendapati istrinya sedang berenang. Ia menggelengkan kepala beberapa kali, mengira bahwa Kinan hilang atau kabur karena jenuh dengan dirinya.
"tumben,"
Kinan menoleh kaget. Tak jauh disana, Jeff berdiri menjulang dengan satu tangan terkurung dalam saku celana boxernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...