Jodoh Pasti Bertemu

175 8 0
                                    

"...Terkadang aku memikirkan apa yang tidak kupahami. Sebuah penantian yang kurindukan kepastiannya. Aku sendiri menunggumu Ardi."

Purnama saat itu sangat memamerkan cahaya emasnya. Dengan lamunan hunting, menambah sensasi yang tidak terduga. Kiara. Gadis berhijab itu tengah duduk sambil menghadap selembar kertas dan bolpoin. Sesekali ia meneteskan air kerinduan yang mengalir melalui lesung pipinya. Terkadang ia senyum-senyum sendiri ketika ia menulis kalimat "Ya mungkin kau juga tersenyum ketika ingat kejadian itu."

Lampu kamarnya tidak terlalu terang. Namun dengan cekatan tangan mungil itu menelusuri kalimat yang hinggap di benaknya.

to tok tok
Pintu kamar terbuka. Rara. Adiknya masuk membawa segelas teh hangat.
"Lagi mengarang apa kak?" Ia menaruh gelas di samping kertas yang sibuk itu.
"Mau tau aja sih kamu." Ia masih melanjutkan kalimatnya di atas kertas itu tanpa memandang Rara.
"Kenapa ada air di wajah kakak. tuh.. di kertas juga ada. Kakak nangis ya?" Kiara memalingkan pandangannya mengarah wajah adiknya.
"Siapa yang nangis. aku nggak nangis"
"Alah ngaku saja kak. kelihatan tuh mata kakak merah. Itu tandanya kakak habis nangis. Ohh.. cup.. cup...cup. kakakku nangis." Rara mencubit pipi Kiara. Menggoyangkannya kanan kiri.
"Hmmmmm. Apaan sih kamu. Kakak sebenarnya hanya terharu menulis cerita."
"Terharu ataukah... hmmmm.. rindu? cieeee.. kakak rindu seseorang ya?"
"Enggak.. siapa yang rindu?" Elak Kiara.
"Kalo nggak, kenapa kok wajah kakak memerah?"
Kiara tidak dapat menghalau. Ia sudah ketahuan.

Mereka berdua adalah dua gadis pesantren di daerah surabaya. Orangtua mereka sangat sibuk sehingga, mereka tidak terurus. Kemudian orangtua mereka memilih untuk memasukan ke pesantren. Akhirnya mereka masuk pesantren.

Di suatu hari. Kiara jatuh sakit. Ia terbaring lemas di rumah sakit. Rara sangat khawatir dengan kondisi kakaknya. Begitupun dengan rekan sekamarnya.
"Dok... kakak saya tidak apa-apa kan dok. kakak saya bisa sembuh kan dok?" Lontaran pertanyaan Rara kepada dokter membuat suasana tegang. Fatimah menenangkan Rara agar ia tidak gelisah.
"Teman anda membutuhkan seseorang..."
"Seseorang..?" Potong Rara.
"Ya. Seseorang yang dapat membuat ia sadar."
"Seseorang itu siapa dok? Siapa?" Tanya Rara tidak sabar.
"Tenang Ra. Jangan gegabah. tenang." Pinta Fatimah.
"Jadi begini. teman kalian terkena penyakit remaja. Ia sedang mengagumi seseorang. Tapi ia tidak sampai untuk mengungkapkannya. Jadi ia terkadang suka menyendiri dan mengandai-andai."

Setelah perbincangan lama. Datanglah seorang lelaki dengan berlari menuju ruangan Kiara dirawat.
"Kiara... Kiara... bangun... ayo bangun aku sudah kembali. Bangunlah kumohon.." Suaranya halus. lebih halus daripada kain sutra untuk orang yang sedang dilanda badai asmara.
"Ar... Ardi... itukah kau?" Tanya Kiara tapi masih memejamkan mata.
"Iya. Ini aku. aku sudah kembali. Bangunlah."

Perlahan mata Kiara terbuka. Ia menoleh kanan kiri. Melihat sekeliling dan berhenti pada satu titik. Mata kekasih. Lantas ia memberikan senyumnya kepada Ardi. Senyum khas dengan lesung pipi. Ardi pun tak kalah. Ia membalas senyumnya itu.
"Maafkan aku Ra. aku telah meninggalkanmu. Tapi sekarang aku tahu. kamu sangat berarti untukku."
Rara dan teman-temannya hanya terharu melihat mereka.
"Jadi ini orangnya yang selalu kakak tulis dalam kertas setiap malam." batin Rara.
Air matapun tidak lupa menghiasi suasana itu. Air mata kerinduan yang terpancar dari mata Kiara, seolah menandakan besar cintanya kepada lelaki itu.

"Kiara..."
"Ya..."
"Aku..."
"Aku apa?" Kiara bertanya-tanya.
"Aku mencintaimu. Demi Allah aku mencintaimu. Dengan menyebut nama Allah. Aku akan melamarmu sekarang. Maukah kamu menjadi pendamping hidupku?"
Lelaki itu mengulurkan tangannya dengan membawa kotak berisi dua buah cincin.
Dengan tangis... Kiara sangat terharu.

"Aku tidak mau.." Jawab kiara.
Ardi sangat terkejut. ia menatap Kiara penuh iba.
"Aku tidak mau kalo kamu meninggalkanku lagi." Lanjutnya.
Suasana yang tadinya tegang. sekarang berubah dengan senyuman yang menawan.

Akhirnya mereka melangsungkan pernikahan 2 bulan setelah Kiara keluar dari rumah sakit. Hidup bahagia dan bersama.

"Jika memang kau telah digariskan berjodoh denganku. Maka aku akan tetap menantimu walaupun kapas sudah menutupi hidungku. Aku sangat mencintaimu... Ardi"
KIARA



okk maaf cerita IPA dan IPS nya aku hapus soalnya mau aku bikin baru

dan ini cerita baru aku jangan lupa di vote dan komen ya

maaf typo di mana"

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang