Be My Best Friend (Part 2)

4 1 0
                                    

Akhirnya aku pergi juga ke Jepang. Melanjutkan sekolah menengahku, kemudian masuk sebuah universitas di sini. Jepang adalah sebuah negara yang maju dan penuh hal-hal yang menarik. Budaya membaca di sini sangat tinggi. Hampir di segala tempat aku bisa menemukan orang sedang membaca buku. Di bus, densha (kereta api), kursi taman, bahkan di ruang tunggu mall juga ada. Orang di sini sangat sibuk dan individualis, sehingga untuk berteman pun agak sulit. Untunglah aku bertemu seorang teman yang mau membantuku saat pendaftaran di universitas dulu. Kini kami menjadi sahabat dekat. Namanya adalah Kaori. Aku memanggilnya Kao-chan. Aku kuliah di sebuah universitas di Tokyo dan mengambil jurusan seni. Hari ini liburan musim panas dimulai. Aku dan Kao-chan memutuskan untuk jalan-jalan ke Kota Akihabara untuk menonton sebuah konser idol grup di sana. Kami pergi naik densha.

"Kyou wa atsui desu ne, Rika-chan? (Rika, hari ini panas sekali ya?)," tanya Kao-chan kepadaku.
"Sou desu, atsuiiii! (iya, panaaaass!),"
Meskipun dalam densha sudah ada AC, tetap saja kami kepanasan. Sampai di Akihabara, kami langsung menonton konser, setelah itu pergi ke sebuah toko pernak-pernik. Saat sedang melihat-lihat, Kao-chan ditelepon seseorang.
"Ah, gomen ne, Rika-chan, aku harus pulang dulu, ada yang harus ku urus di rumah. Gomennasai ne!"
"Iie, daijyoubu, Kao-chan," (nggak, nggak apa-apa kok Kao-chan) aku tersenyum kepadanya, Kao-chan memang benar-benar orang yang tulus menjadi temanku.

Setelah Kao-chan pulang, aku putuskan untuk membeli minuman untuk mengusir rasa haus yang menyerang tenggorokanku. Kemudian, aku mencari tempat duduk untuk menikmati minuman dan melihat-lihat barang apa yang sudah ku beli di toko pernak-pernik tadi. Saat aku berbalik, seseorang menabrakku. Minuman yang ku pegang tumpah mengenai rokku. "Aaah! Sumimasen, sumimasen, sumimasendeshita!" (ah! Maaf, maaf, maaf!) Aku terkejut karena orang yang menabrakku tadi langsung meminta maaf sebelum aku sempat berkata apa-apa. Ini persis kejadian setahun lalu. Saat Ran menabrakku di kantin. Sambil membersihkan bajuku dengan tissue, orang tadi terus menerus meminta maaf kepadaku.

"Hontou ni, sumimasen!" (aku benar-benar minta maaf)
"Iie, iie," (nggak apa-apa kok)
Saat aku melihat matanya, aku terkejut. Dia bukanlah orang yang asing bagiku. Ran? Kenapa ada di sini?
"Ran?"
"Rika? T-ternyata Rika?"
Ingatanku kembali ke saat itu. Saat Ran menyuruhku untuk tidak lagi berbicara kepadanya.
"Ah, ternyata benar Ran ya, ya sudah, sebaiknya aku pergi,"

"Rika, tunggu dulu!"
"Apa lagi? Kau yang menyuruhku untuk tidak usah berbicara lagi denganmu. Apa sih sebenarnya maumu?"
"A-aku, maafkan aku Ran. Aku tidak bermaksud berkata seperti itu dulu. Tolong dengarkan aku!"
"Untuk apa? Toh, aku sudah tidak peduli lagi denganmu,"
"Tolonglah, kali ini dengarkan aku, tolong, hiks-hiks," Ran mulai menangis.
"Aduh, bagaimana ini, bisa-bisa aku yang disangka membuatnya menangis! Orang-orang mulai menatap kami!" gumamku dalam hati.

Kemudian aku menarik tangan Ran ke sebuah taman. Kami duduk bersama, aku menunggu sampai tangisannya mereda.
"Sekarang, kau mau bilang apa? Cepatlah katakan, aku harus makan malam dengan Ayahku,"
"Rika, tolong maafkan aku. Dulu saat SMA, aku bersikap tidak baik waktu terakhir kali bersamamu. Sebenarnya, itu bulan terakhirku di sekolah itu,"
"Bulan terakhir, sebenarnya apa maksudmu?"
"Aku mendapat beasiswa untuk bersekolah di Jepang,"

"Lalu kenapa kau malah bersikap seperti itu? Padahal aku menganggapmu sebagai sahabatku, ternyata cuma aku yang punya perasaan seperti itu,"
"Tidak Rika, sungguh! Aku juga menganggapmu sebagai sahabatku,"
"Bohong! Jika memang seperti itu, harusnya kau habiskan hari-hari terakhirmu di sekolah denganku! Kau malah membuatku membencimu seperti itu, bodoh! Kau tahu betapa sakitnya hatiku ditinggalkan sahabat sepertimu? Hiks," sekarang akulah yang menangis.
"Sungguh, aku minta maaf, aku hanya tidak ingin kau bersedih dengan kepergianku saat itu, itulah sebabnya aku membuatmu benci padaku. Aku tidak tahu kalau reaksimu sampai pindah sekolah ke Jepang,"

"Aku memang tidak suka jika harus berpisah denganmu dulu, tapi jika saat itu kau bilang akan mengejar pendidikanmu, aku pasti mengerti! Membuatku membencimu dengan cara seperti itu malah sama sekali aku tidak mengerti!"
"Itu karena, karena Rika adalah sahabat pertamaku!"
"A-apa, apa maksudmu Ran?"
"Sejak dulu, aku sudah tinggal dengan Nenek dan Kakek karena Ayah dan Ibu sudah meninggal. Karena yatim piatu, aku selalu saja kesulitan mendapat teman. Hingga SMA, belum ada orang yang sebaik Rika kepadaku. Apa kau ingat dulu, saat pertama kali masuk ke sekolahmu, aku terus-terusan menghindarimu?"

"Tentu saja aku ingat, kau sangat aneh saat itu,"
"Aku selalu memperhatikan Rika, karena ku pikir kita sama,"
"Apa maksudnya sama?"
"Memang, ada beberapa perbedaan, Rika selalu saja dikelilingi orang-orang, tapi aku merasa kau tidak nyaman dengan itu, saat itu aku tahu perasaanmu, kau tidak suka dengan orang-orang yang selalu berpura-pura menjadi temanmu,"

"Ba-bagaimana kau tahu?"
"Entahlah, aku merasa seperti itu saja. Aku selalu saja memperhatikanmu, aku ingin sekali berteman denganmu, tapi aku tidak punya keberanian untuk bicara kepadamu. Setiap kali kau menatapku, aku selalu saja gugup,"
"Pantas saja kau selalu pergi saat aku datang,"
"Iya, hingga terjadi insiden di kantin itu, itulah pertama kalinya aku berbicara dengan Rika, ternyata Rika orangnya baik. Kita semakin akrab dan cocok, aku sangat senang berteman denganmu!"
"Aku juga,"

"Hingga beberapa bulan kemudian, aku mendapat surat beasiswa dari Jepang. Aku sangat bingung saat itu. Aku tidak ingin berpisah dari Rika, tapi di sisi lain, aku tidak ingin menyia-nyiakan beasiswaku di sini. Kemudian, aku lebih memilih sekolahku dan berpisah denganmu. Saat itu aku takut, apa yang akan aku pikirkan tentangku jika aku menceritakannya padamu. Aku berpikir kau pasti akan membenciku. Lalu, sebelum aku pergi, aku berharap kau melupakanku dengan membuatmu benci kepadaku,"
"Jadi itu yang selama ini kau sembunyikan dariku? Dasar Ran bodoh! Bagaimana aku bisa melupakanmu? Meskipun aku selalu dikelilingi banyak orang, seperti katamu, mereka memang tidak tulus menjadi sahabatku! Mereka selalu saja memanfaatkan kebaikanku. Ran juga, kau adalah sahabat pertamaku. Aku merasakan ketulusan Ran di hatiku,"

"Benarkah?"
"Tentu saja, jadi, sekarang ayo kita saling jujur, jangan ada lagi rahasia di antara kita! Ran, aku sangat menyayangimu!"
"He-eeehh?! Be-benarkahh?!"
"Hei bodoh, kenapa kau merona begitu? Tentu saja aku menyayangimu sebagai sehabatku, jangan anggap aku ini tidak normal ya?!"
"Huh, syukurlah, aku sudah ketakutan tadi. Aku juga sangat menyayangi Rika,"
"Dasar kau ini!"

"Jadi, apakah Rika memaafkanku?"
"Hmm, bagaimana ya, sepertinya aku belum bisa memafkanmu sekarang,"
"Loh, kenapa?"
"Sudah jelas kan? Kau sudah membuatku menderita karena sudah berpikir macam-macam tentangmu, sekarang kau harus membayarnya!"
"Oke, baiklah, apa yang bisa aku lakukan untukmu?"
"Teraktir aku mie ramen dan takoyaki dong!"
"Oke, ayo pergi,"

Persahabatan yang terputus selama setahun ini, akhirnya kembali menghangat. Seperti bunga sakura yang mekar dengan indahnya di musim semi, setelah melewati musim dingin yang membekukan. Aku dan Ran akan selalu menjadi sahabat, karena kami memberikan ketulusan yang sama besarnya. Bahkan setelah bermusuhan selama setahun tanpa alasan yang jelas, hal ini hanya membuat persahabatan kami semakin erat. Saling mengerti, saling jujur, selalu ada saat suka dan duka, membantu kita saat masa-masa sulit, itulah gunanya memiliki seorang sahabat. Jangan anggap pertengkaran sebagai akhir dari semuanya, tapi anggaplah pertengkaran sebagai ajang untuk introspeksi diri dan bumbu dalam kisah persahabatan.

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang