A Wind Of Change

1 2 0
                                    

Berjalan di bawah rintik-rintik hujan membuat Nafisa seperti menemukan hal yang baru. Tetesan hujan sore itu membasahi kerudung abu-abu yang dikenakannya. Bahkan tetesan hujan itu juga telah menembus jaket yang melekat di tubuhnya. Dirinya bisa merasakan rintik hujan jatuh pada kulit kepala dan kulit tubuhnya. Dingin. Dan menyejukkan.

Ternyata hujan tidak seburuk apa yang aku pikir, batinnya. Nafisa pun menyadari bahwa benar apa yang orang katakan jika hujan adalah shower terbesar alam yang menakjubkan. Sebenarnya dirinya tidak benar-benar membenci hujan. Karena menurutnya membenci hujan sama artinya membenci karunia Tuhan. Hanya saja, Nafisa sedikit tidak menyukai hujan karena dia memiliki kenangan buruk tentang hujan sewaktu kecil. Tapi hujan sore itu telah mengubah pikirannya.

Angin berhembus sejuk. Menelisik bulu kuduk Nafisa. Dingin. Bahkan jaket yang dikenakannya sudah tidak mampu menghangatkan tubuhnya.

"Apa setiap wanita muslim itu harus memakai hijab?" pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulut Alex yang memecah keheningan mereka berdua.
Nafisa menatap Alex yang berjalan di sampingnya. Terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari sosok pria bule seperti Alex.
"Apa pertanyaan ini salah?" tanya Alex yang melihat wajah Nafisa tidak percaya.
"Ahh bukan seperti itu. Hanya saja aku terkejut tiba-tiba kamu bertanya seperti itu. Apa hujan yang telah memberi inspirasi tentang pertanyaan ini?" Nafisa terkekeh jail dengan wajah serius Alex.
"Bukan hujan, tapi kamu", ucap Alex menatap gadis yang berjalan di sampingnya.
Kata-kata Alex membuat Nafisa berhenti sejenak. Menatapnya dalam hening. Tatapan mata Alex menyadarkan Nafisa bahwa pria ini membutuhkan jawaban yang tepat.

"Apa setiap wanita muslim itu harus memakai hijab? Maka jawabanku adalah iya. Hijab adalah kewajiban bagi kami, tidak hanya solat", jawab Nafisa tegas dan melanjutkan langkah kakinya.
"Apa kamu tidak merasa terkekang?" tanya Alex kembali dan menyamai langkah Nafisa.
"Haha tidak sama sekali. Berhijab adalah cara kami menjaga kehormatan kami sebagai wanita. Buktinya banyak perempuan-perempuan sukses di dunia ini yang berhijab. Dan aku juga masih bisa bekerja tanpa terkekang oleh apapun. Tetap berjalan di bawah hujan bersama kamu", Nafisa masih menjelaskan dengan hati-hati, karena dia tidak ingin Alex salah menangkap arti dari maksud dirinya.

"Sekarang aku yang balik bertanya, ini pertanyaan yang simple sih. Apa yang akan kamu pilih antara permen yang terbungkus atau permen yang tidak terbungkus jika kamu menemukan keduanya di lantai?" lanjut Nafisa.
"Tentu saja permen yang terbungkus. Anak kecil pun juga akan menjawab seperti itu. Tapi apa hubungannya permen dengan hijab?" ucap Alex dengan perasaan ingin tahunya tentang apa yang akan Nafisa jelaskan.
"Yep benar. Anak kecil pun juga akan menjawab demikian. Dan hubungannya adalah permen yang terbungkus itu aku analogikan sebagai wanita berhijab. Dan islam sangat menjunjung tinggi kehormatan wanita. Apa kamu paham maksudku?" jelas Nafisa yang memastikan bahwa Alex akan mengerti apa yang dirinya maksudkan.
"Ahh interessant", Alex menganggukkan kepalanya tanda bahwa dirinya paham maksud gadis itu.
Nafisa pun memandangi Alex. Dirinya benar-benar tidak mengerti kata yang baru saja Alex ucapkan. "Maksud kamu?"
"Ahh maksudnya kamu cerdas atau baik", Alex memberikan dua jempol dan juga senyum manisnya pada Nafisa.
"Ohh terimakasih", Nafisa segera mengalihkan tatapannya pada Alex, karena dia tahu semakin lama dia melihat senyum itu semakin bahaya baginya.

Angin sore itu semakin dingin. Dan hujan juga semakin deras. Nafisa pun merapatkan jaket yang dikenakannya. Tapi percuma. Jaket itu telah basah sebagian. Nafisa merasa kedinginan. Sangat dingin. Dan Alex menyadari hal itu.
"Ayo kita lari, hujannya semakin deras, dan perhatikan langkahmu", ajak Alex yang tiba-tiba menggenggam tangan Nafisa dan tangan yang lainnya berada di atas kepalanya.

Mereka pun berlari-lari kecil. Tapi ada sesuatu yang mengganjal benak Nafisa. Pria itu menggenggam tangan kanannya. Entah pria itu sadar atau tidak. Namun hal itu telah membuat Nafisa mendengar suara lain selain suara rintik hujan sore itu. Suara degup jantungnya. Suara yang membuat dirinya semakin takut. Nafisa tahu bahwa hal ini salah. Tidak seharusnya Alex melakukan hal itu. Dan tidak seharusnya pula Nafisa membiarkan hal itu.

Angin yang berhembus sore itu seperti saksi mereka berdua. Saksi yang akan mengatakan kepada Tuhan bahwa gadis itu telah melewati batasnya. Bersentuhan bahkan membiarkan tangannya terggenggam oleh pria yang tidak seharusnya.
Bahkan hujan sore itu adalah langkah awal perubahan yang akan terjadi dalam hidup Nafisa. Dan angin yang berhembus di antara mereka berdua adalah saksinya...

t

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang