Tetaplah Bersamaku (Part 3)

4 2 0
                                    

"Assalamualaikum." ucapku sembari mengayunkan tangan, membuka pintu. Betapa kagetnya aku saat mendapati ada Kak Danang beserta keluarga besarnya di sana. Ibu dan bapakku pun tersenyum kala menjemputku di depan pintu. Sempat terjadi kontak mata antara aku dan Kak Danang, namun tiba-tiba ibu menarikku lalu berkata, "Cepat mandi nduk, ganti baju. cepet." aneh, tak biasanya ibuku tergesa-gesa seperti itu. Meski sebenarnya hatiku telah menerka apa yang sedang terjadi, namun rasa tidak percaya menutup semua terkaanku. "Ayo nduk, cepet. Udah kedepan sana." sekarang jadi bapak yang panik, apa sebenarnya semua ini.

Ketika aku telah duduk di tengah kedua orangtuaku, aku menatap sekeliling dan berpikir tentang terkaanku tadi hingga tiba-tiba lamunanku buyar saat dengan bijaksana dan berwibawa Kak Danang berkata, "Bapak dan Ibu Mansur yang saya hormati, kedatangan kami sekeluarga kemari tak lain adalah dengan tujuan silaturahmi dan dengan sangat rendah hati kami sekeluarga juga hendak menyampaikan maksud untuk meminang putri Bapak dan Ibu Mansur yang bernama Nia Fikri Tsabitta. Mohon dengan keikhlasan hati Bapak dan Ibu Mansur kiranya menjawab maksud dan tujuan kami sekeluarga." saat itu tak kuasa ku menahan air mata haru, kaget dan bahagia berbaur menjadi satu.

"Kami sekeluarga mengucapkan selamat datang kepada Nak Danang sekeluarga, juga terima kasih atas maksud dan tujuan baiknya." Saat itu tangan bapak memegang erat tanganku, menunjukkan bahwa bapak tahu gejolak hatiku. "Kami, sebagai orangtua hanya akan memberikan pertimbangan kepada Nia, keputusan akhir tetap pada tangan Nia karena kami yakin, Nia sudah mengerti tentang apa yang harus ia putuskan." Bapak dan ibu mencoba mengenal lebih jauh Kak Danang beserta keluarga sedangkan aku sibuk dengan menjaga perasaan, pasrah kepada Allah atas apa yang sedang terjadi.

"Nia, bagaimana? Siapkah dengan jawabanmu hari ini nduk?" pertanyaan ibuku yang halus namun begitu membekas.
Sebelum sempat ku jawab, bapak membelaiku seraya berkata, "Tawakkal nduk."
"Bismillah, insya Allah saya siap dengan jawaban saya." seketika semua mata tertuju padaku pun juga kedua orangtuaku. "Bismillah, khitbah Kak Danang saya terima." di tengah kesyukuran kami, air mata ibuku menetes tanda bahagia. "Tapi saya mau Nia selesaikan dulu S2-nya."

Bukan aku yang meminta, justru Kak Danang yang ingatkan aku untuk menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu. Ya Allah terima kasih untuk segala limpahan karunia-Mu. Dan aku kembali ke Jogja berjangka waktu hingga wisuda, kemudian mengabdikan diri untukNya dalam ikatan yang halal. Insya Allah sekembalinya aku ke kota pelajar, ku bagi kebahagiaanku kepada sahabatku Nadine, ia pun merasakan apa yang saya rasakan.

"Iih, Alhamdulillah deh Ni.. aku ikut seeneng." Sambut Nadine setelah mendengarkan ceritaku.
"Iya, doain ya Dine.. semoga kuliahku cepet selesai terus pulang. Hehe."
"Aih, doain aku pula biar cepet nyusul."
"Saling doain deh pokoknya, udah yuk tidur.. besok harus ngampus kan."

Aku menjalani hari-hariku penuh semangat, berpacu dengan waktu demi cita-cita dan cinta. Ku pikir dengan jaminan khitbah Kak Danang padaku akan menjamin segalanya, tapi ternyata jalanku tak semudah apa yang ku bayangkan. Masalah demi masalah datang bertubi-tubi, mulai dari teman-teman yang datang menyampaikan maksud hati mereka padaku, padahal sebelumnya aku bukanlah mahasiswi idaman di kampus. Tak main-main, yang mendekatiku pun adalah top kampus seperti Kak Irwan, ketua senat, Kak Ilham ketua rohis, bahkan Pak Anwar, yang disebut sebut sebagai dosen termuda di UGM pun tak ketinggalan mendekatiku.

"Nia, aku boleh minta tolong?" Ungkap Kak irwan kepadaku, namun karena aku belum tau maksud hatinya kepadaku, aku pun menanggapinya dengan wajar.
"Iya, kak. Ada apa?"
"Ikut saya ke perpustakaan kota ya?"
"Sekarang?"
"Iya, sekarang."
"Baiklah."

Tak ada kecurigaan sedikit pun saat itu, karena aku pun sama seperti mahasiswa lainnya yang menaruh hormat kepada sosoknya yang berwibawa sebagai pimpinan senat tetapi yang terjadi sungguh di luar dugaanku, dengan lugas ia mengungkapkan isi hatinya padaku di tempat di mana teman-temanku sering berkumpul di sana, meskipun jawaban yang ku layangkan padanya adalah tidak, namun kabar burung beredar di seantero kampus bahkan sampai kepada Kak Danang.

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang