Aku Dan Lembaranku

3 2 0
                                    

Mentari menyibak kabut, cahayanya menerobos masuk ke celah-celah jendela. "Kring.. kring.. kring.." suara alarm membangunkanku dari mimpi indahku. Samar-samar aku lihat jarum jam. "Sial aku terlambat," batinku. Terdengar klakson mobil di depan rumah seolah menyuruhku bergegas.
"Kesiangan lagi?" Tanya Arya, pacarku.
"Iya aku semalam menyelesaikan tulisanku. Apa hari ini kamu kuliah pagi?" Tanyaku sambil meneliti tulisanku.
"Iya,"
"F*ck! banyak yang harus aku perbaiki!"
"Lia.. nanti malam kita makan di tempat biasa ya?"
"Iya." Jawabku seenaknya sambil terus berkutat dengan laptoku.

Semalaman aku menuangkan uneg-unegku. Seolah tergugah dengan tulisanku, aku beranjak ke tempat janjian, aku lupa lagi untuk kesekian kalinya. "Besok aku berangkat ke Amrik, beasiswaku telah keluar. Kamu tahu juga keluargaku tinggal di sana. Jadi, aku mau kita break dulu sementara. Aku ingin kita fokus dengan masa depan kita," Katanya saat aku tengah asyik makan. Aku menaruh sendokku dan menatap tajam. "Kau egois.." Aku marah dan pergi tanpa mendengarkan penjelasannya yang mungkin tambah menyakitiku.

Entah mengapa hidupku jadi labil. Aku mulai merok*k dan hangout. Dunia berubah menjadi kelam, ditambah dengan seringnya orangtuaku beradu mulut. Aku duduk termenung di meja belajarku. Secercah cahaya masuk dari celah kecil, aku membuka jendela kamarku lebar-lebar "Wushh.." angin bertiup kencang menerbangkan semua kertas-kertas di meja. "Arya.." Gumamku. Aku tersadar setelah melihat sekelilingku.

5 tahun kemudian. Seorang dosen masuk ke kelas, ya aku telah menyelesaikan satu persatu masalahku dengan baik.
"Hari ini kita menerima tamu istimewa dari lulusan Universitas California, yang akan memberikan pembekalan pada kesempatan kali ini, David Aryadinata,"
Aku terkejut dan setengah tidak percaya, dia berada di sini. Aku hanya terbengong menatapnya, hingga temanku menyenggol lenganku. "Dia bertanya padamu,"
"Apa kamu punya pertanyaan?" Dia mengulang lagi pertanyaannya.
"I.. iya. Apa kamu sudah.. sudah.. menikah?" Semua orang menatapku, dia tertunduk. Aku merasa hancur.

"Sebenarnya.. aku telah memiliki seorang yang akan aku nikahi.. sayangnya lima tahun yang lalu aku membuat kesalahan. Aku berharap dia masih mencintaiku.. karena sampai sekarang aku belum melupakannya."
"Apa itu aku?"
"Iya.."
"Apa ini sebuah lamaran?"
"Iya." Aku tersenyum menangis, dia satu-satunya orang yang paling berharga. Dia menuliskan lagi babak baru dalam lembaran hidupku.

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang