Ana Uhibbuki Fillah

9 1 0
                                        

Mungkin pertama kalinya seumur aku menjalani hidup, baru kulihat sosok seorang pria yang ku akui dia memang mempesona. Setiap kali aku melihatnya, aku merasa dia sosok yang sempurna di mataku, mungkin juga di mata Allah. Aku hanya bisa beristigfar untuk mengendalikan seluruh emosi hati yang kurasakan setiap dia terlihat di mataku.

Aku sangat menyukai alunan merdu suaranya saat dia membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Aku pun bersemangat saat adzan dikumandangkan melalui perantara suaranya, sangat indah. Kupikir panjang, dosakah aku selalu memikirkannya? Mengagumi keindahan yang dia miliki, karena Allah?

Senyumnya tak pernah terlepas dari wajahnya. Berpapasan dengannya, mendapat senyum yang hanya ditujukan padaku. Subhanallah, begitu bahagianya, sangat indah senyum simpulnya yang dia buat. Tak habis pikir dan tak ku sangka aku mulai menyukainya.

Tiga hari lagi akan ada acara di masjid, yang tentunya diorganisasikan oleh remaja masjid, termasuk aku dan Isman, ya itu namanya.

"Ananda! Kamu sedang apa?," panggil seorang temanku dan membuyarkan lamunanku.
"Tidak, ada apa Endah?," aku balik bertanya.
"Kamu ini melamun saja, apakah semua keperluan konsumsi sudah kamu bereskan?," tanyanya mengenai pekerjaanku.
"Sudah, aku tinggal menunggu dia memberi apa yang harus aku kerjakan kembali," jawabku menatap Isman.
"Ya sudah, aku kesana dulu ya," pamit Endah, aku hanya mengangguk dan kembali menatap Isman yang terlihat tegas sebagai Ketua Panitia Acara.

Pikirku, dari pada aku harus terus menatapnya, lebih baik aku berkesempatan menghampirinya dan menanyakan pekerjaanku selanjutnya. Aku pun segera memanggilnya dengan perasaan gugup. Tak tahu apa yang kurasa saat ini, semua beradu menjadi satu.

"Isman, permisi," panggilku gugup.
"Ya Nanda, ada apa?," tanyanya meresponku.
"Apa ada lagi pekerjaan yang bisa saya kerjakan?," tanyaku dengan memulai tujuanku.
"Oh.. tidak, saya lihat ukhti sudah banyak membantu, semua juga sedang istirahat menjelang dzuhur, lebih baik kita duduk di sini sembari memakan cemilan ini," ajak Isman padaku.

Aku pun mencoba menutupi senyumku yang kurasa kurang pantas dilihat olehnya.

"Silahkan dicoba," ucapnya menyuguhkanku sepiring kue-kue dan tersenyum memandangku.
"Iya, terimakasih," ucapku membalas senyumnya.

Ya Rabb, apakah ini? Salah aku bertingkah seperti ini? Dosakah? Jangan buat aku seperti ini.

Kami pun bercerita sedikit seraya memakan cemilan itu. Aku bagai berbicara dengan orang spesial dari Allah. Pria idaman setiap wanita saleha, ada pada dirinya.

"Hati-hati, jaga diri," ucap teman kami yang tiba-tiba lewat seraya mengingatkan kami.
"Oh ya, pasti Akhi," sahut Isman.
"Ya sudah, sudah masuk dzuhur, saya masuk masjid dulu ya, mau adzan," izinnya ramah memberi senyuman.
"Oh ya silahkan," balasku mempersilahkan dia beranjak dari duduknya dan membalas senyumnya.

Dia pun berjalan ke tempat wudhu untuk berwudhu dan akhirnya masuk ke dalam masjid untuk memulai mengumandangkan adzan yang sangat aku kagumi keindahan suaranya.

"Allahuakbar Allahuakbar.."

Ya Rabb, begitu indah suaranya sehingga membuat orang yang mendengarkan menyukainya, termasuk aku. Aku diam mematung di halaman depan pintu masjid seraya memandangi dia yang sedang adzan.

"Nanda, ayo kita masuk dan sholat berjamaah," ajak temanku.
"Eeh, oh ya ayoo," aku tersadar dari lamunanku dan mulai masuk ke dalam masjid.

"Allahuakbar Allahuakbarr,"

Seruan indah membuat aku membuka mataku, mencoba membenarkan posisi dudukku. Aku tahu suara indah itu miliknya, yang selalu membangunkanku untuk sekedar beribadah pagi. Sholat shubuh sudah ku jalani, aku segera bersiap menuju masjid untuk mempersiapkan acara yang sebelumnya sudah direncanakan jauh-jauh hari. Aku pun berpamitan pada Ummi dan Abi agar memberi restu supaya acara berjalan dengan lancar. Ummi dan Abi pun berkata akan datang ke acara di masjid pagi ini. Aku menyusuri jalan menuju masjid, yang tak ku sangka aku bertemu dengannya di jalan.

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang