Ketika Hidayah Melambaikan Cinta

27 3 0
                                    

Kicau burung merpati mulai terdengar ditelingaku. Tak sedikitpun aku bergerak dari tempatku berbaring. Tubuhku bagaikan terpaku di atas tempat tidurku. Namun suara adzan yang berkumandang membuatku terpaksa bangun. Walaupun dalam benakku seberkas duka masih menyayat hatiku yang melemahkan sanubariku untuk menjalani hari di atas panggung hidup yang kejam. Ya, dunia ini memang kurasa sangat kejam, sejak kepergian kedua orangtuaku. Tuhan tak pernah adil padaku. Garis hidupku selalu dipenuhi dengan kenyataan yang berat untuk aku jalani. Sudah seminggu aku pindah di malang, tinggal di kostan kecil yang bagiku sangat membosankan. Sejauh ini semangatku tak juga bangkit, rasa malas hidup selalu mewarnai hari-hariku. Aku tersentak dari lamunanku, ketika kulihat jam menunjukkan pukul 7.00 pagi. Padahal pukul 7.30 aku harus sekolah, sejujurnya ingin rasanya aku berhenti sekolah, namun abangku bersikeras memaksaku, padahal aku sendiri belum tahu harus membiayai sekolah dengan uang darimana.

Suasana kelas sudah ramai, bersyukurlah aku tidak terlambat hari ini. Dalam benakku sama sekali tak berkeinginan untuk bertegursapa dengan teman yang lain.
Tiba – tiba pandanganku tertuju pada sesosok laki-laki berpeci hitam yang baru datang.
"Weh, ni orang apa salah kelas ya, inikan sekolah, bukan masjid" pikirku dalam hati.
Aku terus perhatikan laki-laki ini, wajahnya bersih, dan ketika datang ia bersalaman dengan teman laki-laki yang lain kemudian langsung duduk dan membaca buku. Sepertinya tak berniat sama sekali untuk menoleh ke arah pelajar putri yang lain, tak seperti laki-laki pada umumnya. Pendatang dari mana dia tingkahnya aneh? Detikku dalam hati. Aku sedikit risih dan tidak menyukai orang-orang yang terlalu polos seperti Si pendiam ini. Menurutku orang-orang seperti ini munafik, pendiam tapi ternyata kurang ajar, seperti teman-temanku di Bali. Mereka tampak pendiam, ternyata suka main perempuan juga.
Hari ini Bu Marwati memberikan tugas bahasa, tampaknya aku satu kelompok dengan laki-laki aneh itu.
"Sepertinya kita tidak bisa menyelesaikan tugas ini sekarang. Nanti pukul 3 sore kita berkumpul di perpustakaan, kita bagi tugas agar lebih mudah kalian bisa kan?"
Tanya Andi membuka percakapan,
"Ya, kalau pukul 3 aku bisa tapi maaf agak terlambat nanti, karena rumahku dari sekolah jauh" jawab Asrar. Sementara aku dan Si pendiam itu hanya diam. Aku belum lagi mendengar suaranya
"Fahri , kau bisa kan?"
Oh ternyata nama pendiam itu Fahri, pkirku dalam hati
"Ya insya Allah" jawabnya singkat dengan sedikit senyum mengembang dari bibirnya.

Siang itu,aku tertidur sangat lelap. Aku terlupa kalau hari ini aku ada tugas dengan teman-teman disekolah.
"Assalamualaikum, fitriya.."
Sapa suara lembut dari ambang pintu. Aku tersentak kaget, dengan keadaan yang masih berantakan aku membuka pintu. Asrar kaget melihatku yang masih berantakan.
"Ya Allah fit, kamu belum siap lagi,, kita sudah terlambat ni,, teman-teman pasti sudah menunggu !"
Kata Asrar sedikit panik. Namun akhirnya dia tersenyum dan melanjutkan bicaranya
"Ya sudah kamu bersiap-siap dululah,, biar aku sms Andi, izin kalu kita terlambat sedikit, dia pasti maklum" Ujarnya tenang.Aku jadi merasa bersalah dan segera mandi, kemudian sholat ashar dengan kecepatan tinggi sekedar untuk mengguugurkan kewajibanku. Dengan kemeja dan celana jinsku aku bergegas keluar menghampiri Asrar. Ia agak tetegun melihat penampilanku. Mungkin dia agak risih, karena aku berbeda jauh dengannya yang menggunakan jilbab panjang dan pakaian yang sangat sopan. Penampilannya yang seperti ustazah bagiku sangat kuno. Namun tanpa komentar apapapun kami segera meluncur ke sekolah.
Aku tetegun sedikit melihat Fahri yang sudah sibuk menulis.
"Assalamualaikum, maaf kami terlambat" kata Asrar
"Lama berdandan ya? " tanya Andi menatap kami sinis. Kami hanya tersenyum menyadari kesalahan kami. Kesalahan aku sebenarnya.

Selama diskusi, aku lumayan banyak memberikan pendapat, karena kebetulan sastra adalah pelajaran kesukaanku. Aku sedikit tertatrik pada Fahri, semua pendapatnya begitu bagus, cara penyampaiannya juga sangat sopan dan tenang. Tak seperti yang aku pikirkan, orang pendiam bukan berarti polos dan bodoh. Benarlah kata orang, jangan memandang seseorang hanya dari penampilannya saja.

CERPEN (AND)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang