"Perasaan ini.. rasanya tidak akan pernah berubah, sampai kapan pun."
Namaku Azka Amrina Natalia. Aku tidak tahu, alasan apa aku hidup di dunia ini. Aku tidak memiliki kesukaan yang berlebihan terhadap sesuatu, ataupun rencana untuk masa depan. Tapi tiga tahun ini, aku selalu memperhatikannya. Bagaimana cara ia berbicara, tersenyum, tertawa, bahkan ketika marah pun dia terlihat sangat sempurna di mata ini. Melihatnya saja, mungkin sudah cukup untukku. Mungkin.
Hari ini, aku dan sahabat-sahabatku berjalan melewati tempat nongkrongnya seperti biasa. Mataku, aku tidak bisa melihat matanya secara langsung. Tidak bisa ku bayangkan ketika mata kami akan saling bertatapan. Aku hanya menunduk melewatinya untuk menuju tempat duduk di seberang jalan.
"Fa!" Panggil seorang laki-laki hitam memakai sepeda. Seorang laki-laki berkulit putih yang tengah mengayuh sepedanya pun berhenti dan melihat laki-laki berkulit hitam itu.
"Hey, Ki." Seketika, senyum di wajah laki-laki itu mengembang.DEG!!
Jantungku mulai berdegup sangat kencang. Aku tidak bisa menahan pandanganku lagi. Kini, aku melihatnya, melihat senyum manisnya. Untuk sesaat, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku padanya, sekali pun seorang gadis kini menghampiri laki-laki itu.
"Woy!!" Aku tersentak kaget mendengar suara tepat di telingaku. 2 orang perempuan di dekatku mulai terkekeh kecil. Mereka berdua adalah sahabatku, Eyi dan Nisa.
"Apa?" Tanyaku, masih terlihat malu.
"Lihatin Fathan terus dari tadi." Ujar Nisa, perempuan berkulit cokelat.
"Nggak, siapa yang ngelihat dia." Elakku.
"Kasihan banget kamu Ka, lihat tuh dia lagi sama pacarnya." Timbal Eyi, perempuan berkulit sawo matang. Seketika, pandanganku kembali tertuju pada Fathan, laki-laki yang sudah 3 tahun ini aku sukai. Memang benar, dia sekarang sedang tertawa bahagia bersama seorang perempuan berkulit hitam manis, Fiana.Mungkin, aku hanyalah perempuan bodoh yang masih menyukainya sampai saat ini sekali pun ia sudah mempunyai pacar. Pacarnya tidak cantik, aku berani bertaruh. Hanya saja, ia terkenal di antara banyak laki-laki dan yang paling penting dia hidup dalam keluarga berada.
"Udah, let it go, Ka." Lanjut, Eyi.
"Percuma, Yi. Nggak bisa."
"Apa susahnya sih?" Timbal Nisa.
"Jangan sok deh, Nis. Kamu bisa nggak lupain Rafa?"Sebenarnya, kami bertiga memiliki kisah yang cukup mirip. Letak persamaannya, orang yang kami sukai tidak pernah menyukai kami dan bagaimana pun keadaannya, sangat sulit untuk melupakan orang yang kami sukai. Ya, karena kami tidaklah seperti mereka, kebanyakan cewek-cewek manja. Kami adalah cewek-cewek yang kuat, kuat disakiti. Tidak peduli apa pun itu, menyukai seseorang haruslah orang yang pantas untuk susah dilupakan.
"Dear, Fathan.
Apa kamu bahagia? Ya, tentu saja kamu bahagia. Kalau aku bilang aku bahagia melihatmu bahagia dengannya, itu adalah kebohongan besar. Dan kebohonganku selama ini yang dengan pura-pura tidak melihatmu, yang pura-pura tidak pernah mengenalmu. Aku hanya seorang yang sangat malu untuk dekat denganmu.""Aku malu jika nanti aku terlalu jelek untuk bersanding denganmu, tapi ternyata tidak ku sangka. Ternyata pacarmu yang sekarang lebih jelek daripada aku. Sahabat anehku mengatakan hal itu. Apa pun itu, rasanya perasaan ini tidak akan bisa terhapus begitu saja. Sampai sekarang, aku masih memiliki perasaan sialan ini."
Jangan lupa vote dan komen
makasih dah baca
