1

23K 669 30
                                    

Play list | Loco ft Crush Hold Me Tight.

Jakarta, 27 agustus 2015

Disinilah aku, berdiri didepan sekolah baru, kelas baru dan pastinya teman baru. Aku menatap wajah-wajah teman yang akan menjadi teman baruku, kalo mereka mau berteman sama anak orang kismen sepertiku, kenalkan..

"Namaku Yaya Viola, murid pindahan dari bandung, sekolah di Sma Harapan. Senang bertemu dengan kalian." Aku memperkenalkan diriku, layaknya anak esde yang baru pertama kali ngeliat orang banyak. Gugup sekaligus takut, mereka ga suka denganku. Dinilai dari penampilanku, uda bisa dipastikan aku ini termasuk kedalam golongan manusia kamseupayyy.

"Kenapa pindah?" tanya seorang siswi natap jijik, jijay gitu kearahku. Aku menghela nafas sebelum menjawab pertanyaannya. Bukan karna dia menatap aku kayak liat eek kuda, cuma karna aku malas jawab pertanyaan ini. Pertanyaan keramat, yang siapa aja bakal menjerit jablay kejepit pintu.

"Usaha ibuku bangkrut, jadi kami pindah untuk mengembangkan usaha baru." Jawabku asal, apa adanya. Padahal bukan itu tujuan aku dan ibuku, Rafta, itulah nama ibuku, wanita kelahiran asli Jakarta, wajahnya yang sangat betiful ngalahin Nikita ga jadi-jadian. Alias Nikita Mirzani. Yang kabar angin, kabar burung, pernah jadi pemeran 21+ makanya waktu aku jalan berdamping dengan ibu tiriku itu, banyak yang ngira aku ini babu, alias pembokat ibuku. Sadis emang, tapi inilah takdir, yang tak bisa aku tolak.

"Usaha apa?" kali ini gadis yang bajunya ketat, seketat satpol pp, ngerajia hati yang disakiti. Ewhh?

"Ga besar, cuma dagang gorengan." Jawabku singkat, cuma bohong sih. Mereka malah tertawa ngakak. Aku aja kalo diposisi mereka nih ya, uda ngejitak kepala orang yang diposisiku saat ini. Hello mikir dong, masa iya jauh-jauh dari Bandung- Jakarta cuma mau bangun usaha gorengan.

Sebenarnya sih, kepindahan kami ke Jakarta, karna ibuku yang minjam uang sama pemilik ladang tempat ibuku kerja, maklumlah orang susah, pasti ga jauh jauh sama ngutang bayar lama. Tapi, yakali aku jawab gitu sama teman baruku, kalo mereka mau berteman sih sama anak kampung sepertiku, mereka pasti ngakak mampus ngetawain aku kalo nyeritain kisah sad ku waktu dikampung. Mikir juga dong, kalau ngelucu. Iyakan?

"Kalo gitu kamu boleh duduk." Wali kelas baruku yang tampak usianya masih 29an gitu nyuruh aku duduk, beliau ngelirik kanan kiri, aku juga ikutan ngelirik kesana kemari, sampe mataku tertuju kearah cowok yang sibuk sendiri sama ponselnya. Seakan akan kehadiran teman baru ga penting baginya. Sadis.

"Gemma, bangku disampingmu itu kosongkan?" tanya beliau sama cowok yang lagi ngakak bareng cewek yang sibuk ngerapiin poninya yang mungkin kena tiup angin.

"Ga pak, disini ridki, dia sakit." Jawab tu cowok ga ada sopan sopannya, masa jawabnya pake mendengus plus muka ga senang, kayak cari masalah. Padahal yang nanya dia guru loh. Dasar anak jaman +628899.

"Kalo bangku dibelakang kamu Rere?" tanya beliau lagi, kali ini beliau nanya gadis yang rambutnya agak kecoklatan, kulit putih kayak bengkoang, pokoknya cantik sangat.

"Ini pak, kosong." Jawab dia nepuk nepuk meja dibelakangnya.

"Kamu boleh duduk disana." Beliau nunjuk meja yang tadi ditepuk gadis cantik itu, aku melirik sekilas kesamping meja itu, cowok yang sibuk ngotak ngatik hp nya itu teman sebangkuku. Cuma ada jarak sekitar satu meterlah. Muat buat orang lewat.

"Hai!" sapa gadis yang cantiknya bikin aku ngelus dada itu, nyapa hangat diri ini yang bulug, mirip itik yang kecebur got. Aku yang baru aja mendaratkan pantatku dibangku itu, buru buru mengeluarkan buku tulisku tentunya setelah membalas sapaan gadis cantik itu ala ala kadarnya.

"Namaku Rere." aku uda tau si, tadikan pak guru berusia 29an itu nyebut nama dia. Tapi, aku mengiyakan juga basa basinya.

"Aku Yaya." Balasku singkat.

"Kamu sekolah di Sma Harapan Bandung ya?"

Tunggu, bukannya aku tadi uda menjelaskan secara jelas asal usulku, apa kurang jelas ye?

"Iya." Akhirnya aku jawab juga basa basi Rere. Tapi menurut insting perempuanku, dia kayak mau ngajak aku berteman. Aku ga boleh sok ketus, masa karna di Bandung dihina di-bully aku balasnya sama orang yang ramah samaku.

"Kenal James ga?" tanyanya lagi.

James?

James Derlan?

"Ga." Jawabku singkat, aku ga kenal James yang mana yang Rere maksud. Bisa aja kakak senior ku dulu, ketua basket, yang pacaran sama Dian teman sekelasku, atau James Derlan yang tempat kami menanam utang yang sampe sekarang ga kami bayar bayar. Lebih tepatnya ibuku tiriku, aku mau marah sama ibu tiriku, masa ngutang sebanyak tiga ratus juta. Ternyata uang itu untuk pengobatan dan uang pemakaman papaku, yang meninggalkan putrinya seorang diri di planet bumi ini.

"Kirain kenal, soalnya dia itu nembak aku, karna nyaman aku nerima gitu. Hhe ga masuk diakal kan?" cengirnya pamer giginya yang uda cucok jadi iklaan close up odol ijo yang enak kalo di lengket digigi. Sori aku kelewat norak.

"Nanti kita ngobrol lagi ya." Pintanya memelas, memasang senyum yang bikin cowok yang lirik terpesona. Aku cuma mengiyakan ucapannya yang sama sekali ga masuk keutak ku.

__________________________________

__________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yaya Viola.

TANGISAN YAYA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang