62

2.1K 80 11
                                    

Semua murid BIOLOGIA1 mendengar puisi Jojo yang dibacakan oleh cowok itu, termasuk Yaya yang sedari tadi memikirkan cara agar ia tak bertemu Hana, wanita yang juga konsentrasi pada puisi Jojo, ia tak mau bertemu ibu..gurunya itu..ia tak mau menangis lagi, lagi, dan lagi didepan wanita itu. Cukup hatinya saja yang terluka, dan ia tak mau semakin memperdalam lukanya lagi.

Ada yang aneh, aku melihat sesuatu mengalir dari matamu,
Kau menangis, karenaku..
Maaf tak bisa membalas rasamu..
Ini pertama kalinya bagiku
Tak kusangka kita bisa bertemu,
Mungkin kita berbeda, akulah disini pangerannya, dan kau gadis buruk rupa
Takdir begitu jahat mempertemukan kita

Aku menolak semua rasamu..
Aku membenci semua tentangmu..hadirmu, senyummu..
Aku ingin melupakan semua itu,
Itulah aturannya yang harus kuterima,
Karena dunia kita berbeda

Kuperintahkan untuk menghilang,
Kuperintah untuk pergi selamanya.

Kekasih.

Tepuk tangan mengisi ruang kelas mereka, setelah puisi Jojo berakhir sesuai judulnya kekasih, Yaya ga seheboh anak anak cewek dikelasnya, ada yang cekikikan, ada yg bisik sana sini, sampe sampe anak cowok disampingnya pada buat jari telunjuk miring didepan kening mereka melihat tingkah cewek disampingnya. Jujur saja, dia sama sekali ga mudeng sama puisi Jojo, yang jelas cowok itu ada nyebut kekasih.

"Yaya Viola!" suara yang paling dia benci, memanggil namanya, kini giliran Yaya yang maju kedepan. Yaya berjalan malas dengan kertas ditangannya. Untunglah dia masih ingat pr yang diberikan ibu..gurunya itu, lagian dua hari yang lalu dia diperingati mengerjakan prnya. Dengan diiming iming, jangan dapat peringkat terburuk sepanjang sejarah. Persetanlah.

" kehilangan

Pagi ini aku tak melihatnya lagi, aku kehilangan jejaknya, ayah bilang..lupakan saja..
Aku hanya menangis,

Bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu?
Sama sekali tak terpikirkan oleh hati akan hidup sebatang kara..

dan bagaimana rasanya kehilangan seorang ayah?
Aku seperti manusia bodoh, tak punya siapa siapa, tak punya kemewahan,
Siapa yang akan memeluk tubuh ini nantinya..

Mereka selalu menghiburku dengan kalimat kasar,
Mereka selalu menertawakan air mataku,
Akuu...benar benar kehilangan arah,

Bukankah lebih menarik dongeng bawang putih?
Bukankah menarik kisah Cinderella?
Tapi mengapa mereka lebih tertarik menghina diri ini,

Kini, aku sudah tak menangis lagi,
Aku juga masih tak bisa tersenyum,
Aku hanya bisa meratapi kehidupan esokku.

Aku ingin dipeluk ayah, dan ibu lagi.

Hanya beberapa tepuk tangan yang ia dengar dari teman sekelasnya. Yaya hendak duduk kebangkunya,

"Puisimu bagus." Puji gurunya, ada senyum dibibir gurunya itu. Yaya membuang wajahnya kearah lain.

Dia ga perlu pujian, cukup tuntaskan saja nilainya. Lagian dia ga butuh pujian dari wanita itu.

Yaya melangkah kebangkunya, ia sempat melirik bangku Bian, cowok itu menatap dingin kearahnya. Yaya ga tau kenapa Bian menatapnya dengan dingin.

"Puisimu bagus!" Rere langsung menyambutnya dengan memberikan kedua jempol gadis itu ke udara. Yaya tersenyum manis, ga tau manis atau enggak. Yang penting senyum, manis enggaknya tergantung orang yang liat. Kalau misalnya Vivi yang liat mungkin kayak gimana gitu kali ya?

"Makasih." Balas Yaya duduk dibangku miliknya.

"Tapi kok kau bahas ibumu? itu ga ngopy google kan?" tanya Rere memutar tubuhnya kebelakang, agar mereka leluasa berbicara.

"Ga, aku nulis sendiri, emang ada yang ga jelas ya?" tanya Yaya dengan nada lumayan ga senang. Sejak kapan dia search google coba? Hp aja kagak punya. Maklum orang miskin, dulu emang dia punya hp, nokia yang masih bisa denger musik. Sekarang uda ga ada lagi itu hp, uda dijual beli beras sama ibu tirinya.

"Kita makan apa bang?" tanya Rafta yang duduk dikursi yang bahannya terbuat dari rotan.

"Kita puasa aja dulu, aku belum gajian-"

"Aku ga bisa, dari pagi belum makan, puasa gimana? mikir dong, aku tuh butuh asupan gizi, kau sama anakmu aja yang puasa. Mungkin kalian uda biasa ga makan seharian-"

"Yaya juga anakmu-"

"Anak mana yang bilangin ibunya jalang-"

"Dia ga mungkin bicara kasar kayak gitu, jangan ngada ngada, dia itu anak baik,"

"Anak baik? baik darinya anak itu-"

"Dia punya nama, jangan pernah sekali lagi menyebut Yaya dengan kata anak itu-"

"Belain aja terus, capek ngomong sama anak bapak, ga jelas!"

Yaya baru saja keluar dari dalam kamarnya, dia uda dengar semua pertengkaran ayah kandung vs ibu tirinya itu sedari tadi, cuma dia malas keluar, tapi karna guru lesnya menelpon, terpaksa dia keluar, uda ditungguin dihalaman rumah, mau minta uang les, uda dua bulan ga dibayar. Uda berhenti seminggu yang lalu juga, di ikhlasin aja kenapa!

"Kebetulan anakku yang kurang ajar keluar-"

"Jangan mulai Rafta!"

"Belain aja, biar makin suka suka dia dirumah ini!"

"Rafta-"

"Itu ada hp dia, jual aja, kita ga makan dia enak enak main hp." Ibunya menunjuk ponsel jadulnya yang dia genggam ditangan kanannya.

Yaya menoleh kearah hp nya, dia melirik sinis ibunya lagi,

"Ga mau!"

"Kau mau ga makan seharian hah?"

"Ini barangku satu satunya, enak aja mau dijual, ga bisa, ayah gimana sih, masa mau jual hp ku, ga pokoknya enggak-"

"Paksa dijual bang, aku ga mau kita mati kelaparan, bisa bisa rumah ini dikerubungi tetangga karna dengar kabar kita mati kelaparan-"

"Ga mau!! ayah bilang sama dia, aku ga mau jual hp ku!! ini barangku satu satunya ya, mikir dong-"

"YAYA!!" bentak ayahnya bangkit dari kursi yang pria itu duduki, Yaya terlonjak kaget ditempatnya, begitu juga ibu tirinya itu, tapi senyum manis langsung merekah dibibirnya yang dilapisi lipstik.

"Apa?! ayah mau ngusir aku lagi? dengar ya, yah, aku juga capek tinggal disini, aku capek yah, dimarahin mulu, disalahin mulu, aku anak kandung ayah, tapi kenapa ayah hanya mendengar dia aja, aku muak tau ga liat keluarga ini-"

"Taruh hp mu diatas meja, temui mr. Lee, beliau uda nungguin dari tadi, biar sebagian dari uang hp itu bisa nyicil uang les, ayah juga mau kau ikut les lagi-"

"Ga mau, ayah tega ya jual hp ini, ini satu-"

"TARUH HP ITU YAYA!!" bentak ayahnya lantang, tatapan tajam ayahnya menghunus sampe ke ulu hati Yaya. Yaya mengepalkan tangannya, tangannya meremas hp yang ia genggam, tapi toh dia masih mau menuruti perintah ayahnya itu. Yaya meletakan hp nya diatas meja yang terletak tepat dihadapan Rafta, matanya membalas senyum kemenangan Ibu tirinya itu dengan dingin.

"Biar aku yang jual, temanku ada yang nyari hp, siapa tau dia mau bernegosiasi sama harganya." Rafta mengambil hp miliknya dengan tersenyum cerah.

TANGISAN YAYA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang