Yaya menghapus kasar air matanya yang masih saja mengalir deras ke pipinya. Ia ga sanggup menahan sakit hatinya, padahal ia sudah berkorban untuk kelompoknya. Ia bekerja sangat keras. Tapi apa yang dia dapat? dipermalukan?
benar, dari dulu sampe sekarang kerja kelompok selalu saja menohok hatinya. Ia benar benar terluka, dulu, James yang memperlakukannya, sekarang? tetangganya. Bukankah ini jauh lebih menyakitkan. Dia harus pulang tengah malam, dia harus keluarin uang untuk ongkos, dia harus menghapal banyak materi, dia menuruti kemauan anggota kelompoknya itu. Nyatanya, mereka ga beda jauh sama James. Sama sama brengsek!!"Saya satu kelompok dengan mereka pak, Vivi, kenapa kau ga nulis namaku?" tanya Yaya menatap kearah Vivi, ia mengangkat kertas yang digenggamannya keatas, kearah Vivi. Vivi mengangkat bahunya acuh, Yaya melihat senyum sinis gadis itu. Hal itu membuat mata Yaya memanas. Apa apaan ini!!
"Cho, tolong jelasin, kita sekelompok kan?" tanya Yaya memelas, ia ga bisa ditendang dengan cara seperti ini, ini namanya mempermalukan dirinya didepan umum. Benar benar brengsek mereka semua!!
"Kau belajar bersama mereka?" tanya pak Herman memastikan.
"Iya pak, saya mendatangi mereka ke perpustakaan, Vivi yang milih tempatnya."
"Benar begitu Vivi?" tanya pak Herman menoleh kearah Vivi. Yaya juga menatap cewek itu, dengan tidak sabaran, akan jawaban Vivi.
"Ga, saya ga milih tempatnya pak, Jojo yang nentukan tempatnya." Jawab Vivi menunjuk Jojo. Jojo yang berdiri disamping Chiko tampak biasa biasa saja. Sialan.
Apa maksudnya Jojo yang milih tempatnya? kok bisa coba? apa lagi ini?
"Benar begitu Jo?" kali ini pak Herman bertanya kepada Jojo. Please, siapapun, tolonglah punya hati, dan perasaan. Please.
"Iya pak. Tapi kami bertiga saja."
Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini.
"Enggak pak, kami berempat, kemarin bapak bagikan nama kelompoknya, saya masih catat karna bapak suruh catat nama kelompoknya."
"Masih ada samamu catatannya?" tanya pak Herman memasukan tangannya ke dalam saku celananya.
Yaya sedikit berlari menuju bangkunya, matanya melirik sekilas kearah bangku Bian, cowok itu menatap dingin kearah depan kelas. Yaya ga terlalu memperdulikan hal itu, sekarang yang paling penting dari segalanya adalah nilainya. Dia ga mau kerja kerasnya ga membuahkan hasil, dia uda berkorban besar untuk kerja kelompok ini. Dia uda bekerja keras!!! kenapa hasilnya malah menyakitkan.
"Ini pak, bapak menyebutkan Chiko, Jojo, Vivi, satu kelompok saya. Saya ga bohong pak, saya datang ke perpustakaan menemui mereka bertiga."
"Ga, dia emang datang ke perpustakaan, kami juga ketemu saja dia pak, dia cuma minjam novel aja."
Hah? minjam novel? ga salah ni si VIVI ngomong barusan, dia aja ga jadi minjam karna ga punya kartu. Vivi tega banget ya bohong. Dia emang ada niat mau minjam, tapi kan dia datang alasannya karna kerja kelompok. Yakali, dia ngabisin uang untuk ongkos, cuma mau minjam novel. Dia ga segila itu.
"Siapa dari kalian yang bisa bapak percaya, kenapa kalian menjawab hal yang berbeda beda. Siapa ketua kelompok ini?"
"Vivi pak," itu Yaya yang jawab. Sumpah, dia ga sanggup diginiin. Mereka kok mojokkan dia, Jojo sama Chiko juga, kenapa diam aja. Apa sebenarnya yang mereka rencanakan.
"Vivi, jawab jujur, benar Yaya satu kelompok kalian?" tanya pak Herman kepada Vivi, kenapa harus nanya Vivi, kenapa ga nanya ke dia?!!!
"Yaya ga satu kelompok kami pak."
"Benar begitu Jo?"
"Benar."
Hah??!!
"Jadi, Yaya siapa sebenarnya sstu kelompok mu?" tanya pak Herman setelah Jojo menjawab hal singkat tadi. Bagus!!! kerja sama yang bagus. Kenapa dari awal mereka ga ngusir dia. Kenapa baru sekarang? mereka bertiga pikir ini lucu?!!!
"Saya ga tau pak. Saya lupa." Yaya berjalan kebangkunya, ia meletakan kertas yang diberikan pak Herman kepadanya tadi diatas meja gurunya itu. Tangannya meremas kuat buku catatannya. Yaya berjanji akan menampar pipi bajingan Jojo. Cowok ga ada hati itu emang...emang benar benar bajingan!!! dari awal seharusnya, ia ga bersiap bodoh, dari awal seharusnya ia bertanya, sudikah anak konglomerat seperti mereka satu kelompok dengan anak kampung, seharusnya dia mengundurkan diri dari awal, seharusnya...ini ga pernah terjadi.
Yaya melihat Jojo yang baru saja keluar dari kelas les matematika, dari tadi dia uda nungguin cowok itu, bukan mau caper, ga ada niatan sama sekali. Dia mau menepati janjinya, menampar wajah si sialan Jojo.
Yaya sampe harus ngumpat di WC, biar Bian ga ngajak dia pulang bareng, biarlah uangnya habis untuk ongkos pulang. Mulai sekarang dia mau menolak orang orang yang pura pura baik. Contohnya sosok iblis yang berjalan kearahnya. Maksudnya kearah parkiran, dimana Yaya berdiri nungguin cowok sialan itu. Tangannya uda gatel pengen nampar wajah Jojo. Sampe ketampanan yang sering dijadikan tema anak cewek dikelasnya, hilang, dimakan tamparan panasnya nanti. Yaya berdecih kesal, ia menarik ingus nya kasar. Menghapus air matanya yang masih terus mengalir. Kok dia masih nangis sihh, jadi teringat mulu sama kejadian dibandung.
Yaya melihat Jojo yang berjalan kearah bagian kanan basement parkiran, bukan dimana dia berdiri. Kesimpulannga mobil yang disamping kirinya bukan mobil Jojo. Yaya berjalan kearah mobil cowok itu, Yaya ga tau yang mana, tapi dia ngikutin Jojo yang jalan kearah mobinya. Tangan Jojo sudah mencapai pintu mobilnya.
"J-jojo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGISAN YAYA [COMPLETED]
Teen FictionMengandung banyak bahasa kasar! [ BELIM REVISI ] Yaya gadis kelahiran asli Bandung.18 tahun sudah pengalaman pahit selalu menemaninya. Tak pernah sekalipun ada seseorang yang benar benar tulus mencintainya. "Jalang!" "Anak bodoh!!" "Kau tak pantas...