21

2.7K 137 3
                                    

Yaya sedari tadi hanya melirik kearah Bian yang sedang menjemur pakaiannya di loteng, saudara tirinya itu hanya mengenakan celana jeans selutut tanpa atasan. Mantap ga tuh, untung aja yang serumah sama dia gadis polos, baik, rajin, lah coba kalau tadi cewek genit, dahlah gatau dah ceritanya. Mungkin aja uda terjadi adegan drakor dirumah.

"Dari tadi ngeliatin aku mulu, awas jatuh tu liur." Bian uda berdiri didepannya dengan jarak satu meter.

Yaya memegang sudut bibirnya, iler apaan?!!! ga mungkin. Dia tuh ori masih polos, asal mula dari desa. Masih ragu juga?

"Mami uda bangun?" tanya Bian melewatinya dengan menjinjing ember bekas pakaiannya.

"Belum, bentar lagi mungkin."

"Mami emang biasa pulang larut kek semalam?" tanyanya sambil jalan. Oalah, ga sopan banget ya saudara tirinya ini, ngomong malah ninggalin, gimana mau nanggapin coba?! Emang cogan gitu banget ya?!!

"Ga," terpaksa Yaya mengikuti langkah Bian, bukan mau liatin tubuh dia yang ga pakai atasan ya, enggak, sama sekali enggak. Bian menyimpan ember didalam WC, setelah itu ia menghadap kearah Yaya. Mau apa ni? kek yang didrakor?

"Mau masak apa hari ini?" tanya Bian mencari cari sesuatu di kulkas yang disamping Yaya. Duh mas pake baju ngapa sana, sengaja banget ya goda goda orang. Sorry sorry banget ni ya, Yaya ga bakal tergod-

"Aww sorry..."

Yaya melototkan lebar kedua bola matanya, apa ini? apa? Kenapa bisa Bian menariknya kedalam pelukan cowok itu, tangan Yaya yang berada di dada cowok itu seketika lemas, kek ga ada tulangnya. Yaya menjauhkan diri dari Bian. Apaan tadi itu, kenapa Si Bian bisa meluk dia coba?

"Sorry banget, aku ga sengaja, lantainya licin banget, jadi..aku narik kau tadi, buat jadi topangan biar ga jatuh, maaf yaa, ga marah kan?"

Halah sengaja banget tadi keknya. Tapi emang benar sih lantainya licin, dia kan baru ngepel tadi pagi, tapi jangan bikin adegan kek tadi dong, plis, dia ga mau ya matanya tangannya rusak karna si Bian gigi pagar. Apa lagi kalau ingat ancaman ibunya yang mau menjualnya. Dia jijik banget, bayangin hal vulgar.. Pokoknya Yaya ga mau dekat dekat sama cowok.  Apa lagi cowok itu anak ibunya, bisa aja kan ibunya ngasut anak kandungnya dekatin dia, biar dia rela dijual tanpa repot repot menariknya, memaksanya, memukulnya, sadis emang.

"Ga papa, lantainya emang licin kok."

"Ga marah kan?"

Dibilang enggak.

"Enggak kok, dari pada tadi jatuh, terus mati di tempat!!"

Jelas banget ga sukanya.

"Haha, ga lah, paling paling juga cuma sekarat," respon Bian tertawa renyah. Manisnya. Yaya menggelengkan pelan kepalanya.

"Mau masak apa ni?" tanya Bian menutup pintu kulkas. Plis jangan jatuh lagi, jangan sengaja lagi, jangan. Plis, ini manusia bukan malaikat, jadi kalau liat liat roti sobek ga mungkin bisa nahan ga megang, icip icip...astaga, mikir apa sih Yaya.

"Terserah." Jawab Yaya singkat.

"Mau aku bikini pasta ga?"

Serius, harus cool Yaya.

"Emang bisa, lagian aku masih kenyan-"

"Bisalah. Mau ga?!"

Gimana ya? Dahlah ga usa cool, uda dari sononya jelek, ga usa maksa cool, toh buang buang tenaga. Buang buang kesempatan, makan pasta. Pasta coyyy, kapan lagi makan gituan.

"Boleh, yang enak yaa, hehe..." cengir Yaya menunjukkan seluruh giginya. Tersenyum lebar kepada Bian. Bian membalas senyumannya tak kalah lebar, tak kalah manis, kalah dari gula.

Yaya duduk di kursi disamping kulkas, mengawasi setiap aktivitas Bian. Gaya cowok itu mencuci sayur benar benar elegan, bahkan ketika Bian mengiris sayur brokoli. Cakepnya, keren pokoknya. Bian paling top kalau lagi masak. Oke banget abang Bian. Oke oke. Is.

Yaya menanti sambil sesekali menganggumi cara  Bian membuat pasta. Omegat banget coyyyy!!!

"Bentar lagi siap kok, jangan ngeliatin gitu banget."

Gitu banget? gimana? ilernya tumpah? kalaupun tumpah itu karna harum pasta ya, bukan karna tubuh bagian belakang Bian. Bukan.

"Tadaaaa!!!" Bian meletakan piring yang sudah berisi pasta sayuran, diatas meja. Yaya menghirup aroma pasta yang wow nya minta ampun.

"Boleh dicoba ga?!" tanya Yaya mengangkat wajahnya, agar leluasa melihat wajah Bian. Bian mengambilkan sumpit untuknya, menyodorkan sumpit itu padanya. Yaya langsung menerima tanpa menunggu lama lagi. Harum pasta buatan Bian uda mencuri perhatiannya. Yaya menyuapkannya ke mulutnya. Rasanya, makkknyusss!!! Enak banget, ini Bian saudara tirinya atau chef Juna.

"Gimana?"

Lah dari tadi dia ngeliatin. Bodohlah tinggal jawab terus lanjut makan. Lagian sejak kapan dia punya malu kalau uda urusan makanan. Apa lagi gratis mah.

"E...enarkk." Jawab Yaya dengan mulut penuh. Bian mengacak acak rambutnya asal. Hal itu membuat Yaya tersedak brokoli yang baru dia kunyah. Dengan sigap Bian menuangkan air putih kedalam gelas, memberinya pada Yaya. Yaya langsung menerima dan meminumnya.

"Segitu enaknya ya, biasa aja kali makannya, kek ga pernah makan pasta aja."

Pernah sih, cuma yang kek gini ga pernah. Apa lagi pake acara acak acak rambutnya kek tadi. Itu sengaja ya?!! Jawab jujur!!

"Aku bisa buat dua puluh piring kalau kau yang minta." Ungkap Bian tulus, duduk dikursi depan Yaya. Bian beda banget ya sama ibunya, baik banget, perhatian. Ga marah gitu punya saudara tiri?

TANGISAN YAYA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang