"Buka pintunya Yaya, kenapa kau keras kepala gini!! buka pintunya, kita bisa bicarakan baik baik!!! Yaya!!" Bian berteriak diluar pintu kamarnya, sepulang dari sekolah, Yaya langsung masuk kamar, mengurung diri sudah hampir 6 jam. Ia ga pergi ke tempat kerja, bahkan ga pergi kerja kelompok. Semua karena Bian, cowok itu memarahinya habis habisan didalam mobil ketika pulang sekolah bareng.
"Kenapa kau bicara gitu? aku tulus, jadi jangan keras kepala, aku peduli padamu, sekolahmu-"
"Kita bukan saudara kandung!!" bentak Yaya lantang, Bian merem mobilnya secara mendadak, tentu saja hal itu membuat Yaya terdorong kedepan, hampir saja keningnya menabrak dashboard mobil. Yaya menarik nafas dengan kesal sekaligus kaget. Siapa yang ga kaget coba? Bian tiba tiba merem mobilnya. Bahkan jantungnya mau copot sekarang juga.
"Bukan saudara kandung? siapa juga yang mau jadi saudaramu?!! aku peduli bukan sebagai saudara!!"
Yaya mengigit bibirnya dengan tubuh gemetar. Apa yang dia khawatir benar benar terjadi, Bian ga tulus, cowok itu hanya pura pura, kenyataan apa lagi ini. Jadi perhatian Bian, dimana cowok itu memasak pasta untuknya, membayar uang seragamnya, pergi sekolah bareng, perhatian lainnya, semua...semua itu...sandiwara.
"Anggap saja aku orang lain!! anggap aku ga ada, anggap aja aku orang yang mengasihanimu."
Menyedihkan, ucapan Bian barusan, menyakiti hatinya. Bian bukan cowok baik. Sama sekali bukan.
"A-aku ga butuh balas kasihan." Suara Yaya tiba tiba saja menghilang. Ia menahan tangisnya yang sebentar lagi akan pecah. Mungkin saat ini air matanya sudah mengalir, kalau saja dia ga mengedipkannya berulang kali. Sial!
"Kau marah samaku?!! atau sama mami?!! kenapa kau bersikap anak anak begini?!! satu hari kau mendiamiku?!! apa kesalahanku-"
"Kau ga salah apa apa-"
"Kenapa kau mendiamiku?!!"
Yaya hanya diam.
"Terserahlah." Bian menjalankan mobilnya lagi.
Ucapan Bian yang menyakitkan masih terngiang ngiang dikepalanya. Tidak ada lagi orang yang tulus kepadanya. Hanya menunggu ia lulus, pergi, bekerja kuliah, menikah. Entahlah. Kehidupan apa sebenarnya yang sedang ia jalani? kenapa begitu menyakitkan, ga ada secercah harapan, kebahagian sedikitpun.
"Buka pintunya Yaya!!! ku dobrak juga ini pintu!! buka Yaya!!" Bian berteriak semakin kencang, Yaya masih membenamkan kepalanya di atas bantal.
"Buka pintunya Yaya!! oke, kalau itu maumu!!"
Yaya ga denger suara teriakan Bian lagi, mungkin cowok itu uda bosan, atau capek manggil manggil dia. Ga ada yang maksa juga. Bian ga usa repot repot mengasihaninya, ia ga butuh uluran tangan cowok itu, bodoamat mau saudara sekalipun. Toh kalau ga tulus ga bagus. Bodolah, pusing juga ni pala mikirin cowok aneh itu.
Cklek!!
Suara pintu kamarnya yang dibuka menggunakan kunci, Yaya mengangkat wajahnya dari benaman bantal. Lah? B-bian punya kunci duplikat kamarnya? kok bisa? ibunya aja ga punya, makanya waktu itu minta tolong Jojo dobrak pintu kamarnya. Bian yang penghuni baru kok bisa punya? ihhh..seram juga nihh rumah jadinya.
Yaya membelakangi Bian, menatap kearah loteng kamar. Bodo amat sopan santun. Ga peduli sama sekali.
"Masih marah juga? ayo turun makan, kau belum makan dari tadi siang!!"
Ga mau. Ga usa sok perhatian.
"Dengarkan Yaya!!"
Dengar, ga usa sebut sebut namaku. Is kok manja gini coba. Biasanya dia ga pernah sekalipun bersikap acuh tak acuh gini. Sekarang? ini masih dirinya yang lama kan?
"Ayo turun makan malam, aku uda panasi makanan siang tadi."
"Aku ga laper." Tandasnya dingin. Tuhkan? dia kenapa coba? biasanya ga pernah sekalipun dia sok dingin gini, kalau dimarahi ya paling langsung mood lagi. Ga ada tuh istilahnya sampe ngurung ngurung dalam kamar, kek sinteron sinetron indonesia yang sering ditayangin diSCTV.
"Ga usa ngeyel kalau dibilangin, nurut sekali aja bisa ga!!"
Marah ni ceritanya?
"KALAU MASIH MARAH PIKIRKAN JUGA KESEHATANMU!! AKU JUGA CAPEK LAMA LAMA NGURUSIN KAU!! BIKIN PUSING AJA!!"
Yaya terlonjak kaget diatas kasur nya, ia langsung membalikkan badannya, menghadap kearah Bian. Disana, diujung kasurnya, Bian berdiri dengan rambut semrawutan, Yaya ga tau abis mandi, mungkin. Wajah Bian tampak memerah, matanya menatap tajam kearah Yaya. Bian ga ada niatan buruk, buat merkosa dia kan? apa lagi ini dikamar, bisa aja Bian kerasukan sesuatu, makhluk ghaib yang menunggui rumah ini..kok mikir aneh aneh sih!!
"Aku tau kau marah, tapi tolong, jangan keras kepala, pikirkan kesehatanmu, seharian kau belum makan, makan aja dulu, lanjutin lagi nanti marahnya, terserah mau mecahkan TV juga ga masalah, mau mukul aku sekalian juga ga apa apa, yang penting makan aja dulu!!"
Bian melangkah mendekatinya. Duhhh...Bian ga ada niatan burukkan. Yaya segera berdiri, tapi belum juga berjalan selangkah dari tempatnya tadi.
"Makan dulu ya, jangan keras kepala lagi." Bian masih juga melangkah, Yaya mulai mencari ancang ancang, kabur. Bian berhenti hanya beberapa meter dari nya. Yaya menggaruk lehernya yang sama sekali ga gatal. Buang rasa gugup aja. Padahal ga ada ngaruhnya juga sih. Mata Bian yang menatapnya dalam seketika membuat seluruh tulang belulang Yaya luluh lantak, ini tatapan Bian kok adem banget, bikin dia salah tingkah. Yaya mendehem pelan, ia menarik nafas menghilangkan kecanggungannya.
"Biar kubawa makan malam kemari, jangan kunci pintunya lagi. Aku susah nyarik kuncinya tau!! untung aja aku anaknya pintar."
Hah?
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGISAN YAYA [COMPLETED]
Teen FictionMengandung banyak bahasa kasar! [ BELIM REVISI ] Yaya gadis kelahiran asli Bandung.18 tahun sudah pengalaman pahit selalu menemaninya. Tak pernah sekalipun ada seseorang yang benar benar tulus mencintainya. "Jalang!" "Anak bodoh!!" "Kau tak pantas...