Buku dimeja Yaya uda kek rak buku aja. Berserakan dimana mana. Yaya menjatuhkan kepalanya diatas susunan bukunya yang lumayan rapi. Tau ga semalam gimana akhir cerita dua cogan yang dirumah dia. Jojo pulang sampai Jam 2 pagi coyyy...mereka ribut banget diruang tamu, entah apa yang dilakuin. Untung aja ibunya ga pulang semalam, coba kalau pulang, ga marah juga sih. Ibunya mah nurut mulu ama Bian. Beda banget ke dia. Bawaannya marah, mukul, bener bener ibu tiri.
"Fyuhhhhh...." Yaya menghembuskan nafas lelah, matanya terasa sangat berat. Ngantuk banget, semalam dia susah banget tidur. Penasaran sama yang dilakuin Bian sama teman sekelasnya itu. Dia sampai bolak balik, pura pura minum, ngambil buku yang kebetulan ketinggalan di atas meja. Satu buku aja sih, uda gitu bukunya ga penting juga saat itu. Pas Yaya mau ngambil minum lagi, langsung ditegur Bian.
"Uda jam berapa?!! dari tadi turun turun mulu?!!! besok ga sekolah emang?!! Tidur sana, jangan turun lagi. Kalau haus biar aku yang ngantar, tinggal teriak aja, uda tau ada cowok dibawah, malam kelayapan, mau nguping?!! masuk kamar sana!!! jangan balik lagi!! ingat kalau haus lagi minta tolong!!!"
Yaya malu setengah mati dibentak didepan Jojo. Bian susah ditebak ya, kadang baik banget, perhatian, mau juga romantis, misalnya ngacak rambut dia.
"Yaya, Yaya..." Rere yang baru masuk ke kelas, langsung mengguncang guncang bahu Yaya. Wajah Yaya bergoyang diatas buku buku pelajarannya.
"Hmmmm..." Guman Yaya merespon panggilan Rere. Malas sekedar mau ngangkat wajahnya dari bukunya.
"Bentar lagi kita kedatangan teman baru, anaknya cakep, Stella uda liat tadi waktu lewat diruangan pak Herman, katanya sih ganteng gitu..."
Yaya uda molor dimejanya. Matanya benar benar berat, lebih baik Yaya menggunakan waktu sepuluh menitnya untuk tidur sebentar saja.
"Yaelah, malah molor, ni anak ngapain sih semalam, begadang?!!" Rere menepuk pelan kepala Yaya yang uda molor tanpa suara ngorok. Kalau capek biasanyakan gitu, ngorok, terus ilernya keluar gitu dari sudut bibirnya.
Yaya tidur dengan tenang, suara suara langkah kaki, bagaikan alunan musik di telinganya. Ia benar benar kelelahan, semalam tidur jam tengah tiga pagi. Ngantuk banget ga tuh. Yaya tidur dengan nyaman. Serasa rumah sendiri. Padahal belum pernah sejarahnya dia tidur disekolah. Baru pertama kali ini. Jujur.
Suara nafas Yaya mengalun ditelinga cowok disampingnya. Yaya ga tau karna dia masih molor. Coba kalau dia tahu langsung mikir yang seram seram
(Suara instrumen lonceng jam pertama)
"Ya, bangun, uda masuk, heii!!"
Hening.
"Bangun oiii, yaelah ni manusia atau kambing, nyenyak amat tidurnya." Rere mengguncang guncang bahu Yaya pelan.
"Yaya, guru datan-"
"Mana?!!" Yaya mengucek matanya yang memerah, ia melap sudut bibirnya, siapa tau ada iler gitu.
"Mana pak Herma-"
"Liurmu lap tuh." Rere nunjuk bagian bibir bawahnya. Yaya megangin pipi nya, melap nya sambil menutupi wajahnya dengan sebelah tangannya.
"Haha, becanda kali, ga ada. Tidurmu cantik kok, ga ngorok, ga ada ile...awww...Yaya sakit...ampun ampun...iya ada iler...lepasin dulu.." Rere memegangi lengannya yang dicubit Yaya. Yaya melepas cubitan dahsyat nya, mendengus sebal kearah Rere. Dia uda jantungan setengah mati, malah becanda. Yaya melirik beberapa murid yang natap ga suka kearahnya. Termasuk Vivi, yang lagi bicara sama Caca. Cewek yang aura nya tomboy gitu, Yaya aja sampai ngeri liatnya. Si Vivi salah milih kawan kali, milih yang gituan banget. But, kita ga boleh nilai orang dari cover nya kan. Bisa aja si Caca tampilannya preman tapi hatinya...hello kitty, apa lagi gosipnya si Caca naksir cowok kalem anak SAINS. Jadi uda pastilah si Caca orangnya ga kek tampilannya. Yang rambutnya dicat warna grey.
"Melamun aja terus," Rere menoyor kening Yaya pelan. Yaya menatap sebal kearah Rere.
"Belum siap ya ngapal yang kemaren?! emang sebanyak apa sih?!"
"Tujuh lembar, bayangin aja, kepala ku mau pecah rasanya."
"Masih tujuh lembar juga, aku dua belas lembar, belum lagi pertanyaannya punyaku...ga banget lah, untung masih ada waktu dua minggu lagi."
Yaya kaget waktu dengar tugas temannya itu, masa iya? dua belas lembar, itu ketua kagak mikir pakai otak ngasih apalan sebanyak itu. Duh please banget ya, bisa ga orang pintar itu ga mikir dirinya sendiri. Ga kasihan apa sama orang yang kapasitas otaknya rendah. Contohnya dia, tiba tiba Yaya ngelirik kebangku tetangganya. Ehh, ga taunya Jojo natap dia. Yaaaaaa ampun. Yaya buru buru tersenyum canggung, Jojo langsung buang muka kearah lain. Makasih Jojo, pertahankan sikap dinginmu. Padahal uda kelahi semalam sama Chiko, karna sikapnya yang dingin.
Semua murid yang berada didepan kelas,yang ngerumpi dibelakang, dekat loker, yang kejar kejaran sampai bangku guru berlarian kemeja masing masing. Yaya memperbaiki susuanan bukunya. Dia merapikan poninya yang sedikit berantakan. Pak Herman masuk dengan seorang siswa yang ngekor di belakangnya. Yaya belum ngelirik tuh murid baru, karna sibuk nyarik nyarik pulpennya. Yaya masih sibuk buka buka kantong tasnya.
"Ga ada, perasaan semalam ga ada ngeluarin pena, duh malah ilang, uda masuk lagi, mana sih?!!" Yaya menguras isi tasnya. Tapi, nihil. Pulpennya ga mungkin ketinggalan dirumah. Siapa yang buka buka tas nya. Tapi kalau dipikir pikir, dia ga ada ninggalin mejanya. Jadi siapa yang berani nyolong pulpennya. Kalau orangnya ga pergi dari meja sendiri. Yakali Jin. Atau ketinggalan, tapi ga mungkin.
"Dimana sih, lupa lagi, duhhh..."
"Namaku Bian Fernando."
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGISAN YAYA [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsMengandung banyak bahasa kasar! [ BELIM REVISI ] Yaya gadis kelahiran asli Bandung.18 tahun sudah pengalaman pahit selalu menemaninya. Tak pernah sekalipun ada seseorang yang benar benar tulus mencintainya. "Jalang!" "Anak bodoh!!" "Kau tak pantas...