Play list | Wendy Rev Velvet What If Love.
Warning: saya nulis dalam keadaan mood buruk. Jadi maklumi klo gaje. Sekian.
Aku menatap makam Bian, batu nisan yang bertuliskan nama saudaraku itu masih ga bisa membuat aku percaya begitu saja. Teganya dia meninggalkan aku dan perasaanku ini.
"Katanya tadi ga bakal nangis!" tegur Rere menyentuh pelan bahuku, mungkin dia takut aku kerasukan arwah Bian yang jelas jelas uda bahagia dipangkuan Tuhan. Aku menatap tangannya yang masih bertengger dibahuku. Mau tau keadaanku sekarang? aku harus duduk di kursi roda. Ini semua ide aneh Jojo. Dia bilang ga mau liat aku kelelahan, terus dia takut anaknya kenapa napa. Oke, aku ngerti dia cuma mikir anaknya doang. Keluarganya cuma mau anakku, kecuali mamanya tentunya.
"Kita balik yuk. Kamu nangis mulu dari tadi." Omel Rere judes, tentunya dibuat buat. Aku menggelengkan kepalaku cepat, aku ga mau pulang. Aku masih rindu dengan Bian.
"Disini dingin loh. Uda mau sore juga, nanti aku dimarahi Jojo lagi, pulang aja yuk." Ajaknya, Rere mendorong kursi rodaku menjauh dari makam Bian. Padahal aku belum mengiyakan ajakan gadis ini. Apa mereka cuma mikirin perasaan Jojo doang? apa kabar aku yang selalu dilukai disini? bahkan ibu kandungku sendiri sangat melukai perasaan putrinya yang rapuh ini. Maaf terdengar melakoni, tapi inilah kenyataan pahit yang aku jalani. Selama aku hidup aku ga pernah tersenyum bahagia dari lubuk hati.
Mataku menatap cowok yang berlarian kearah kami, cowok yang memakai kaos hitam bermotif gajelas itu, bawahannya celana jeans hitam yang bagian dengkulnya soak pakaian yang dipakai suamiku yang uda dua hari belum mandi. Jangan hujat pemalas, karna dia terlalu sibuk menuruti kamauanku yang banyak maunya. Bukan aku yang banyak maunya, tapi anaknya. Minta makan bakso ayam yang dijual dikantin sekolah, padahal itu malam hari loh. Jojo malah datangin rumah bu kantin tersebut, mana ada malam malam jualan coy, ya terpaksa Jojo mendatangi rumah bu Surti kantin yang jual khusus bakso, ada bakso ayam, bakso urat, bakso beranak, bakso kuda. Banyak bangetlah. Malas nyebutin semua, aku aja ga pernah ke kantin. Jadi aku tau nama menu itu melalui mulut Rere, ga tau Rere serius atau bercanda. Kalian nilai aja sendiri.
"Kok lu bawa dia keluar sih?" Jojo langsung ngambil ahli kursi roda yang 100% menurutku alay, aku masih bisa jalan kok. Serius, meskipun ujung ujungnya nyicum lantai. Ingin rasanya aku menjitak kepala Jojo yang berlebihan. Apa lagi dirumah, jangan ditanya betapa alay nya ciptaan Tuhan yang dulu aku pikir cuek ini. Dia selalu menyediakan semua pakaianku, sampe bh dan CD dia yang nyiapin. Aku dilarang pake AC terlalu dingin, aku ga boleh minum minuman dingin, aku ga boleh turun dari ranjang, aku ga boleh ke kamar mandi sendiri, aku ga boleh ngejitak kepala dia gitu sekali kali, terlanjur kesal aku sama kealayan Jojo.
"Yaya sendiri yang ngotot kemari." Rere mendengus kesal.
"Tapi lu bisa telpon gua kan? asal bawa istri orang aja lu. Kalo dia kenapa napa tadi gimana?" tanya Jojo masih mendorong kursi rodaku.
Tuhan, kok Jojo alaynya uda tingkat akut ya. Bukannya baper, aku malah jijay dengar dia ngomong seperti barusan, bayangin aku aja ada diatas kursi roda terus Rere jagain aku ketat banget. Gimana mau kenapa napa coba? semoga nanti anakku ga aneh kayak bapaknya.
"Dia masih baik baik aja. Lu aja yang bereaksi berlebihan." Judes Rere, seperti menyampaikan maksud hati ini.
"Uda lu ga usa datangin apartemen gua lagi, malas gua liat istri gua dibawa sama lu kemari." Jojo membuka pintu mobilnya. Dia menggendongku dari kursi roda, refleks aku mengalungkan kedua tanganku dilehernya. Dapat kucium bau keringatnya yang kecampur parfum nya yang harumnya bikin hidungku mual. Jojo mendudukkan aku di kursi depan, dia menutup pintu mobilnya. Dari dalam mobil kulihat dia berbicara sebentar sama Rere, setelah itu Rere pergi. Rere bawa mobil sendiri. Jadi ga ikut bareng kami. Jojo memutari mobilnya, dia masuk kedalam mobil. Melirik sekilas kearahku, memastikan aku uda pake sabuk pengaman atau belum. Uda pasti aku ga lupa memakainya, karna dua hari yang lewat waktu aku lagi ngidam mau kepasar malam, Jojo memasangkan sabuk pengaman untukku tentunya dengan bumbu bumbu dengusan kesal, dia bilang uda malam ga baik ibu hamil keluar malam. Aku malah ngotot, bilang ini kemauan anak dia, padahal kemauan ku sendiri, maklumlah aku lagi sedih sedihnya ditinggal pergi Bian, jadi aku pake alasan anakku. Maaf ya aku terdengar jahat, dia sih kemauan anaknya terus yang dituruti. Lah aku kapan? oiya aku kan ga siapa siapa dia. Cuma istri sebatas kertas, dan ucapan sah para saksi.
"Besok ga usa kesini lagi, besok seterusnya. Pokoknya ga usa kesini. Titik!" Dingin, tapi bikin aku kesel. Jojo ada masalah hidup apa sih? kok tiap aku ngapa ngapain selalu salah dimata dia. Aku kan cuma mau ziarah, bukan mau selingkuh. Tapi malah marah ga jelas pake ngegas lagi. Ngajak baku hantam atau gimana?
"Aku haus." pintaku tentunya pake nada memelas.
"Kita berenti di supermarket nanti--"
"Aku mau minum cendol---"
"Cendol? ga! kita pulang aja, biar aku buatin susu. Itu lebih baik, sehat bla bla bla." Oceh dia ga jelas. Aku uda tau dia ga akan mau beliin aku minuman itu. Padahal aku kangen pengen minum cendol, terakhir aku minum minuman itu waktu kelas 1 dikampung, pas ngerayain lomba tujuh agustusan, jadi setiap kelompok diwajibkan harus membuat bazar, terus kelompok ku milih buat cendol, selain mudah cendol juga ga pasaran, eh taunya bazar kami banyak banget yang sisa. Aku dikasih tiga, kuminum aja ketiganya. Malas ngasih ke ibu tiriku waktu itu, kalo aku kasih ke papaku, uda ga dingin lagi mah, papakan kerja tuh diladang James, masa aku tunggu sampe papa pulang, es nya cair dong. Uda kulkas kagak punya. Jadi karna keserakahan aku minum ketiga bungkus cendol itu.
"Jo." Panggil ku.
"Apa?" tanya dia sambil fokus nyetir.
"Kenal Bian dari kapan?" entah kenapa malah pertanyaan ini yang aku tanya. Padahal aku tadi mau nanya kita makan malam menu apa hari ini? tapi aku tanya gitu juga ga ada gunanya. Uda pasti aku disuguhi makanan bubur, sayur, bubur, sayur. Miris banget ya punya suami yang katanya pengen dokter. Eh-- kok kebetulan banget cita cita kami sama, cuma aku mau jadi dokter beda jantung. Kira kira Jojo mau jadi dokter apa ya? dokter hewan? dokter kelamin? dokter kandungan? aku tau cita cita dia dari Rere ya. Bukan nguras nguras info dia.
"Kenapa?" tanyanya dingin. Kulihat tangannya mencengkram kuat stir mobil.
"Pengen tau aja." Jawabku membuang pandanganku keluar jendela.
"Dari kelas 1 SMA."
Loh?
"Emang Bian selama ini tinggal dimana?" tanyaku penasaran, pertanyaanku ini kok terdengar miris banget ya. Aku yang saudaranya Bian mesti nanya orang lain seluk beluk saudaraku itu. Kurang sad apa lagi hidupku ini?
"Ga tau." Dua kata yang bikin aku nyesel uda nanya dia.
"Lagian mesti banget gitu bahas cowok lain didepan suami." Dengusnya kesal.
Jojo sahabat Bian ga sih, kok ga senang git-- eh, tunggu. Apa jangan jangan Jojo cemburu lagi karna aku sebut Bian? masa iya dia mencemburui orang yang jelas jelas uda ninggalin hatiku yang rapuh ini, yang sangat mencintai dirinya, yang menginginkannya. Sori bucin, tapi inilah aku, yang kalo uda nyaman ga bisa diganggu gugat perasaan dan hatiku. Tapi aku ga tau sampai dimana perasaan yang ga jelas ini akan bertahan. Ga mungkin Jojo cemburukan. Tapi masalah pernyataan Jojo waktu itu. Entahlah. Feeling ku mengatakan itu hanya bullshit.
"Jo."
"Apa lagi?!" tanya dia membentak. Aku kaget loh ya.
"Apa?" kali ini lebih lembut, dia menatap aku sekilas, lalu menatap fokus kejalanan.
"Aku laper." Ujarku. Kira kira apa respon Jojo dengar aku yang merepotkan dia?
"Mau makan apa?"
Yuhuyyyy! ga makan bubur!
"Jangan makan yang ngandung minyak, yang pedas, ga boleh---"
Bodo amat gua kesal.
![](https://img.wattpad.com/cover/216002011-288-k405764.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGISAN YAYA [COMPLETED]
Novela JuvenilMengandung banyak bahasa kasar! [ BELIM REVISI ] Yaya gadis kelahiran asli Bandung.18 tahun sudah pengalaman pahit selalu menemaninya. Tak pernah sekalipun ada seseorang yang benar benar tulus mencintainya. "Jalang!" "Anak bodoh!!" "Kau tak pantas...