Hari ini aku kerja kelompok biologi. Pelajaran pak Herman, aku diizinkan beliau mengikuti mata pelajarannya. Berbeda dengan guru lain, yang ga ngasih aku masuk kedalam kelas. Kerja kelompok ini mengingatkan aku waktu kerja kelompok bahasa Indonesia di Bandung. Dimana dulu aku menjadi bahan tertawaan satu kelas, karena ulah James yang ga ada angin ga ada hujan bisa benci banget samaku.
"Liat kostumnya bu, ini dia pinjam dari Defana, ampun banget, uda ga bisa beli sok mau sekolompok dengan kita, sadar ga sih!!!" ejek James pedas didepan kelas, aku merapikan ekor kostum harimau yang sudah kupakai. Peranku saat ini sebagai binatang buas yang siap memangsa putri kerajaan, hanya peran ku yang menjadi seekor binatang di drama ini. Awalnya aku menolak, aku tak mau menjadi seekor harimau, dan meminta mereka mengubah naskah dramanya, menggantinya agar tidak ada pembahasan yang membawa seekor binatang, karena aku juga tidak bisa mengaum seperti harimau. James langsung memakiku, mengancam akan mengeluarkan aku dari kelompok mereka. Aku juga marah, aku membentak, memarahi James, James malah membawa bawa perihal utang ibu tiriku. Langsung saja aku bungkam, tidak membuka mulut lagi, karena teman teman kelompokku yang lain langsung mengompori James. Tentu saja aku tetap kalahkan.
"Naskah drama ini terlalu jelek, kaku, sang putri ga seharusnya digigit harimau, kalian tau, kalau sudah digigit harimau hanya kecil kesempatan untuk bertahan, lihat disini, Galan jadi prajurit pangeran, seharusnya kamu ga melawan titah, astaga kenapa bisa buruk seperti ini, ibu kan uda bilang buatlah drama yang hidup, kalian juga harus memerankannya dengan ekspresi yang sudah kalian ciptakan, siapa yang menulis naskah drama kalian?!"
"Yaya bu." Jawab James cepat, aku kagetlah, tanganku yang masih merapikan ekor kostum mengambang di udara. Aku tak menyangka James akan menyebutkan namaku, menulis naskah itu. Yang sama sekali bukan aku autornya, James sendiri yang mengatakan terangan terangan kalau aku tak perlu menuangkan idenya karena aku tidak pantas dilihat dari wajahku, entah apa maksud James waktu itu. Apa wajahku ini menunjukkan kebodohan otakku?
"Kamu Yaya yang menulis naskah ini?!!"
"E-engg...iya bu," jawabku akhirnya, karna mendapat tatapan mengancam dari satu kelompokku. Terserah merekalah. Toh aku sudah mendapat malu. Untuk apa membela diri, kalau nantinya bakal dibully James lagi setelah kelas selesai, lebih baik mengalahkan.
"Tapi kenapa kamu memilih dirimu menjadi harimau, siapa yang membantu kamu menulis naskah?" tanya Bu Kartika kurang percaya, satu kelas juga ga bakal percaya aku yang nulis naskah itu, semua orang tau kalau James amat teramat membenciku, mana mau James mengikuti naskah kalo aku yang ngarang. Mana mau. Paling paling James akan menyebutkan perlihal utang ibu. Setiap aku membuat kesalahan, dan itu ada sangkut pautnya dengan James, cowok itu dengan bersemangat nya akan menyebutkan utang ibu. Benar benar manusia ular.
"Melamun aja terus!!" suara cempreng Vivi mengembalikan aku kealam nyata, dimana hidupku yang menyedihkan akan dimulai hari ini, duh melodrama amat ya neng!
"Semua orang uda sibuk mikirin tugas malah keasyikan melamun, kubilang juga apa Cko, dia ini ga pantas masuk kelompok kita, baru mulai aja uda melamun, bisa bisa tugas kita ga bakalan selesai sama sekali!" tuding Vivi menatap Chiko yang mengigit ujung penanya. Aku melirik Vivi sekilas sebelum berkutat pada bukuku. Jojo juga membuka buku miliknya, aku mulai mencatat dengan bolpoin ditangannya. Lokasi pilihan Vivi salah satu kafe trend anak muda, dapat kulihat meja kiri dan kanan kami semuanya anak anak hitz semua, berbeda denganku, ini mah bukan tempat main aku banget.
"Mau pesan apa ni?" tanya Vivi ketika seorang wanita berumur mendekati meja kami.
"Aku cappuccino chocolate, tolong crim nya dibanyakin." Chiko meletakan penanya dimeja.
"Jojo?" panggil Vivi menyenggol lengan Jojo, Jojo melirik gadis itu, Vivi tersenyum lebar kepada Jojo. Ck, dasar gadis siluman .
"Capuccino latte."
"Capuccino chocolate satu, banyakin crim nya, capuccino latte dua. Tolong cepat ya." kata Vivi kepada pegawai wanita itu, tanpa repot repot menanyakan aku mau memesan apa.
"Eh, ni cewek ga mesen?" tanya Chiko nunjuk kearahku dengan ujung bibirnya. Untunglah masih ada orang yang menganggap aku hidup disini.
"Gatau tu!!" ujar Vivi mengangkat bahu acuh.
"Lu mau pesen apa?!" tanya Chiko menatap wajahku.
"Ga ada, kita cuma sebentar di sinikan, ngapain buang buang uang."
"Buang buang duit?! Hello, jangan bilang lu sama sekali ga punya uang, kasihan banget sih, ni gua pinjami uang g-"
"Ga perlu. Lebih baik gunakan untuk hal yang bermanfaat, lagipula aku ga akan mati kalau ga minum minum carpuchino tadi kan." Potongku menolak dengan tegas. Ucapanku itu membuat Chiko dan Jojo menarik sudut bibirnya, mereka ngetawain aku ya? karna ga punya uang?
"Dasar anak desa, norak kolot, bilang capuccino aja ga bisa, malu maluin, jangan bilang lu belum pernah minum, minuman ini-"
"Apa minum carpuchino ini ada hubungannya dengan kerja kelompok ini, kenapa menanyakan aku uda pernah minum atau belum? apa yang kalian minum ga harus kuminum jugakan?" tanyaku dengan berani, tapi tak menatap sama sekali wajah Vivi. Aku pura pura sibuk berkutat dengan buku catatanku. Mau tau darimana keberanianku muncul? Aku aja ga tau.
"Dasar lu cewek kampung!" Maki Vivi kesal.
Tanpa sengaja bolpoin milik Chiko terlempar keatas buku milikku, aku mengangkat wajahku, aku pikir itu bolpoin milik si ULAR Vivi, karna aku ga mau mendengar celotehnya yang bikin telinga sakit.
"Ga sengaja." Chiko mengambil bolpoinnya. Aku hanya menatapnya sekilas, mungkin kalo mereka jadi aku pasti bilang gini ni..
"Punya mata ga sih, ga liat orang lagi belajar!!!"
"Ga sengaja, tapi kena nya ke gua?!!"
"Mata lo dimana sih?!!! ga sengaja dari mana?!! bilang aja kalau lo ga suka satu kelompok sama gua!!"
Bukan malah bungkam, ga bilang apa apa. Namanya orang susah! ya cuma bisa diamlah goblok!
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGISAN YAYA [COMPLETED]
Teen FictionMengandung banyak bahasa kasar! [ BELIM REVISI ] Yaya gadis kelahiran asli Bandung.18 tahun sudah pengalaman pahit selalu menemaninya. Tak pernah sekalipun ada seseorang yang benar benar tulus mencintainya. "Jalang!" "Anak bodoh!!" "Kau tak pantas...