14

3.3K 180 5
                                        

Aku mengetuk ngetuk jariku di atas meja. Jangan tanya apa aku diizikan masuk kelas hari ini, sudah pasti aku tak diberikan konsekuensi.

Disinlah aku, didepan taman paud yang lumayan jauh dari rumah, aku bolos lagi hari ini, entah mau ditaruh dimana wajahku yang mirip mbak Soimah ini, kalo ditendang dari sekolah. Aku melempar sedotan bekas es kelapa yang harga 5k itu kebawah kakiku, aku memandang kosong kedepan.

"Enak banget ya bang, kerja mikirin diri sendiri. pikirin juga aku sama Yaya butuh baju baru, sepeda dia juga uda mulai rusak, roda nya dua bulan lalu diganti---"

"Aku capek, kenapa ribut terus, bisa ga buatin teh-"

"Capek?! mau dibuatin teh?! abang kerja apa?! kerja juga ga ada hasilnya, cari kerja tempat lain aja, kalau gini bisa bisa aku sama Yaya ga pernah makan enak--"

"Kamu kenapa sih dek, tiap hari ribut, ga malu sama tetangga, ga malu sama Yaya, nanti dia contoh sikap buruk kamu ini---"

"Halah, ga usah pedulikan tetangga, pikirkan masa depanku bang masa depanku. Yaya, dia butuh kehidupan mewah, dia butuh les--"

"Mending kamu buatin aku teh, kalau suami capek itu dibuatin teh---"

"Ga mau, abang mau dibikin teh, abang pikir aku pembantu disini. Kerja, tapi ga ada belanja kek istri istri tetangga, ga bisa seneng seneng, enak banget punya istri baik kek aku ya, abang pikir dong, aku butuh lipstik, aku butuh bedak, aku butuh baju baju bagus--"

"Kamu bisa ga ngerti keadaan kita-"

"Ga bisa. Aku ga tahan bang, abang selalu nyuruh sabar, sabar, sampai kapan?! aku ga mau hidup susah terus, aku ga sanggup bang, coba abang pikir, aku cuma dirumah terus, uda gitu cuma pake daster, muka kusam, abang pikir, pikir!"

Tanpa izin dariku, air mataku menetes begitu saja, bahkan ingusku juga uda nyumbat alat pernapasanku yang mancung kedalam.

"Sekarang lihat peringkatmu?!" mama melempar buku keterangan nilaiku ke atas meja belajarku, malam ini aku lagi belajar untuk ujian masuk Sma, yang tentunya pilihan mamaku. Tanpa kubuka lagipun, aku uda tau aku dapat peringkat paling buruk dikelas. Orangtua mana coba yang mau anaknya dapat peringkat 17 dikelas. Orangtua mana?

"Ga bapaknya, anaknya. Kenapa kalian ga bisa bikin aku senang hah? dengerin mama bicara Yaya!" mamaku memukul pelan meja belajar di depanku. Kuletakkan pensilku yang tadi ku gunakan menghitung rumus pythagoras. Aku menundukkan wajahku, kalo mama uda marah, ga ada yang berani membantah.

"Aku memberikan mu les, tapi hasilnya? lihat? memang benar kata orang, bodoh tetap bodoh! tapi kenapa hari anak yang aku lahirkan yang bodoh?!" tanya mama terdengar menusuk di telingaku.

"Besok kau ikut les bahasa mandarin!"

Aku menghembuskan nafas putus asa, les disekolah, les bahasa inggris, terus les bahasa mandarin. Sebenarnya mama sayang ga sih sama aku? kenapa hanya nilai ku yang paling utama di hidup mama? kenapa ga aku?

"Jangan pernah bolos lagi. Aku ga mau kau berteman dengan Mulan!"

Benar, karna kebanyakan bolos les, aku jadi pemalas, terus main kerumah Mulan. Tapi itukan wajar, dialami anak seusiaku. Aku butuh teman, hiburan, kesenangan, aku ga harus menyibukkan diri belajar, belajar, les, les. Aku mau seperti temanku yang lain.

"Aku ga mau anakku bodoh. Setidaknya jika kau lahir tanpa harta, tolong besarlah dengan prestasi."

Aku ingin menangis mendengar ucapan mamaku barusan. Aku tau aku anak yang bodoh, aku tau aku anak yang keras kepala, tapi, salahkah jika aku bermain, bergaul, dengan orang lain. Kenapa aku harus dikurung, diharuskan belajar sampai aku mendapat peringkat pertama dikelas.

Salahkah peringkat 17 dimata setiap orangtua? lalu apa kabar anak yang dapat peringkat 20.

"Kau harus sukses, kau harus bisa menjadi seorang dokter."

TANGISAN YAYA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang