Play list | Yoon Mirae Always.
"Bu---"
"Apa bu bu, kau taunya bikin susah aja, kau tau Yaya berapa ongkosku dari rumah kesekolah kesayanganmu ini, kau tau?!" ibu menjitak kepalaku didepan beberapa murid yang menatap kearah kami dengan raut aneh, aku tak bisa menjelaskan raut raut wajah teman sekolahku satu persatu, pokoknya terlihat aneh.
Aku mencoba menarik ibu keluar dari halaman sekolah, aku ga mau ibu membuat keributan atau jadi bahan tontonan, apa lagi mengingat sifat buruk ibu yang ga ada dewasanya sama sekali.
"Kita bicarakan di rumah saja y---"
"O, uda berani ngelawan sekarang ya. Berani bolos, katanya mau sekolah, taunya apa?! Uda ga usa pura pura ngelak lagi---"
"Ini sekolah bu, lebih baik kita pulang saja dulu---"
Untunglah ibu mengerti, aku mengikuti langkah ibuku dari belakang, aku tak sempat mengucapakan atau menjelaskan siapa ibu kepada Rere, karna ini bukanlah waktu yang tepat, aku mengehala nafas sedikit kasar, untunglah parkiran tadi lumayan sepi, kalau tadi ada gank gank rempong, aku ga tau apa yang terjadi besok disekolah.
"Cepat jalannya!" suara teriakan ibu mampu membuatku sadar dari lamunan, aku mengekori langkah ibu dengan tergesa tega.
"Bisanya bikin susah aja, dasar anak sialan!" tangan ibu merapikan rok hitam spannya dengan gaya anggun. Aku mengakui ibu tiriku ini memang sangat cantik, tapi penampilannya yang terlalu terbuka membuatku harus meringis setiap kali melihat ibu itu sudah berias.
"Aduhh, kalau dibilangin itu jangan ngeyel kenapa?! Cepat jalannya!" dengus ibu keras. Aku langsung berjalan didepan ibu, aku tak mau mendengar ibu meneriakiku lagi. Aku masih mau sekolah, aku masih punya wajah.
"Aku mau sekolah, aku mau ini, itu, taunya cuma jadi alasan doang, biar aku ga menjualmu kan? biar kau bisa bebas disekolah, diluar sana, makan tidur, enak ya, enak, berani jadi anak durhaka sekarang---"
"B-bu-"
"Diam. Jangan bicara kalau orangtua lagi ngomong, pasti ini ajaran ayahmu waktu dia hidup---"
"Ayah ga salah---"
"Melawan sekarang ya?! uda berani sekarang, kau itu bisa ga jangan buat masalah, kenapa nasibku buruk, sial, Tuhan pasti mengutukku, kenapa ada orang sepertimu didunia ini, ibumu itu salah ngelahirin anak jadi gini kan, taunya cuma berkeliaran aja, kerjaannya makan tidur doang, alasan sekolah-"
"B-bu berhenti memburukkan ayah dan ibuku-"
"Ibumu? Ingat Yaya, aku ini ibumu,
Ibu berjalan kehadapanku, tangannya langsung mencubit lenganku. Aku yang menerima hadiah cubitan panas dari ibu hanya bisa bungkam. Aku mengigit ujung bibirku kedalam. Aku ga tau mau ngomong apa lagi, toh ibu selalu benar. Padahal dimana mana cewek itu selalu benar, mungkin aku bukan termasuk kedalam kategori seorang perempuan, aku lebih mirip rusa, yang siap diterkam kapan saja, tapi sepertinya rusa lebih pintar dari aku yang hanya diam menerima aku dihajar.
"Berhenti memburukkan ayah dan ibuku! emang kau pikir yang ngasih kau makan sekarang siapa? Ibumu? Ayahmu itu? Pergi susul sana, bilang sama mereka kenapa ayah nikah sama orang kejam, pergi susul. Semenjak aku nikah sama ayahmu itu, bawaannya susah mulu, makan sehari sekali, kerja keras, bayarin utang dia, biaya sekolahmu, belum lagi uang semasa dia sakit sakitan, uang pemakamannya. Kalian pikir aku ini tulang punggung kalian, coba pikir pakai otak, jangan asal minta mau sekolah aja, taunya masih bodoh kek ibunya, bodohlah, sekarang juga ikut aku cari kerja." Tubuhku mengikuti tarikan ibu, lenganku yang menjadi sasaran ibu itu teramat amat sakit. Aku mengikuti langkah lebar ibu, aku tak bisa memberi perlawanan sekarang, lagipula sejak kapan aku pernah bisa melakukan perlawanan?
"Kita cari kerja. Kau uda dikeluarkan dari sekol---"
Aku melepaskan tarikan ibu tanpa sadar, hal itu membuat ibu tiriku menghampiriku dengan mengeram, tas tangan ibu langsung melayang ke keningku, kepalaku terlempar sedikit kebelakang, tapi aku ga ada waktu meringis atau semacamnya. Ucapan ibu mampu membuat aku ingin mati seketika.
"D-dikeluarkan, s-sejak kapan?"
"Kenapa berhenti, mau kabur, cari alasan lagi, uda ga ada gunanya, sekarang mending cari uang yang banyak, bayar utang ayahmu---"
"Apa yang ibu bilang sama Pak Herman?" tanyaku memotong, ibu terlonjak kaget ditempatnya, begitu juga denganku, aku tak tau keberanian dari mana yang menghampiriku, aku berani membentak ibu. Hebat Yaya, kau yang terbaik, sekarang kau hampir saja menjadi anak durhaka. Ckck.
"Apa yang barusan kau lakukan, kau sadar uda bertingkah kelewatan hah?! Jadi anak itu nurut kata orangtua, bukan malah melawan, membentak kek tadi, mau jadi anak durhaka--"
"Apa yang uda ibu lakuin sama aku?" air mataku menetes begitu saja, tanpa diperintah, tanpa direncanakan, tanpa aba aba.
"Malah ngoceh ga jel---"
"Kenapa ibu tega, kenapa?!" tubuhku merosot ketanah, aku menangis sesengukan, air mataku membasahi seluruh permukaan wajahku, aku tak peduli jadi bahan tontonan pengendara motor, mobil, becak bajay mas odong odong yang lagi narik sambil natap dengan kening mengerut ketika melewati kami. Persetan, suasana hatiku jauh lebih penting dari pengendara yang sama sekali tak aku kenal, begitu juga mereka.
"Berdiri. Kau mau tidur di jalanan, mau tinggal disini selamanya---"
"Apa ibu pikir ini lucu?! apa hidupku lelucon bagi ibu---"
"Kubilang berdiri!!" ibu menarik bahuku, tapi entah dari mana lagi datangnya keberanianku, aku tak menurutinya kali ini, melihat aku yang tak memberi respon, itu melepaskan cengkraman tangannya dari bahuku.
"Kenapa ibu hancurin semuanya, aku kan uda janji setelah lulus sekolah, kenapa ibu, apa yang uda ibu bilang sama pak Herman---"
"Berdiri Yaya!"
"Kenapa aku ga bisa sekolah lagi---"
"Yaya!"
"Kenapa ibu kejam! apa salahku. Apa dosaku, kenapa ibu membalas perbuatan ayah padaku, kenapa---"
"Jalang ini!!" ibu melirik kiri dan kanan, pura pura bersikap tak mengenaliku kalo ada yang kebetulan melihat ketempat kami bertengkar.
"Ibu tega. Aku diam selama ini, aku menuruti apa kata ibu, tapi ibu ga bisa megang janji ibu---"
"BERDIRI!!!" geram ibu, ibu menyuruhku berdiri dengan kaki yang menendang lengan kiriku, aku yang melihat sepatu high heels ibu hanya bisa tertawa hambar, disaat seperti ini, disituasi genting seperti ini, ibu masih bisa mengenakan pakaian mahal, beli sepatu baru, padahal ibu yang selalu mengingatkanku tentang kedatangan kami ke Jakarta, karena berutang sama ibu James, jadi melarikan diri ke Jakarta yang katanya kejam ini. Tapi menurutku ibu tirinyalah jauh kejam dari kota ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
TANGISAN YAYA [COMPLETED]
JugendliteraturMengandung banyak bahasa kasar! [ BELIM REVISI ] Yaya gadis kelahiran asli Bandung.18 tahun sudah pengalaman pahit selalu menemaninya. Tak pernah sekalipun ada seseorang yang benar benar tulus mencintainya. "Jalang!" "Anak bodoh!!" "Kau tak pantas...