53

2.2K 92 0
                                        

"Uda semua?" tanya Bian membantu Yaya membawa ranselnya yang sudah berisi beberapa potong pakaian selama berlibur ke Bandung. Padahal dia uda bilang bisa sendiri, tetapi Bian tetap ngotot membawakan barang barangnya. Karna dari tadi pagi kepalanya terasa pusing, Yaya uda bilang itu hanya sakit biasa, Bian malah nganggap nya hal serius. Kalau bisa mah dia jadiin alasan pusingnya ga ikut ke Bandung. Jujur saja, dia emang ga enak badan. Dua hari yang lalu juga kepalanya terasa mau pecah, tapi untunglah dia ga ngalami mual. Mungkin kalau tanda tanda seperti itu terjadi, dia uda siap mati. Dari pada hamil, benarkan? Siapa yang akan bertanggungjawab atas kehamilannya, Jojo? mana sudi cowok itu menikahinya. Kalaupun mereka menikah, apakah...ga mungkin. Dia ga akan hamil.

"Aku bisa sendiri." Yaya hendak mengambil barangnya yang masih dibawa Bian. Mereka sudah berada didalam bus menuju Bandung. Teman sekelasnya uda pada masuk kedalam. Yaya melihat Jojo yang duduk berdampingan dengan teman temannya. Dia ga ambil pusing. Mau cowok itu ga datang sekalipun. Terserah, bodo amat. Dia ga peduli, tapi kok dia masih ga percaya bibirnya pernah menyatu dengan bibir sibajingan tengil itu!!! Meskipun Jojo mabuk, tapi...tetap saja itu bibir Jojo...mereka sudah pernah berciuman. Ciuman pertamanya diambil oleh si brengsek Jojo. Sialan.

"Duduk disini," Bian meletakan ransel Yaya dibawah kolong bangku yang dipilih Bian untuknya. Perhatian Bian membuat teman sekelasnya pada ngelirik ga suka kearahnya. Hadeh, padahal mereka cuma saudara, ga lebih. Selebihnya mungkin...dia uda diperkosa Jojo.

"Aku duduk dibelakang aja." Bian berjalan kebelakang, dimana tadi ia melihat Jojo. Yaya ga peduli mau Bian duduk dimana, terserah. Yang penting dia ga mau diganggu. Pusing. Dari semalam ga selera makan. Mau baca di google tentang tanda tanda kehamilan, eh ga punya hp. Baca dari mana? dari koran? atau dari buku pelajarannya?

Dia uda pernah mempelajarinya, tanda tandanya mualkan? dia ga ada mual. Uda sebulan berlalu.

"Yaya!!"

"Ya Tuhan!!!!" Pekik Yaya kaget memegang jantungnya. Ia melihat Rere yang menempati bangku disampingnya. Temannya itu membawa banyak sekali barang dan makanan.

"Nih," Rere menyodorkan beberapa cemilan untuknya. Yaya mau, hanya saja dia lagi ga berselera. Entah kenapa, tapi ga hamil. Ga. Uda sebulan berlalu. Semoga saja enggak. Kesuciannya saja direnggut Jojo dia merasa hina, bodoh, atau lebih tetapnya, dia ini jalang. Entahlah, dia menyesali perbuatannya yang waktu itu datang ke hotel. Seharusnya dia mati saja waktu itu, atau apalah. Apa saja agar ini ga pernah terjadi padanya.

Yaya menggeleng pelan. Dia emang lagi ga selera makan apapun, itulah alasan Bian bantu dia bawain barangnya kedalam bus. Bian khawatir dia sakit, kalau khawatir ga usa maksa dia ikut napa sih?!!! uda dia ngasih alasan kerjanya ga ngasih cuti. Bian malah maksa mau datangin tempat kerjanya. Ya terpaksa dia sendiri yang minta cuti, daripada Bian datang ketempat kerjanya? bisa mati dia. Dia diberikan pemilik hotel cuti dengan syarat gajinya dipotong. Terserahlah, hidupnya emang ga pernah jelas mah. Ga ikut, takut Bian ngotot datangin tempat kerjanya. Ikut, gajinya dipotong, terus siap siap dimarahi, atau dipukuli ibunya.

Yaya memejamkan kedua matanya. Lebih baik tidur, belakangan ini sering molor, ga dikelas, ditempat kerja. Apa apa, bawaannya ngantuk mulu. Cepat capek. Tapi ga mungkin hamilkan? ga kan? dia ga sanggup membayangkan kalau dia benar benar..hamil. Dia ga mual kok, itu berarti dia ga hamil. Enggak!!!

***

"Pak Yaya muntah!!!"

"Mabok angin mungkin!!!"

"Namanya anak kampung, wajarlah dia muntah, ga pernah naik bus berjam jam!!"

"Jorok banget, suruh dia pindah, gue jijik banget liatnya!!!"

Yaya merasa kepalanya pusing, tiba tiba saja dia merasa mual. Tadinya ia berpikir bahwa mungkin mualnya akbiat karna dia kebanyakan makan angin, tapi ia ga memuntahkan apapun dari dalam mulutnya. Tapi perutnya bergejolak, ingin memuntahkan sesuatu.

Rere mengusap ngusap punggungnya, meredakan rasa mualnya. Tapi toh, mualnya tetap belum reda.

"Re, bawain temen lo ke toilet."

"Pak Herman mana sih!!!"

"Gue juga pengen ikutan muntah liat dia, bawain dia ketempat lain!!!"

Teman teman sekelasnya menggerutu kesal, karena melihatnya yang masih mual mual. Yaya juga ga tau entah kenapa tiba tiba saja dia mual. Uda kepalanya rasanya tambah pusing lagi. Yaya menatap sekilas kearah teman temannya yang uda pada berdiri dari bangku mereka masing masing, menatap kearahnya.

"Ya, ke toilet ya," Rere memegang lengannya. Yaya menghela nafas panjang. Padahal dia hanya mual biasa, dan dia ga muntah. Cuma pengen muntah gitu, tapi ga ada yang keluar. Aneh banget emang, Yaya akhirnya nurut juga, ga mau makin dipojokkan sama yang lain. Yaya berjalan dibantu Rere.

Tubuhnya rasanya lemas, minta istirahat.  Ga biasanya dia kayak gini, paling sakit ya, pusing biasa. Terus masih bisa keluyuran, makan juga selera. Ini kok...jadi takut kalau dia sebenarnya ha..mil.

Yaya melewati bangku dimana tadi Jojo dan temannya duduk, karna toilet ada dibelakang. Rere masih setia juga menopang tubuhnya, tanpa rasa jijik seperti teman sekelasnya yang natap dia. Seakan akan dirinya ini virus. Padahal dia ga muntah, kenapa dibilang jorok coba?

"Hati hati," Rere membantunya yang hampir saja oleng.

Brukk!!!

"YAYA!!!"

"PAK!! YAYA PINGSAN!!!"

TANGISAN YAYA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang