29

2.1K 104 0
                                        

"Bukumu ketinggalan?"

"Bukan, pulpenku ilang, ga tau ilangnya dimana, aku ga lupa bawa ko...B-bian?" Yaya menjatuhkan tasnya akbiat kaget ngeliat cowok yang berdiri didepan mejanya. Saudara tirinya. Bian tersenyum manis, sambil menaikan kedua alisnya. Sehingga mengerut, menunjukkan ekspresi bingung.

"Kenapa ada disini...kau sekolah disini?!!" tanya Yaya berbisik, tapi karna kaget suaranya agak sedikit lantang. Sehingga teman sekelasnya memperhatikan mejanya. Termasuk pak Herman yang masih berdiri disamping meja beliau.

"Kita sekelas." Jawab Bian tersenyum, berjalan kebelakang bangku Jojo.

"Hah?!" Yaya menatap kebelakang, ia meminta penjelasan pada Bian melalui tatapan mata. Tapi Rere keburu menyenggol lengannya.

Sekelas? Kok bisa? Apa kata ibunya kalau tau Bian sekelas dengannya, malah saudaranya itu uda dapat seragam lagi. Bian tampak seperti murid lama aja disekolah ini. Tapi gayanya keren abis. Sampai sampai teman cewek sekelasnya menatap terpesona kearah saudaranya itu. Sangat berbeda ketika pertama kali menyambutnya dikelasnya. Mungkin James benar, Yaya sama sekali ga ada aura aura cewek gitu...cewek cantik. Hahhh...cantik kalau miskin mah sama aja, ga ada kenaikan...

"Kau kenal??" tanya Rere berbisik kearahnya, Yaya memungut tasnya yang tadi jatuh karna kaget ngeliat kehadiran Bian yang sekarang berstatus sebagai teman sekelasnya. Yaya membuka bukunya tanpa minat lagi. Biasanya ia paling seneng kalau Pak Herman uda masuk kelas. Bawaannya konsentrasi mulu, tapi melihat kehadiran Bian semakin membuat Yaya khawatir, kebaikan Bian, perhatian cowok itu, hanyalah palsu. Yaya semakin yakin kalau ibunya mengutus Bian. Pertama kerumahnya, kenapa Bian mau serumah dengan gadis yang berstatus saudara tirinya, bahkan sekarang Bian itu satu kelas dengannya. Apa rencana ibunya sebenarnya? Apa yang diinginkan ibunya darinya? Kenapa ibunya mau mengutus putranya kerumah mereka. Apakah benar kalau Bian itu anak ibunya? tapi Bian emang mirip banget sama ibunya.

"Hah?" Yaya mengangkat wajahnya, menoleh kearah Rere yang lagi lagi nyengol lengannya.

"Kau kenal sama anak baru tadi?"

"Hmmm." Guman Yaya mengangguk angguk malas. Ia bad mood dengar nama Bian di telinganya. Entah apa rencana ibunya sebenarnya, Yaya sangat benci jika saudaranya itu benar benar sekejam ibunya.

"Kenal dimana??!"

Please God, dia lagi malas banget bahas bahas si Bian. Kenapa saudaranya itu semakin membuat keyakinannya semakin menjadi jadi. Yaya memikirkan banyak hal..mungkinkah Bian emang lagi menjalankan rencana ibunya? kenapa tiba tiba cowok itu hadir sebagai saudaranya, sekolah ditempatnya, sekelas dengannya. Kenapa? rencana apa yang sebenarnya disusun ibunya? kalau hanya ingin menjualnya, kenapa harus membuang uang dengan cara menggunakan putranya, yang tiba tiba pindah sekolah. Apa yang sebenarnya akan terjadi kelak?

"Dimana? Kok ga pernah cerita pernah kenal sama cowok secakep dia?!" tanya Rere goda godain Yaya dengan cara menyenggol lengannya. Yaya menghela nafas putus asa yang jelas sekali terlihat. Perjalanan hidupnya yang sulit, dimulai saat ini. Sekarang. Hanya menunggu ia akan dilempar kerumah bordil. Ga tau siapa yang akan melemparnya, hanya menunggu kenyataan itu akan menamparnya. Benarkan?

"Dia..keponakan ibuku." Yaya berbohong, ia melipat bibirnya kedalam. Entah kenapa mulutnya malah berbicara hal kebohongan.

"Ohhh.. Pantas dia perhatian gitu tadi, Yaya kenalin dong." Rere mengandalkan senyum manisnya. Yaya semakin menghela nafas berat. Ia hanya mengangguk menanggapi.

"Bener ni?"

"Iya, eh, ada pulpen dua ga?"

"Ga ada. Pulpenmu ilang?"

"Ga. Lupa bawa aja."

"Yauda ayo ku temani beli ke koperasi."

Tiba tiba satu buah pulpen uda mendarat diatas meja Yaya. Yaya melirik keatas, menatap siapa orang baik yang memberikannya pinjaman pulpen berwarna blue tersebut.

"Pakai ini." Ujar Bian tersenyum manis, sehingga gigi dia yang dikawatin pada muncul. Yaelah, sengaja kali ni orang minjamin dia pulpen, pakai cengir cengir gitu.

"B-bian.." Entah kenapa mulut Yaya terasa kelu. Ia hanya bisa manggil nama Bian.

"Kenapa? sungkan?!"

"Enggak!!!" Yaya langsung membuka tutup pena merek Swarovski Classic. Yaya memandang Bian dengan wajah mencoba menyakinkan cowok itu, yakin mau menjamin dia bolpoin terkenal yang uda dia buka tutupnya.

"Pakai aja. Jangan lupa balikin."

"Makasih."

Makasih Bian uda buat teman teman melirik sinis kearahnya. Makasih uda datang sebagai penyelamat, kalau ga ada saudara tirinya itu, mungkin uang untuk ongkos kerja kelompok akan ludes untuk beli pulpen di koperasi.

"Sama sama, balikinnya dirumah aja. Ga usa buru buru."

Oke. Bian, ga usa diperpanjang. Ga liat apa wajah wajah masam teman sekelasnya. Apa kata dunia coba, Yaya gadis kampung, dungu, jelek, bisa sok akrab sama anak baru. Dah tu anaknya cowok cakep lagi. Semoga hari hari berikutnya Yaya bisa tenang kesekolah, sekelompok sama Jojo aja uda sering dihina, dimaki. Pernah sekali Yaya menerima bullyan kasar dari Vivi dan the gank nya. Waktu itu pelajaran penjas, berhubung seragam sekolahnya masih dari sekolah lamanya. Yaya tidak memakainya dari rumah, padahal pelajaran penjas jam pertama. Tau apa selanjutnya yang terjadi, Vivi membuang seragamnya ketempat sampah. Didepan kelas senior mereka. Yaya dengan tingkat keberaniannya menuju tempat sampah itu, mengurasnya, dengan tangan kosong, tanpa alas sarung tangan. Kakak seniornya ada yang mendecih jijik, ada yang buang buang ludah didepannya. Malulah, sedih. Pas bajunya uda ketemu, warnanya malah jorok gitu lagi, Yaya hampir nangis saat itu juga, ga ada yang nolongin dia. Rere ga masuk waktu itu. Kejadiannya sehari setelah pemilihan kelompok. Sadiskan. Gimana sekarang, Bian ga jauh jauh amat cakepnya dari Jojo. Apa kehidupan sekolahnya akan berjalan lancar. Mungkinkah Bian hadir hanya untuk menghancurkan sekolahnya. Agar ia berhenti dengan sendirinya, tanpa dipaksa oleh ibunya. Mungkinkah itu rencana ibunya? membuatnya frustasi dengan perlahan.

TANGISAN YAYA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang