Remarried Empress Chapter 45

168 6 0
                                    

Bab 45 – Orang Yang Tidak Berubah (2/2)

Setelah berpisah dari Pangeran Heinley, saya mampir ke perpustakaan dan meneliti semua yang saya bisa tentang negara Rwibt dan benua Hwa. Meskipun Grand Duke Kapmen mengatakan buku The Travelogue sebagai buku dengan kisah hayalan, buku itu masih merupakan buku paling terkenal di negri ini. Saya tidak tahu mengapa Grand Duke Kapmen meminta saya untuk hadir dipertemuan berikutnya, tapi saya ingin memperluas pengetahuan saya tentang budaya Rwibt sebanyak mungkin. 'Seandainya saya punya buku yang lebih detail...' Saya menghela nafas dan menatap lembaran-lembaran buku tersebut.

Saya duduk dibangku sambil terus membaca isi buku The Travelogue dengan buku-buku lain sebagai rujukan ketika tiba-tiba terdengar suara ketukan di jendela. Itu adalah Queen. Saya membuka jendela dan dia melompat ke ambang jendela sambil memperlihatkan sayap-sayapnya. Saya perhatikan dia mengenakan saputangan di lehernya.

"Apakah Pangeran Heinley mengikatkan ini padamu?"

Saputangan itu milik saya sendiri. Saya tersenyum dan Queen memiringkan kepalanya. Saya memegangi Queen dengan satu tangan dan membelai paruhnya dengan tangan saya yang lain. Lalu segera memeriksa kakinya untuk mencari catatan. Tidak ada.

"Apakah kamu datang hanya untuk pamer?"

Atau mungkin dia datang kesini untuk mengembalikan saputangan saya? Dia tentu tidak bisa menjawab saya dan hanya bisa berkedip pada saya dengan mata ungunya yang indah. Saya tidak bisa menahan itu dan mendekap kepalanya dengan ciuman satu demi satu.

"Queen sangat cantik terutama dengan saputangan dileher mu."

Dia sepertinya sangat menyukainya sehingga saya tidak bisa melepaskan saputangan itu. Ketika saya membelai punggungnya, saya pikir Queen sangat wangi. Pikiran macam apa itu? Saya mendekatkan hidung ke bahunya dan menarik napas. Aroma itu mengingatkan saya pada Pangeran Heinley. Apakah dia mencuci saputangan dan menyemprotkan parfumnya ke atas saputangan itu? Hal yang begitu menawan sehingga seekor burung berbau seperti ini. Saya pun membungkuk untuk berbisik di dekat kepala Queen,

"Kamu wangi seperti Pangeran Heinley, Queen."

Queen membuka sayapnya karena terkejut mendengar kata-kata saya. Kemudian dia menutupi paruhnya dengan kedua sayapnya sambil membuka lebar mata bulatnya.

"Queen...?" Saya dengan nada bercanda memanggilnya, tetapi Queen gemetar dan melompat kembali ke ambang jendela.

"Apakah kamu sudah mau pergi?"

Dia terlihat sangat manis dan saya membuka tangan untuk memeluknya sebelum dia terbang. Namun dia malah menegang seperti es dan menggelengkan kepalanya.

***

"Terkadang dia mengatakan hal-hal yang menjurus...."

Kembali ke kamarnya, Pangeran Heinley melepas saputangan dilehernya. Wajahnya masih merah seolah seperti terbakar.

"Wangi seperti ku...?" Heinley mengendus saputangan tersebut. Dia memang telah menyemprotkan parfum favoritnya. Dan sang permaisuri langsung mengenali wangi parfum favorit miliknya itu? Heinley berjongkok ke bawah, pipinya semakin memerah. Kata-kata bisikan permaisuri adalah untuk Queen, bukan untuknya. Tetapi dia masih merasakan jantungnya berdebar kencang ketika dia mengingat cara napas permaisuri menggelitik telinganya. Sayangnya, kehadiran McKenna merusak perasaan memalukan dan mengasyikkan itu,

"Kenapa kamu telanjang disana? Maaf aku harus menegurmu."

Heinley melototi McKenna. Ya, McKenna adalah sekretarisnya, kesatria nya, sepupunya, dan bahkan sahabatnya sendiri.

"Kamu bisa masuk angin, segera berpakaian." Katanya lagi sambil pergi ke lemari dan mengeluarkan pakaian yang nyaman untuk Heinley. Sementara Heinley berdiri, mendecak lidahnya dan mengulurkan tangannya. Alih-alih menyerahkan pakaian itu, McKenna memiliki beberapa pertanyaan untuk diajukan terlebih dahulu.

"Yang Mulia, orang yang kamu temui dengan saputangan itu..... Apakah dia permaisuri dari negara ini?"

"Berikan aku pakaian itu."

McKenna menyerahkan pakaian nya dan Heinley menerima nya dengan tatapan yang mengatakan 'Mengapa kamu menanyakan itu padaku?'

Namun McKenna terus menatap wajah Heinley dengan penuh pertanyaan, tetapi dia malah memberikan jawaban yang terdengar tidak jelas,

"Oke!" Dia telah berpakaian rapih dan keluar istana. Dia mengambil jalan setapak yang memungkinkan angin malam mendinginkan wajahnya yang masih saja memerah. McKenna makin gigih, bagaimana pun dia harus mendengar jawabannya dan dia terus menempel disisi Heinley.

"Yang Mulia, kamu harus jujur. Apakah teman menyuratmu selama ini adalah Permaisuri Navier?"

"Apakah itu penting, McKenna? Tutup mulutmu. Aku sedang mengingat kembali kenangan yang barusan sangat indah, tapi kamu terus menyela dan membuyarkan ingatan indah ku."

"Apakah ingatan kenangan itu penting ketika realitas yang ada di hadapan mu berkata lain? Bagaimana bisa aku tidak peduli dengan mu, Yang Mulia? Apakah teman menyurat mu itu bisa kamu cintai dan kamu miliki?"

Pangeran Heinley berhenti lalu berbalik ke arah McKenna.

"Yang Mulia, tentu aku mendukung mu dalam hubungan romansa yang serius. Tapi pasangan mu adalah permaisuri dari negara yang kuat, ini lain lagi ceritanya..."

Heinley masih terdiam memperhatikan omelan McKenna padanya. Dan McKenna tidak berhenti hanya sekedar disitu, dia berambisi untuk menyadarkan Pangeran Heinley dan menghadapi realita yang ada.

"Kamu seharusnya tidak pernah terlibat dengan permaisuri negara lain. Negara yang kuat ataupun yang tidak. Apakah kamu ingin terlibat secara politik dengan Kekaisaran Timur?"

Mata McKenna memancarkan kekhawatiran yang tulus. Pangeran Heinley dan Permaisuri Navier memiliki hubungan buntu. Bahkan jika Kaisar Sovieshu memiliki hati yang selalu tertuju pada Rastha, tidak ada negara yang akan menghapus permaisuri yang duduk dan bertahta saat itu. Permaisuri juga tidak bisa memulai perceraian dengan suaminya. Dan bahkan jika Kaisar Sovieshu menggulingkan Permaisuri Navier, tidak mungkin dia menikah lagi dengan pangeran dari negara lain.

Heinley : "Tidak McKenna. Tidak seperti itu. Kamu telah melebih-lebihkan."

McKenna : "Betulkah? Apakah aku bisa mempercayai kata-katamu?"

Pangeran Heinley terdiam. Dia melihat ke langit-langit sambil menghela nafas.

McKenna : "Nah kan, kenapa kamu tidak menjawab ku?"

McKenna segera berdiri sejajar dengan Heinley lalu menatap wajahnya. Dia bertanya kembali dengan hati-hati,

"Aku belum menanyakan hal yang paling penting dari ini semua. Apakah kalian berdua memiliki perasaan yang sama satu sama lain?"

Heinley ragu-ragu, lalu dia mengangkat tangannya. Matanya masih melihat ke arah lain, tidak berani menatap McKenna. Ekspresinya pun masih sama, tetapi suasana hatinya yang telah berubah. McKenna menghentikan introgasinya dan melihat ke arah yang sama dengan sang pangeran.

Seorang wanita dengan payung ungu muda sedang berjalan menuju kearah mereka berdua dijalur batu putih. Itu adalah Rastha, selir Kaisar Sovieshu. McKenna membungkam mulutnya. Kekasih kaisar dan bintang masyarakat yang sedang naik daun benar-benar tenggelam dalam hitungan hari. McKenna yakin dengan semua pemikiran orang-orang, banyak tamu di istana selatan yang mencemooh Rastha karena menutupi fakta bahwa dia adalah budak yang melarikan diri. Setelah klaim Viscount Roteschu menyebar, Rastha sibuk berkeliling mencoba mengoreksi gosip yang menurutnya salah itu, tetapi tidak ada yang mempercayainya. Mungkin itulah sebabnya Rastha bersinar sekarang dalam suasana hati yang tertekan.

McKenna memandang Pangeran Heinley. Pangeran sudah menimbulkan masalah dengan Rastha dan dia cukup blak-blakkan begitu dia mulai bicara. Apakah itu sebuah berkah atau kesialan, Pangeran Heinley berjalan melewati Rastha seolah-olah dia tidak memperhatikannya. Dan McKenna merasa lega dan dengan cepat mengikuti langkah Heinley. Namun tiba-tiba Rastha memanggilnya,

"Yang Mulia."

McKenna dengan segera menyikut punggung Pangeran Heinley. Namun sang pangeran malah berbalik dengan wajah cemberut dan Rastha mendekati mereka berdua.

The Remarried Empress (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang