Remarried Empress Chapter 82

117 5 0
                                    

Bab 82 – Kemarahan Sovieshu (1/2)

Awalnya saya mempertimbangkan untuk mengajaknya ke ruangan kosong, tetapi pada akhirnya saya memutuskan untuk sambil berjalan-jalan. Pangeran Heinley melangkah tepat disamping saya.

"Dokumen apa itu?" Saya berasumsi dia menunggu saya untuk membahas sesuatu, tetapi Pangeran Heinley tidak menunjukkan surat-surat dalam dokumen itu pada saya segera. Ketika saya mengulurkan tangan untuk mengambilnya, dia menariknya dari ujung jari saya sambil tertawa kecil.

"Berhentilah bermain-main. Dokumen apa itu?"

Pangeran Heinley terkekeh lagi dan kemudian dia menyerahkan dokumen tersebut. Saya melihat kertas-kertas itu, lalu memandangnya dengan heran. Dokumen itu memiliki sampul, tapi tidak ada apa-apa di dalamnya. Saya menatapnya dengan bingung dan dia tersenyum seraya meminta maaf.

"Aku minta maaf. Aku pikir itu akan terlihat lebih alami jika kita bertemu dengan cara seperti ini."

"Tidak perlu membohongi seperti ini."

"Aku tidak ingin melakukan apapun yang membuat Queen merasa tidak nyaman."

Saya meliriknya dan memperhatikan bahwa dia memandangi saya. Ekspresinya lembut dan matanya yang ungu menyala dengan kehangatan yang tidak biasa. Saya pun menyerahkan dokumen tadi kembali padanya dengan rasa canggung, dan Pangeran Heinley menerimanya. Tetapi pandangannya tidak juga berubah. Akhirnya saya mendorong pipinya agar dia menoleh lurus kedepan, tidak lagi memandangi saya. Sang pangeran terkekeh kembali.

Permaisuri : "Lalu mengapa Anda datang kesini jika tidak ada yang perlu dibicarakan?"

Heinley : "Tidak. Itu tidak sepenuhnya benar. Aku punya sesuatu untuk di diskusikan kepada Anda."

Saya punya firasat bahwa itu bukanlah tentang sesuatu yang baik. Wajahnya yang tersenyum, langsung berubah menjadi suram dan dia juga menggaruk dagunya saat dia berjuang untuk menemukan kata-kata yang pas untuk dibicarakan. Dia sepertinya sedang berdebat dengan dirinya sendiri apakah pantas untuk dibicarakan atau tidak.

Permaisuri : "Pangeran Heinley?"

Heinley : "Ah, ya! Aku pernah mengatakan beberapa hari yang lalu bahwa saudara ku sedang tidak sehat."

Permaisuri : "Iya. Saya masih mengingat itu."

Lalu terdengar suara desahan yang berat darinya. Saya menoleh kearahnya,

"Oh! Apakah kondisinya kini semakin memburuk?" Saya sangat bersimpati saat melihat wajah sang pangeran semakin suram.

"Ya, sepertinya begitu. Aku sudah menerima surat lagi, tapi sekarang kondisinya memburuk."

Kaki saya berhenti berjalan bahkan sebelum saya menyadarinya. Kesehatan Raja Barat adalah masalah serius yang mungkin membawa dampak politik ke Kekaisaran Timur, belum lagi kesedihan teman pribadi saya, Pangeran Heinley. Dalam keadaan seperti ini, saya seharusnya tidak menghentikan Pangeran Heinley untuk kembali ke Kerajaan Barat. Jika dia menjadi raja, pertemuan kita kemungkinan akan lebih sedikit di masa depan, dan kita tidak akan pernah bisa bicara begitu akrab satu sama lain seperti yang kita lakukan sekarang. Pikiran itu tidak meringankan kesedihan saya. Saya menatapnya dengan ekspresi gelisah.

"Lalu... Apakah Anda akan kembali ke Kerajaan Barat?"

"Tidak akan segera. Tapi mungkin juga segera."

"Oh, saya mengerti."

Alis Pangeran Heinley terlihat berkerut,

"Aku harus pergi sebelum kakak ku meninggal demi mendengarkan surat wasiatnya."

Raja harus dalam kondisi yang serius jika dia memberikan kehendaknya.

"Bukankah sebaiknya Anda pergi dengan cepat jika memang seperti itu keadaan nya?" Sekarang saya benar-benar khawatir tentang kesehatan sang raja, tetapi Pangeran Heinley dengan sedih menendang batu-batuan kecil ditanah. Dia tetap diam tanpa jawaban.

"Pangeran?" Saya memanggilnya pelan.

"Kadang-kadang ada perasaan yang berat..." Sambil menghela nafas, dia segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum lebar. Namun....

"Yang Mulia."

Ada suara gemerisik dan Grand Duke Kapmen berjalan kearah kami berdua. Saya terkejut dengan kehadirannya yang secara tiba-tiba.

Permaisuri : "Saya tidak tahu bahwa Anda juga berada disini."

Dia seharusnya tidak berada didekat saya selama masih dibawah pengaruh ramuan, dan saya takut bahwa Pangeran Heinley mungkin bisa saja salah memahami hubungan kami. Tidak, bukan hanya dia saja, tetapi orang lain disekitar juga.

Kapmen : "Iya. Aku keluar untuk menenangkan diri."

Grand Duke Kapmen menjawab dengan tenang dan memandang Pangeran Heinley keatas hingga ke bawah. Saya mengenali ekspresi Grand Duke Kapmen dari pesta Tahun Baru. Itu adalah pandangan mata kritis yang menilai lawan seseorang secara detail. Pangeran Heinley juga mengerutkan keningnya. Saya buru-buru menariknya pergi dan memberikan selamat tinggal singkat kepada Grand Duke Kapmen, lalu kembali ke sang pangeran.

Permaisuri : "Ayo terus berjalan. Kita memiliki lebih banyak untuk dibicarakan."

Saya khawatir Grand Duke Kapmen yang dilanda mabuk cinta mungkin akan mengatakan sesuatu yang aneh kepada Pangeran Heinley. Namun, saya gagal memisahkan keduanya. Grand Duke Kapmen mengulurkan tangannya dengan harapan saya akan menjauh dari Pangeran Heinley. Pangeran Heinley nampak tercengang dan bibirnya melengkung sebagai tanda peringatan.

"Tinggalkan dia." Pintanya.

Saya lah yang menggandeng lengan Pangeran Heinley, tetapi Grand Duke Kapmen berbicara seolah sebaliknya. Ramuan yang mengalir melalui darah grand duke sangat mengaburkan alasannya.

"Kamu...? Apakah seperti ini perilaku seorang grand duke dari Benua Hwa?" Pangeran Heinley tertawa seolah-olah dia menemukan seluruh situasi tidak masuk akal. Namun Grand Duke Kapmen melangkah diantara saya dan Pangeran Heinley tanpa jawaban sedikitpun.

Mau tak mau, saya merasa sangat kecil, sementara kedua pria berbadan besar itu saling menatap tajam. Suasana diantara mereka begitu buruk sehingga sulit untuk ikut campur tangan.

Heinley : "Aneh sekali. Permaisuri berdiri didepan ku, jadi mengapa pria ini ada disini?"

Kapmen : "Kecemburuan!"

"Kecemburuan?" Saya hampir tersedak dan menarik-narik ujung pakaian Grand Duke Kapmen. Saya takut bahwa pada tingkat ini, dia bahkan akan mengatakan kalau dia mencintai saya.

Permaisuri : "Grand Duke Kapmen! Pangeran Heinley! Hentikan!"

Terlepas dari usaha saya untuk menarik pakaiannya, Grand Duke Kapmen tetap memelototi Pangeran Heinley dengan mata dingin, dan Pangeran Heinley mengembalikannya dengan tatapan menantang. Senyumnya yang biasa, kini digantikan dengan ekspresi bagai guntur yang menyala. Tampaknya ini merupakan awal perkelahian.

"Grand Duke Kapmen, tolong jangan lakukan apapun yang akan Anda sesali nanti!" Saya merasa kasihan padanya, tetapi saya menendang tumitnya dengan ujung sepatu saya. Dia tersentak kearah saya seolah dia kembali mendapatkan akal sehatnya, tetapi pada saat itu, Pangeran Heinley mendorongnya ke samping.

"Pangeran!" Terlepas dari protes saya, dia menyeringai yang tidak sesuai dengan situasi saat ini.

"Ada apa, Queen?"

"Jangan memaksanya."

"Aku tidak bisa melihat Anda sama sekali dengan pria di depan ku ini." Namun, dia menghela nafas dan meminta maaf.

"Maafkan aku? Apakah Anda marah pada ku karena aku mendorongnya?"

"Saya tidak marah, tapi...."

"Pangeran Heinley tidak cocok menegosiasikan dirinya pada Anda." Suara Grand Duke Kapmen menyela. Apakah dia akan memulainya lagi? Kepala saya mulai sakit. Saya berharap situasinya segera berubah, tapi nampaknya ini akan meningkat lagi.

Pangeran Heinley segera menatap Grand Duke Kapmen sambil tersenyum. Dia tampak menakutkan bahkan ketika dia tersenyum seperti itu.

The Remarried Empress (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang