Remarried Empress Chapter 69

101 5 1
                                    

Bab 69 – Siapa Yang Akan Memakai Gaun Merah? (2/2)

Saya berusaha menjaga ekspresi selurus mungkin ketika gumaman di dalam ruangan semakin keras. Ada wanita lain yang mengenakan gaun yang hampir identik dengan gaun milik saya. Tentu saya langsung mengenalinya dari warna rambut peraknya yang tidak biasa dan mulutnya yang halus.

"Ya Tuhan!" Countess Eliza bergumam dengan suara kaget, sementara ruangan terasa seperti bergoncang didepan mata saya. Dari warna gaun merah terang hingga sepatu yang dikenakan nya, kalung, anting-anting, dan juga topeng berbulu putih... Konsep dan pengaturan nya nampak sama persis.

Rastha memalingkan kepalanya kearah dimana semua mata orang-orang tertuju, lalu dia memberi kejutan "Oh?" ketika dia melihat saya. Ruangan seketika sunyi senyap. Tidak ada yang berbicara, tetapi tentu saja isi pikiran mereka tertulis jelas di setiap wajah mereka. Jika mereka melihat ekspresi saya dan Rastha, jelas bahwa kami berdua tidak merencanakan hal kebetulan ini bersama apalagi dengan sengaja. Semua orang menahan nafas mereka karena cemas tetapi mereka juga ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Saya berdiri diam dan menatap Rastha. Saya punya banyak hal untuk dikatakan kepadanya, tetapi saya tidak akan mendekatinya terlebih dahulu. Entah itu untuk alasan atau permintaan maaf, dia lah yang seharusnya datang kepada saya. Saya diajari bahwa seorang permaisuri tidak pergi ke bawahannya untuk memberikan alasan. Maka Rastha mendatangi saya, dia tampak benar-benar terkejut dari wajahnya.

"Yang Mulia... Kostum Anda... Kostum Anda dengan Rastha...?" Dia ragu-ragu. Tapi dia akhirnya melanjutkan kalimatnya,

"Apakah Anda sengaja memakai sesuatu yang sama seperti Rastha, Yang Mulia?"

Countess Eliza membelalakan matanya dan mendengus marah,

"Itu kasar, Nona Rastha!"

Perasaan tidak menyenangkan naik ke leher saya, tetapi saya menjaga untuk tetap tenang dan memberinya senyuman ringan.

"Saya datang kesini sebagai diri saya sendiri. Bukankah kamu yang ingin meniru segala hal tentang saya, Nona Rastha?" Saya tersenyum tetapi nada suara saya terdengar sedingin mungkin, sementara Rastha menatap saya dengan ekspresi bingung.

"Mengapa aku harus melakukan itu sekarang? Kali ini Yang Mulia lah yang berpakaian mirip seperti Rastha, kan?"

"Kenapa saya harus terlihat seperti itu?"

Rastha terdiam. Ekspresinya ketakutan tapi dia masih tetap cukup berani untuk mengatakan hal itu.

Permaisuri : "Ini hanya akan membuat kita berdua menjadi bahan tertawaan, jadi tidak perlu lakukan ini. Kamu harus mengerti itu mulai sekarang." Saya sengaja mengatakan padanya 'Jika kamu memakai gaun yang sama, kita berdua akan kalah, dan saya tahu itu.' Siapapun yang mendengar ini akan tahu bahwa saya tidak akan berusaha untuk mempermalukan diri sendiri, selain mereka yang tidak ingin mempercayai kata-kata saya.

Rastha menarik nafas dalam-dalam dengan ekspresi tertegun. Sebagai seorang politisi, saya tahu bagaimana membela diri dengan garis perhitungan, sementara dia hanya membela dirinya dengan wajah nya. Saat saya berjalan melewatinya, dia melepas topeng yang dia kenakan dan melemparnya ke lantai. Saya berjalan lurus ke tempat duduk saya yang sudah disiapkan tanpa melihat kebelakang. Dan Countess Eliza juga para dayang-dayang saya yang lain ikut berjalan bersama saya, di dekat saya.

Sementara itu, sekelompok pria bergerak kearah Rastha untuk menghiburnya. "Jangan menangis... Jangan menangis..." Saya bisa mendengar beberapa dari mereka berkata demikian. Diantara mereka tampaknya ada beberapa orang biasa, yang memandang saya dan Rastha secara bergantian dengan terkejut dan rasa ingin tahu. Beberapa orang berbicara dengan nada berbisik, tetapi mereka tidak dapat sepenuhnya membungkam percakapan mereka. Artina mencondongkan tubuhnya kearah saya dan berbicara dengan suara rendah,

"Yang Mulia, haruskah saya mengurus mereka yang mengatakan hal-hal kasar?"

"Tidak. Biarkan saja." Saya menjawab dengan acuh tak acuh dan bersandar dikursi. Sangat mudah untuk menggunakan kekuatan di depan umum, tetapi melakukan itu dapat meyebabkan efek samping yang hebat. Orang-orang lebih menyukai yang berkuasa, tetapi mereka membenci jika sudah menggunakan kekuatan atas kekuasaan mereka. Maka, jika saya mencoba menghentikan mereka berbicara hanya karena suasana hati saya yang hancur, itu pasti akan menyebabkan kejatuhan.

"Orang yang datang lebih awal lah yang harus dianggap orang pertama yang mengenakan gaun itu."

"Maksudmu wanita bangsawan berambut perak itu?"

"Dia tampak tidak bersalah bagiku."

"Mengapa permaisuri mencoba meniru pakaian orang lain?"

"Oh, ku dengar wanita berambut perak itu adalah selirnya kaisar. Dan dia bukanlah bangsawan, dia berasal dari rakyat jelata seperti kita!"

"Benarkah? Jadi permaisuri mencoba menyabotase dia?"

Saya mengabaikan percakapan yang hanya membuat frustasi dan mempertahankan ketenangan saya. Tampaknya orang-orang itu adalah orang-orang biasa juga dan mereka benar-benar dirasuki oleh penampilan Rastha yang misterius dan begitu polos. Mereka menatapnya seolah-olah dia adalah peri dari dunia lain.

Saya menyembunyikan kaki saya yang gemetaran. Saya juga mendengar orang lain yang memihak saya dan mengatakan bahwa Rastha lah orang yang telah meniru saya, tetapi kisah-kisah buruklah yang lebih berpengaruh untuk saya. Rastha terlihat sama saja meskipun orang-orang memihaknya, ekspresinya tidak baik. Saya mengalihkan pandangan darinya dan memaksakan diri untuk memikirkan hal lain. Misalnya siapa orang yang memberikan informasi detail tentang pakaian saya kepada Rastha? Sementara saya marah padanya saat ini, tapi yang paling penting bukanlah dia.

"Siapa yang membocorkan informasi itu padanya?"

Sulit untuk menentukan penyebabnya, karena gaun saya tidak dipilih dalam sehari semalam. Ada banyak waktu, metode, dan orang-orang yang dapat mengomunikasikan kata-kata itu. Sekali lagi, Laura yang berbicara dengan amarah terbuka untuk saya.

"Countess Eliza, apakah ini perilaku selir lainnya? Aku sangat marah!"

"Karena selir itu legal, sulit untuk menyentuhnya ketika mereka disukai. Banyak selir yang berbuat lebih buruk dari ini, Nona Laura."

"Bagaimana bisa lebih buruk?"

"Jika kamu melihat permaisuri sebelumnya..." Countess Eliza tiba-tiba berhenti berbicara, menutupi mulutnya dengan kipas dan melihat sesuatu dari pundak saya. Saya menoleh dan menemukan Sovieshu yang memasuki ruangan. Dia telah mengabaikan kode berpakaian dipesta dan malah mengenakan setelan polos, sementara Rastha dengan gembira bergegas lari ke sisinya.

"Yang Mulia..." Dia memanggilnya dengan suara manis. Matanya merah saat saat dia menempel pada Sovieshu dan memberitahunya sesuatu, tetapi saya tidak bisa keluar dari sini sekarang. Namun dia melirik ke arah saya, dan mata kami saling bertemu. Saya tersenyum lemah padanya dan mengangguk. Rastha juga menatap saya saat dia memeluk lengan Sovieshu, dan saya juga memberinya senyum acuh tak acuh. Kemudian dengan sengaja berbalik ke arah Countess Eliza. Saya bisa mendengar celoteh para pemuda dan pemudi yang bersemangat untuk melihat kaisar dan Rastha dari jarak dekat.

"Yang Mulia." Countess Eliza menyebut nama saya dengan cemas. Saya memberinya senyum meyakinkan dan meraih gelas anggur saya. Begitu saya menyentuhnya, saya langsung menyesalinya, tetapi sudah terlambat. Saya mengangkat gelas dan menyesapnya. Namun Countess Eliza terus mencoba memberitahu saya sesuatu dengan matanya. Saya pun melihat kesamping lagi dan melihat Sovieshu mendekat. Oh... Dia pasti datang kesini untuk duduk disamping saya. Rastha masih menempel di lengannya.

"Hahahahahaha, aku sangat terkejut ketika permaisuri dan Nona Rastha datang dengan gaun yang sama persis." Bahkan Grand Duke Lilteang juga ikut bergosip tentang hal tersebut.

"Sebenarnya Nona Rastha lah yang mengenakannya terlebih dahulu dan kemudian permaisuri muncul setelahnya."

"Tapi itu terlihat berbeda karena mereka masing-masing memiliki suasana yang berbeda."

Saya tersenyum ringan dan menyesap anggur saya lagi. Mereka yang memihak Rastha mengatakan bahwa saya lah yang menyalin nya. Orang-orang yang tidak saya sukai ada disini, dan hati saya semakin berdebar. Namun, senyum saya terhapus dari wajah saya ketika Sovieshu mulai berkata,

"Ya, ini luarbiasa. Aku yang meminta permaisuri untuk datang dengan gaun berwarna merah."

The Remarried Empress (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang