.
「Yang Terakhir」
»–R–I–M–«
.
‘Aku tidak tahu kau sedang menulis surat. Sepertinya aku datang di saat yang tidak tepat… Oscar.’
‘Tidak apa-apa, Lee Kiyoung. Aku hampir selesai, jadi…’
‘Kali ini juga…’
‘Ya. Karena ibuku mungkin khawatir, dan… seperti yang selalu kukatakan, kau bisa memanggilku Alice kita hanya berdua. Aku merasa kau terlalu asing denganku… aku merasa tenang saat kau memperlakukanku dengan nyaman seperti sebelumnya.’
‘Aku minta maaf kalau kau merasa seperti itu, Alice, tapi aku hanya mengungkapkan rasa hormat yang pantas kau dapatkan.’
‘Kau tahu… aku bukan tipe orang yang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu darimu.’
‘Aku rasa tidak ada pembeda antara mereka yang pantas dan tidak pantas untuk mendapatkannya.’
‘Ya. Benar. Ya…’
‘Seperti yang selalu aku katakan, tidak ada kehidupan yang sederhana. Beberapa orang membedakan pangkat, tapi semua manusia sama dan punya hak untuk menikmati apa yang pantas mereka dapatkan. Hal yang sama berlaku untukmu. Kau tidak perlu merendahkan diri. Tidak peduli dalam keadaan apa kau dibesarkan, semua manusia di bawah Benignore adalah sama.’
‘Aku… aku lupa sejenak.’
‘Apa kau gugup?’
‘…’
‘…’
‘Ya, kurasa begitu. Aku berpikir ini menakutkan… dan berat. Terkadang… Terkadang aku bermimpi.’
‘…’
‘Dalam minpiku, orang-orang yang mendukungku mengarahkan jari mereka padaku. Rekan-rekan yang aku percaya mengarahkan jari mereka padaku setelah naik panggung sebagai Oscar. Saat itu terjadi, Oscar di podium menghilang. Rambut panjang yang dipotong kembali hidup, dan aku bisa melihat Alice mengenakan seragam maid. Alice, bodoh, takut, dan tertekan, melihat sekelilingnya dengan wajah pucat. Rekan-rekannya melemparinya dengan batu, mengatakan bahwa mereka tertipu dan bertanya apa aku berhak memimpin mereka? Apa aku benar-benar berpikir bahwa aku adalah orang hebat yang dapat menjadi pemimpin baru mereka….’
‘…’
‘Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi setiap kali mencoba, tidak ada suara yang keluar. Aku tahu Benignore benar. Aku juga tahu bahwa apa yang kau katakan itu benar. Tapi… Kurasa aku sudah hidup seperti ini terlalu lama. Apa kau pernah memikirkan ini?’
‘…’
‘Apakah kau… apa kau pernah menyesal sedikit saja karena telah memilihku? Apa kau pernah berpikir ini adalah sebuah kesalahan?’
‘Alice…’
‘Tidak. Aku seharusnya tidak mengatakan itu. Tidak mungkin kau membuat kesalahan. Maaf.”
‘Kau tidak perlu meminta maaf.’
‘A-Aku harus menyiapkan… pidato untuk besok.’
‘Kau tidak bodoh, tidak penakut, ataupun tertindas. Jika kau masih khawatir, kuharap kau tidak pernah lupa kalau aku selalu ada di sisimu, Alice.’
“Aku tidak pernah lupa, Putra Cahaya. Tapi…”
“……”
“Aku sangat takut sekarang Putra Cahaya tidak hadir. Aku takut aku akan membuat pilihan yang salah. Mungkin semua ini adalah tanggung jawabku. Aku sangat takut hanya dengan memikirkannya.”