.
「Yang Terakhir」
»–R–I–M–«
.
Tampaknya merangkul segalanya, cahaya hangat menghibur mereka yang lelah dengan pertempuran.
Aku telah melalui banyak perang dan keajaiban, tapi saat-saat seperti ini selalu membuat jantungku berdebar kencang.
Cannon playboy, yang baru saja menghabiskan waktu mengutuk, juga menatap langit dengan kosong.
Cahaya terang menerangi langit yang gelap di mana tidak ada yang bisa dilihat.
Tidak apa-apa jika itu bukan keajaiban. Tidak apa-apa jika itu hanya pertunjukan.
Hanya memberikan setitik cahaya pada benua sudah cukup. Situasinya cukup buruk bahkan untuk berpikir seperti itu.
“Apa Putra Cahaya… ga ninggalin benua? Dia…”
“Ga mungkin dia ninggalin benua. Haha. Udah jelas kan? Emang di dunia ini ada orang lain yang mencintai benua lebih dari dia?”
“Apa kau tidak percaya diri dengan umpatanmu sebelumnya, Cannon?”
“Ya. Tapi, kenapa kau membahas itu? Aku cuma ngerasa aku ga beruntung. Sekarang aku udah pensiun dan mencoba hidup dalam damai, tapi siapa sangka semuanya akan kacau setiap kali aku mengunjungi ibu kota? Alex, bukankah kau juga sama? Kau sendiri yang bilang kalau bertarung untuk mencari nafkah itu melelahkan. Kau yang membujuk kami untuk pensiun bersama.”
“……”
“Btw, George, kau kurang beruntung kalau bergaul dengannya. Kenapa kau selalu mampir ke ibu kota di situasi seperti ini? Melihat waktunya yang buruk, siapa yang ga ngasih kau label gambler kelas tiga? Ya gak Alex?”
“Ga gitu, aku...”
“Apa?”
“Aku merasa agak beruntung, Cannon.”
“Hah?”
“Mungkin kita beruntung berada di sini.”
“Dasar gila. Kau pecandu perang, Alex. Mending kau pergi ke kuil atau RSJ sebelum makin parah. Kalau ga mau pergi sendiri, aku bisa…”
“Bukan itu.”
Aku tidak tau persis bagaimana menjelaskannya, tapi itu jelas bukan kecanduan. Alih-alih bisa bertarung, aku merasa beruntung bisa berada di sini bersama mereka.
Itu bukan pertempuran dengan makna besar seperti untuk negara, cita-cita, atau generasi mendatang.
Kami adalah tipe orang yang hidup mengikuti arus karena kami menyukai keselarasan tanpa perlawanan.
Setiap kali aku berdiri di titik balik, setiap kali ada krisis besar, aku dipanggil untuk mengangkat senjata, tapi … kali ini, aku merasakan sesuatu yang berbeda.
Tanpa sadar, aku melihat ke atas.
Sebaliknya, dia terlihat seperti kami. Terluka, patah, lelah, lembut…
Oscar memegang tombak suci. Naga dan Putra Cahaya juga ada di sana, dikelilingi oleh cahaya.
Raungan bergema saat reptil besar itu mengangkat kepalanya ke langit. Aku merasa visi mereka yang akan melahap Negara membantu kami.
Saat aku melihat Oscar berdiri di pagar dan memegang senjata, aku merasakan sesuatu yang menggelitik dan beresonansi di punggungku.
Dia tampak berbeda dari biasanya. Dia tidak seanggun dan serapi biasanya.