Jam menunjukkan pukul satu pagi dan Raya sudah membuka matanya merasakan perutnya yang kontraksi secara tiba-tiba, Raya menoleh pada Rafael yang terlelap di sampingnya, dengan tubuh polosnya memeluk tubuh Raya yang juga sama polosnya menandakan bahwa mereka baru saja menghabiskan waktu intim bersama
Ya, sudah sebulan lebih sejak Rafael menyatakan keinginannya untuk belajar mencintai wanita itu yang entah berhasil atau tidak, yang jelas Raya sudah bisa merasakan bahwa pria itu benar-benar mencoba, mulai dari mengajaknya untuk tidur bersama, bersikap lembut, bahkan tak ragu untuk mengungkapkan rasa sayangnya, meski sepertinya kata cinta masih terlalu sulit untuk pria itu, tapi sungguh, Raya sudah merasa lebih dari cukup
Kembali pada keadaannya yang sekarang, tanpa berniat membangunkan pria yang ia cintai itu, perlahan Raya memindahkan tangan Rafael yang memeluk perutnya sebelum kemudian wanita itu berlari pelan masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan keran air dan memuntahkan isi perutnya
Huek huekk
Selalu begini dan sudah sebulan Raya melalui ini tanpa sepengetahuan Rafael. Entahlah, tapi semakin hari ia merasakan tubuhnya semakin lemah, mual muntah yang rasanya tak tertahankan, belum lagi punggung dan perutnya yang selalu terasa nyeri bukan main, dan semakin hari rasa sakitnya semakin intens dan Raya merahasiakannya selama sebulan
Kalau boleh jujur yang Raya khawatirkan adalah kondisi bayinya, karena seiring dengan tubuhnya yang semakin sakit, hal itu terjadi bersamaan dengan Raya yang merasa bahwa pergerakan anak di dalam kandungannya juga berkurang
Raya ingin sekali meminta Rafael untuk membiarkannya kontrol setidaknya sekali sebelum ia melahirkan, tapi ia sungkan, Rafael sendiri tampaknya juga kurang peka dengan hal-hal seperti ini, jadi yang Raya lakukan setiap harinya adalah meminum obat penguat kandungan, satu-satunya obat yang ia miliki dan yang paling bisa meredakan setiap kontraksi yang ia rasakan
Setelah memuntahkan isi perutnya di closet kamar mandi, wanita itu terduduk di lantai, mencoba meraup oksigen sebanyak-banyaknya merasakan dadanya yang terasa sangat sesak, belum lagi pandangannya yang semakin mengabur, namun wanita itu selalu berlagak kuat, memaksakan diri untuk bangkit dan kembali berbaring di ranjang Rafael, berfikir bahwa besok mungkin rasa sakitnya mereda
Hingga kesesokan paginya, Raya melakukan aktivitas seperti biasa. Meskipun sekarang ada Bi Lastri - pembantu baru yang dipekerjalan Rafael - Raya bertekad untuk setidaknya melakukan pekerjaan dapur seperti menyiapkan hidangan untuk Rafael mengetahui di hari pertama Bi Lastri bekerja, masakannya tidak cocok dengan selera pria itu, jadilah Raya tetap bertanggung jawab mengurus bagian dapur
Setelah menemani Rafael sarapan, keduanya berjalan bersam di mana Raya mengantar Rafael hingga ke pintu utama sebelum benar-benar berangkat ke kantor
Pria itu berbalik, menangkup wajah kekasihnya dan mencium pucuk kepalanya dengan lembut sebelum kemudian berlutut memegang kedus sisi perut besar di hadapannya dan menciumnya penuh kasih sayang
"Papi pergi dulu ya, kamu tolong jangan bandel, jagain mami selama papi di kantor, okay anak baik?"
Menunggu sang anak yang tidak memberikan respon membuat Rafael menghembuskan nafas pelan sarat akan rasa kecewa sebelum kemudian berdiri menatap kekasihnya lirih
"Kenapa ya, Ay, anak kita makin ke sini makin kurang responsif"
Raya hanya memberikan senyuman getir, ia sendiri sebenarnya merasa khawatir tapi memutuskan untuk tidak menunjukkannya dan membuat Rafael khawatir "Mungkin bosen denger suara papinya" jawabnya asal membuat Rafael terkekeh
"Sembarangan"
Raya meresponnya dengan tawa kecil sementara Rafael menatap wajah wanita di hadapannya itu dengan seksama sebelum kemudian mengernyit heran "Perasaan aku aja atau kamu pucet banget ya, Ay--" tangannya terulur mencoba untuk mengecek suhu tubuh wanita itu dan menatapnya terkejut "-- kamu dingin banget, Ay? Kamu sakit?"
Raya hanya memberikan senyuman tipisnya menatap Rafael yang kini menatapnya khawatir "Aku gapapa, cuma pusing sedikit"
"Yakin gapapa? Pusing sedikit tapi kenapa badannya dingin banget, Ay?" Rafael terus menyentuh dahi kekasihnya sambil mengecek suhu tubuh di bagian lain seperti lengan, leher
"Ay, kita ke rumah sakit aja ya? Aku tiba-tiba gak tenang"
Raya menggeleng "Gak usah, kamu bilang kamu ada meeting penting hari ini"
"Meeting bisa diatur ulang, yang penting kamu dulu ini, kamu--"
"Aku gapapa serius--" Raya lagi-lagi menunjukkan senyumnya "--kamu ke kantor aja, di sini aku kan ada Bi Lastri, nanti kalau ada apa-apa langsung aku kabarin, hm?"
Rafael terdiam beberapa saat menatap Raya khawatir "Janji?"
"Janji"
Pria itu akhirnya mengalah, mendekat ke arah kekasihnya dan memberikan ciuman yang begitu lembut di dahinya, cukup lama sebelum akhirnya melepasnya dan menatapnya sendu "Kalau amit-amit ada apa-apa langsung telfon aku, aku usahain pulang lebih cepet biar kita bisa ke rumah sakit, hm?"
Raya mengangguk sementara Rafael kembali nerpamitan mulai menuruni lift menuju basement untuk segera berangkat ke kantornya
Setelah memastikan Rafael turun ke bawah, wanita itu segera masuk ke dalam kamarnya mencoba mengistirahatkan diri menghilangkan rasa sakit di seluruh tubuhnya yang tak kunjung mereda
---------------------------------------------------------------
Raya membuka matanya secara tiba-tiba merasakan dirinya mual luar biasa, dengan susah payah bangun dari posisi berbaringnya menuju kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya, namun wanita itu justru terhenyak ketika kali ini dirinya mengalami muntah darahSeketika tubuhnya bergetar ketakutan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya belakangan, ia takut terjadi sesuatu terutama dengan janin dalam kandungannya, jadi dia berdiri, berkumur-kumur mencoba mencuci sisa-sisa darah di mulutnya sebelum kemudian berjalan keluar untuk meminta bantuan Bi Lastri dan menghubungi Rafael
"Bi Lastri?!"
Wanita itu membuka pintu, berkali-kali memanggil nama pembantu baru kekasihnya itu, dan dengan hati-hati berjalan keluar untuk menuruni anak tangga berniat Menghampiri Bibi Lastri di mana biasanya di jam segini, wanita itu berada di ruang laundry sedang menyetrika baju
Hingga tepat ketika langkahnya akan menuruni anak tangga, rasa sakit itu kembali menyerangnya secara tiba-tiba, punggungnya nyeri bukan main, perutnya mengencang dan kram dengan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sakitnya, ditambah dengan pandangannya yang mengabur membuat wanita itu bahkan tidak bisa melihat dengan jelas jalan yang ia tapak hingga akhirnya ia terjatuh dan terguling dari atas hingga ke bawah
"Nyonya?!"
Kini ia merasakan tubuhnya mati rasa, dadanya naik turun tidak beraturan merasakan jantungnya yang berdetak sangat sangat lambat, seluruh tubuhnya sakit dan yang paling menyedihkan adalah fakta bahwa Raya bisa merasakan sebuah cairan pekat yang mengalir di sela-sela kakinya dengan deras
Raya menyesal sekarang, harusnya saat Rafael bilang dia tidak akan pergi, Raya mengizinkannya, karena sekarang wanita itu takut, amat sangat takut membayangkan bahwa mungkin ia tidak bisa bertemu dengan Rafael lagi setelah ini, ditambah dengan pandangannya yang perlahan mulai menggelap, dan hal terakhir yang ia ingat adalah Bibi Lastri yang menangis sedang menghubungi seseorang yang Raya yakini adalah Rafael, dan sekarang semuanya gelap. Raya tidak sadarkan diri.
to be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
PREGNANCY STORIES
RomanceJust a collection of stories about pregnancy and various relationship.. ⚠️Cerita aneh, gak masuk akal. Liat tags sebelum baca❗