CHAPTER 26

313 49 1
                                    

"Akhirnya menyerah, Pavel mulai memakan steak yang sudah di siapkan oleh pria itu padanya, jika tidak. Pria itu mungkin akan benar-benar mencekiknya.

Ahk sial. Aku mual sekarang. Umpat Tin saat sudah tak mampu menelan makanannya lagi, tapi enggan beranjak sebelum Pavel menghabiskan makanannya, ia harus pastikan jika pria itu benar-benar tak menyisahkan makanannya sedikit pun. Hingga beberapa menit berlalu, begitu melihat piring Pavel kosong, Tin yang sudah tak mampu menahan perutnya yang semakin bergejolak lekas beranjak dari duduknya.

"Ini sudah larut. Sebaiknya kau tidur," ucapnya yang langsung beranjak pergi, meninggalkan Pavel yang masih berdiri dengan kening mengernyit, dan hanya selang beberapa detik saja, bayangan pria itu sudah menghilang dari balik tembok menuju kamarnya.

Berlari menuju kamar mandi dan langsung memuntahkan semua makanan yang baru saja ia makan bersama Pavel beberapa menit lalu di wastavel hingga habis tak bersisa.

"Tuan muda, kau baik-baik saja?" tanya Max yang tiba-tiba muncul, melangkah menghampiri dengan perasaan khawatir dan langsung mengusap punggung Tin yang masih tertunduk saat merasakan perutnya yang kembali bergejolak.

"Bukan masalah, Max. Aku hanya kekenyangan," balas Tin mengusap sudut bibirnya dan bersandar di pinngiran wastafel sambil memegangi perutnya yang sedikit lebih enakkan.

"K-kekenyangan?"

"Hmm, kau tahu jika aku baru saja makan malam bersama Shanaye, dan beberapa menit lalu aku juga menemani Pavel untuk makan malam."

Alis Max mengernyit. "Kau tak harus melakukan itu, 'kan?"

"Aku harus melakukan itu, Max. Jika tidak anak itu tidak akan makan. Dan sebaiknya jangan pernah membiarkan anak itu melewatkan waktu makannya," balas Tin kembali mengusap wajahnya menggunakan air yang mengalir sebelum keluar dari kamar mandi. Duduk di tepi tempat tidur sambil mengusap wajahnya menggunakan handuk kecil, "dan satu lagi, jangan pernah memberinya ijin untuk keluar," sambungnya.

"Bukankah itu sangat keterlaluan?"

"Aku rasa tidak. Ini demi kebaikannya, Max. Aku rasa kau masih mengingat bagaimana penyusup itu nyaris melukainya, berada di dalam lingkungan rumah saja Pavel masih belum tentu bisa aku lindungi dengan baik, bagaimana jika ia berada di luar tanpaku."

"Aku menegrti, tapi Akirra bisa melindunginya. Aku rasa kau terlalu mencemaskannya, Tuan. Kau terlalu mengekangnya, tanpa kau sadari jika hal tersebut akan merusak mentalnya. Stres yang berlebihan tidak akan membuatnya baik-baik saja, Tuan. Percayalah, kau akan menyesal pada akhirnya jika terlalu keras padanya," ucap Max yang kembali mencoba untuk memberi pengertian. Sedang Tin masih terdiam dengan posisi yang masih sama.

"Apa kau tak pernah menyadari, semenjak Tuan Pavel menginjakkan kaki di sini, dan tinggal bersamamu, sekalipun ia sudah tak pernah tertawa lagi? Sedang yang aku tahu, Tuan Pavel adalah seorang yang periang, bahkan ia bisa tertawa hanya dengan melihat rumput berserakan tertiup angin. Selama berada di sini, ia selalu terlihat muram, hanya akan tersenyum jika tengah bersama Louie, selebihnya ia akan terus diam dan mengurung diri di dalam kamar, dan kembali terlihat jika kau sudah berada di rumah. Kau tahu jika ini semua tak benar, Tuan Pavel butuh teman, butuh pergaulan, dan juga butuh hiburan."

"Aku tahu, tapi aku tidak suka jika Pavel menjadi pusat perhatian semua orang jika ia sering berkeliaran di luar," balas Tin yang akhirnya jujur.

Max menarik napas kuat. Tak menyangka jika sebesar itu rasa suka Tin terhadap Pavel, meski ia selalu menunjukkanya dengan cara yang salah. Mengapa ia tak bisa bersikap wajar seperti pada Alpha dan lainnya yang selalu ia kencani di luar sana.

"Kau terlihat sangat menyukai Tuan Pavel."

"Entahlah." Tin beranjak dari duduknya, melangkah ke arah balkon dan berdiri di sana. Membiarkan angin malam menyapa wajahnya.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang