CHAPTER 111

183 22 0
                                    

Mobil Rolf terparkir tepat di depan sebuah hotel mewah. Selipkan senjata di balik punggungnya, rapatkan resleting jaket hingga ke leher, memakai topi, sebelum keluar dari mobil dengan perasaan yang tak berhenti khawatir. Dan perasaan khawatir kini berubah menjadi gelisah juga marah. Ia berjanji akan menghabisi siapa pun yang berani melukai Pavel.

Terlihat tak sabar menunggu lift, Rolf berdiri kaku di dalam, masih memejam kuat berusaha meredam amarah, dan mungkin harus bersikap lebih tenang lagi agar tak terjadi sesuatu dengan Pavel. Hingga pintu lift terbuka tepat di depan kamar yang sesuai dengan notifikasi yang ia terima dari sang pengirim misterius beberapa menit lalu. Mata tajam Rolf terlihat mengawasi, ia bisa melihat, tak ada yang ganjil di pintu kamar tersebut, meski masih sangat gelisah dan was-was. Ia juga terlihat gusar, masih bertanya dalam hati, apa Pavel baik-baik saja?

Rolf mendorong pintu kamar yang anehnya tak terkunci, mengawasi dengan kedua mata tajamnya, sedang satu tangan kini pegangi senjata dan siap untuk menembak, begitu juga dengan pendengarannya yang semakin di pertajam. Dan ternyata tak ada sesuatu di sana, cukup aneh, sebab ia juga tak menemukan apa pun selain Pavel yang masih terbaring di atas tempat tidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Luka memar di pergelangan Pavel pun sudah di obati dan di tempeli oleh plester, begitu juga dengan luka memar lainnya. Duduk di pinggiran tempat tidur Pavel, setelah meletakkan senjata di atas nakas yang terdapat beberapa obat, makanan, dan juga segelas susu yang masih hangat. Terlihat jika seseorang baru saja meninggalkan kamar hotel tersebut sebelum ia sampai.

"Pew," panggil Rolf dengan nada pelan, sambil mengusap kening Pavel lembut, "Oh Tuhan, apa yang sudah terjadi denganmu? Aku nyaris gila karena menghawatirkanmu," sambungnya menggenggam erat telapak tangan Pavel sebelum mengecupnya lembut.

Kembali berdiri, dan meraih senjata yang ia letakkan di atas nakas sebelum berjalan menuju kamar mandi untuk memeriksa, dan tak ada keanehan di sana. Seolah tak puas, Rolf kembali melangkah menuju balkon, dan mengamati tiap sudut ruangan, tapi hasilnya tetap sama. Tak ada yang mencurigakan sedikit pun. Meski demikian, ia tak akan lengah dan akan selalu waspada. Ini bisa saja jebakan. Ia pun bisa menyimpulkan jika seseorang sudah membawa Pavel kemari. Meski ia masih bertanya-tanya, mengapa mereka sampai menghubunginya, sedang ia memiliki Tin dan Max. Apa seseorang itu mengenalnya?

Rolf terus berpikir dengan tatapan yang tak luput dari wajah Pavel, tampak khawatir ketika mendapati kening Pavel yang mengernyit, mulai mengerang seolah sedang menahan rasa sakit, ia juga mendengar suara rintihan Pavel, bersamaan dengan air mata yang menitik di sudut mata yang masih memejam.

"Apa yang sudah terjadi denganmu? Hingga kau sampai bermimpi buruk seperti ini," ucap Rolf kembali meraih telapak tangan Pavel untuk di genggamnya dan tak melepaskannya sedikit pun.

"Tin ... tolong aku ...."

Pavel mulai mengingau hingga kejutkan Rolf, bersamaan dengan perasaan yang terluka, sekaligus sedih. Sebab Pavel tak berhenti menitikkan air mata.

"Pew?!"

"Mereka ... mereka menyakitiku ... Tin ... mereka menyentuhku ...."

Rolf semakin gusar, hingga refleks memeluk tubuh Pavel yang ketakutan.

"Pew?!" panggil Rolf sekali lagi.

Berharap Pavel akan terbangun dari mimpi buruknya saat ini, hingga beberapa menit berlalu, ketika tubuh Pavel terlihat bergerak, bersamaan dengan kelopak mata yang terbuka dengan perlahan.

"Rolf?" gumam Pavel dengan suara serak, ketika mendapati Rolf di hadapannya, bukan wajah mesum Orlando yang nyaris menodai tubuhnya.

Apa aku sedang bermimpi sekarang? Tidak, aku tak ingin kembali ketempat itu lagi. Tuhan, tolong aku, jika memang ini hanya mimpi, aku tak ingin terbangun lagi. Aku ingin tidur selamanya, cabut saja nyawaku.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang