CHAPTER 50

320 39 0
                                    

"ARRGGHH ...! KAU IBLIS KEPARAT!" umpat pria itu kesakitan, pagangi satu lututnya yang kembali di lubangi oleh Tin.

"Aku bukan pria yang memiliki banyak kesabaran. Percayalah, aku akan melubangi kepalamu jika berani mengumpat padaku. Di mana Rhodes Hedlun?" tanya Tin sekali lagi.

"D-dia di ruangan ...."

DOR!

Satu tembakan terakhir di dahi yang Tin hadiahkan kepada pria itu. Sebelum melangkah ke sebuah lemari, kembali melepaskan satu tembakan hingga lemari tersebut bergeser dengan sendirinya.

"Kau tak menyambutku, Rhodes?" sapa Tin dengan senyumnya kepada pria yang sedang berbaring di atas tempat tidur di dalam sebuah ruangan yang terlihat seperti rumah sakit dengan peralatan lengkap.

"Kau ...?"

DOR!

"ARGGHH ...!" jerit pria itu memegangi lututnya, bersamaan dengan darah yang mengotori seprei putih tersebut.

"Bukankah kau sedang sakit? Tetaplah di tempatmu. Dan jangan bergerak sedikit pun," ucap Tin berjalan mendekati Rhodes yang masih mengerang menahan sakit.

Namun. tak beregerak sedikit pun dari tempatnya. Ia tahu jika Tin adalah seorang priskopat gila yang tak memiliki perasaan sedikit pun. Dan tak hanya itu, Rhodes juga tahu semua profil tentang Krittin Selsmire dan Charlles Bell yang kegilaan mereka tak berbeda jauh.

"Aku rasa kau belum melupakanku, bukankah begitu, Rhodes?"

"Aku tak mengenalimu," balas Rhodes berbicara setenang mungkin agar tak membuat Tin marah dan berakhir menghabisinya seperti apa yang pria itu lakukan kepada puluhan anak buahnya di luar sana.

"Sungguh?"

Rhodes memejam kuat. Ada kode etik yang di sebut Omerta, yang artinya kewajiban untuk tutup mulut dan menuntut kesetiaan penuh kepada pimpinan masing-masing. Dan Rhodes adalah pria yang memegang kode etik tersebut.

"Baiklah. Aku sudah cukup bersenang-senang hari ini, bagaimana jika kau ikut denganku?" tanya Tin meraih kerah baju Rhodes dan menariknya keras hingga tubuh pria itu terjatuh dari atas tempat tidurnya,bersamaan dengan infus yang terlepas dari punggung tangannya.

"Kemana kau akan membawaku pergi?" tanya Rhodes mengerang menahan sakit, terlihat memaksakan diri untuk berdiri karena tak ingin Tin menyeretnya.

"Apa aku harus menjawab pertanyaanmu?"

Tin merobek kain seprai sebelum mengikat kedua tangan Rhodes juga menutupi matanya hingga pria itu tak bisa melihat apa pun lagi, sebelum membawanya keluar dari ruangan tersebut.

Hingga di menit berikutnya. Pintu lemari terlihat terbuka, bersamaan dengan tubuh seorang gadis yang terbaring lemas di atas lantai dengan air mata yang menetes dari sudut matanya.

"Kakak ... kakak ...."

Gadis itu meraung, ketika melihat darah milik kakaknya yang berceceran di atas lantai. Gadis itu juga bisa melihat puluhan mayat pengawal kakaknya yang tergeletak di atas lantai dengan luka tembak masing-masing di dahi. Bahkan satu pun tak ada peluruh yang bersarang di tubuh mereka. Dan sangat jelas terlihat, jika penyerang kali ini memiliki keahlian menembak yang luar biasa.

__

__

Mobil Tin berhenti tepat di depan hunian belakang, bersamaan dengan Akirra yang langsung menyambutnya. Cukup terkejut, ketika melihat mobil Tin terparkir di depan hunian belakang. Tak seperti biasanya.

"Selamat malam, Tuan Krittin," sapa Akirra ketika pintu mobil terbuka.

Kembali terkejut ketika melihat banyak bercak darah di lengan Tin, ia juga sempat melihat senjata yang di namai sweet girl oleh Tin yang masih tergeletak di depan jok tepat di sampingnya. Akirra cukup tahu, jika Tin bepergian sambil membawa sweet girl, itu artinya Tin sedang berburu. Dan tak hanya memburu satu kepala, tapi sampai puluhan kepala.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang