CHAPTER 125

176 17 0
                                    

"Kau terlihat seperti seorang yang sedang patah hati.

"Juan ...."

"Kau mencintai Tuan Krittin?"

Pavel lagi-lagi terdiam dan tak menjawab.

"Jika kau terus diam, aku akan menganggap jika itu benar."

Pavel akhirnya tertunduk. "Kau salah," jawabnya.

"Bisakah kau menjawabnya sambil menatap mataku?"

Pavel menarik napas berat. Akhirnya mengangkat kepala dan benar-benar menatap Juan.

"Katakan jika kau tak mencintainya," ucap Juan sekali lagi.

"Tidak!" jawab Pavel.

Kini Juan yang terdiam. Berpikir, bagaimana bisa Pavel melakukannya. Pria itu tak bisa berbohong di hadapannya. Bibirnya mengatakan tidak, tetapi mengapa ada kesedihan yang terpancar jelas di kedua sorot matanya.

"Apa kau tak lelah, terus menyakiti perasaanmu sendiri selama ini?"

Satu pertanyaan dari Juan yang lagi-lagi membuat Pavel hanya terdiam.

"Seharusnya kau jujur padaku."

"Apa yang harus aku katakan padamu, Juan? Aku sendiri bahkan tak tahu, apa yang aku rasakan saat ini," balas Pavel sungguh merasa bodoh di hadapan Juan.

Bermaksud untuk menyembunyikan semua luka hatinya, tetapi sepertinya ia gagal. Juan terlalu pintar dan terlihat mampu menebak isi pikirannya.

"Kau jelas merasakan rasa sakit."

Aku sudah merasakan sakit ini sejak dulu.

Pavel menelan makanannya dengan susah payah. Sebelum meneguk air putih.

"Baiklah, kita akan latihan memanah sekarang. Apa kau tahu? Sejak kau pergi, gedung itu tak pernah di buka lagi," balas Juan mengalikan pembahasan mereka.

"Ada apa? Kau tak pernah ke sana?"

"Hmm."

"Kenapa?"

"Rasanya cukup berbeda jika aku tak latihan bersamamu."

Pavel tertawa ringan. Lekas melupakan kesedihan hatinya. "Baiklah, kita akan latihan bersama mulai hari ini, tapi kita tak akan ke gedung latihan lagi," ucapnya beranjak dari duduknya sebelum berjalan keluar, menyusul Juan sambil membawa peralatan panah.

"Lalu kau akan latihan di mana?"

"Hutan."

"H-hutan?" Juan cukup terkejut. Sedang Pavel masih melangkah dengan riang, telusuri bukit hingga di balik batu besar di sana.

Bersamaan dengan kenangan yang kembali hadir ketika melintasi batu besar tersebut. Sangat teringat jelas jika di balik batu itulah ia pernah melihat Tin yang tengah bermimpi buruk ketika usia mereka masih sangat mudah, dan di tempat itu juga, pertama kali mereka bertemu setelah berpisah selama empat belas tahun.

Pavel pun masih mengingat dengan jelas, bagaimana rupa Tin saat itu, bagaimana pria itu bersikap dan memperlakukannya, begitu juga dngan deretan kalimat yang Tin ucapkan padanya saat itu, kalimat yang menunjukkan posesif dan keinginan pria itu untuk memilikinya. Sungguh satu hal yang kembali membuatnya terluka, sakit, dan merindu. Ia sungguh membenci perasaan itu, tetapi tak bisa ia hindari.

"Melamun lagi?"

Suara Juan yang begitu tiba-tiba buyarkan Pavel dari lamunan.

"Maaf," ucap Pavel membalikkan badan sambil memijat tengkuk lehernya, setelah terdiam mematung di depan bongkahan batu besar di sana.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang