CHAPTER 55

281 36 4
                                    

KEDIAMAN KRITTIN SELSMIRE

Pavel terbangun di pagi hari dengan perasaan yang bahagia. Merasa jika ia baru saja melewati mimpi yang begitu indah. Namun, mengapa semua terasa begitu nyata, ia pun bisa menghirup aroma yang tak asing menempel di tubuhnya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengannya? Apa karena terlalu merindukan Tin, ia jadi berhalusinasi, dan membayangkan jika pria itu memeluknya semalam?

"Ini gila."

Pavel beranjak dari pembaringannya, menatap sisi tempat tidur di sampingnya dengan tangan terulur, meraba seprei yang masih hangat dan di penuhi aroma Tin yang menempel di sana.

"Apa aku sudah gila, jika mengira kau di sini memelukku sepanjang malam? Kenapa aku merasa jika itu kau?"

Kebahagiaan Pavel seketika berubah jadi kesedihan, jika saja itu mimpi, mungkin ia akan merasakan kebahagiaan, tapi jika itu nyata. Ia tak mungkin merasakan kebahagiaan karena itu, sebab Tin bukanlah miliknya. Bahkan semalam mereka baru saja berdebat, dan berakhir Tin yang kembali menamparnya. Namun, jika di ingat lagi dengan kebiasaan pria itu. Ia akan bersikap sangat manis jika usai menyakitinya, dan bukan hal tak mungkin jika Tin memang memeluknya semalaman.

"Good morning my Dear," sapa Xena di ambang pintu, buyarkan lamunan Pavel.

Pavel mengulurkan kedua kaki ke bawah, dan duduk di piggiran tempat tidurnya. Tersenyum ke arah Xena yang tengah berjalan menghampirinya.

"Xena?"

"Oh Tuhan, ada apa dengan sudut bibirmu? Kalian ... berdebat lagi?" tanya Xena tampak terkejut ketika melihat sudut bibir Pavel yang membiru.

"Hmm."

"Masalah apa lagi kali ini?"

"Tin keberatan jika aku bersama Rolf."

"Rolf? Maksudnya, Tuan muda Rolf Logan?"

"Kau mengenalnya?" tanya Pavel, alih-alih menjawab pertanyaan Xena.

"Tentu saja, dia temen dekat Tuan muda," jawab Xena, seolah sudah sangat lama mengenal Rolf.

"Dia pria seperti apa?"

"Tuan Rolf pria yang sangat baik dan ramah, and also fun," balas Xena yang memang sudah mengenal watak seorang Rolf.

"Dia terlihat seperti pria yang sempurna, meski predikat playboy sangat melekat padanya."

"Tuan ...."

"Yah?"

"Apa, kau berkencan dengan Tuan Rolf?"

"Entahlah, aku hanya pernah makan siang dengannya, nonton, dan kami mengobrol bersama."

"Nonton? Bukankah kalian sudah berkencan?"

"Apa hanya karena sudah nonton bersama, itu bisa di katakan berkencan?" tanya Pavel yang memang tak mengetahui apa pun.

"Yah, kalian sedang dalam tahap pendekatan."

Pavel kembali terdiam. Tak bisa di pungkiri jika ia cukup nyaman saat bersama Rolf, pria itu selalu membuatnya tertawa.

"Semalam aku bermimpi, Tin memelukku," ucap Pavel dengan wajah yang terlihat murung.

"Mimpi?"

"Yah, tapi mengapa aku rasa jika itu sangat nyata, apa aku terlalu merindukannya?"

Xena meraih telapak tangan Pavel untuk di genggamnya.

"Apa kau begitu merindukannya?"

"Yah, tapi ... tiap kali bersama, kami pasti akan berakhir dengan perdebatkan. Aku sedih, kenapa selalu seperti ini, dan aku tak menyukai ini," balas Pavel, "sepertinya kita tak pernah di takdirkan untuk bersama."

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang