CHAPTER 54

295 37 3
                                    

"Hingga pada akhirnya, Andalah yang selalu menyakitiku, Tuan," ucap Pavel sebelum beranjak dari sana, berlari menuju kamarnya.

Tin menarik napas kuat dan dalam, susah payah menahan sesak di dalam hatinya. Semua memang sudah berubah, dan ia harus menerima itu, terlebih ia sendiri yang sudah membuat semuanya mejadi semakin rumit. Seharusnya ia merasa senang sekarang, sebab apa yang ia inginkan kini terjadi. Pavel semakin menjauh darinya, dan perlahan pria itu mulai membunuh perasaannya sendiri, terlebih ada Rolf di antara mereka yang akan membuat dirinya dan Pavel semkin jauh, tapi mengapa semua begitu menyakitkan untuknya.

Tin melangkah pergi tinggalkan pantri. Dan terus berjalan keluar menuju hunian belakang, dengan Akirra yang langsung menyambut.

"Tuan Krittin ...."

"Apa dia mengatakan sesuatu?" tanya Tin yang masih berjalan menuju anak tangga yang akan menghubungkannya dengan ruang bawah tanah, hingga ruangan gelap dan pengap menyambut, dan hanya beberapa sinar cahaya lampu yang menerangi ruangan tersebut.

"Belum, Tuan."

"Tak masalah, dia bisa terus diam selama yang ia mau."

Tin berdiri di balik punggung Akirra yang sedang membuka pintu ruangan tersebut. Hingga suara deritan besi dari pintu tersebut bangunkan Rhodes yang sedang terbaring di atas lantai.

"Kenapa kau menjadi sangat pendiam sekarang?" 

Tin yang tanpa aba-aba langsung mencengkram leher Rhodes dan memaksa pria itu untuk berdiri dalam keadaan kakinya yang terluka parah.

"Kau tak menjerit sedikit pun. Apa itu termasuk salah satu dari aturan kalian?" tanya Tin yang semakin kuat mencengkram batang leher Rhodes yang mulai kehabisan napas. "Di mana Diego?"

Rhodes terdiam tanpa kata, seperti biasa. Bahkan ia hanya menampakkan senyum smirknya sebelum meludahi wajah Tin yang hanya diam, dan membalas senyum itu dengan seringaiannya yang tampak terlihat menakutkan.

"Ikut aku, dan kita akan bersenang-senang," ucap Tin usai mengusap liur di wajahnya dan menyeret tubuh Rhodes keluar dari kurungannya.

Ia tak terlihat marah ataupun keberatan ketika Rhodes meludahinya. Wajahnya datar seperti biasa, sebelum terlihat terseyum dan hal itu cukup membuat Akirra meremang. Sebab waktunya Tin mengeluarkan taringnya.

Mereka masuk ke dalam ruangan rahasia lainnya yang di penuhi oleh rantai yang bergelantungan, dan di sanalah Tin menggantung kedua tangan Rhodes yang semakin kesakitan, sebab harus tetap berdiri dengan tangan yang sudah di lilit rantai. Hingga di detik berikutnya, wajah itu seketika memucat ketika melihat percikan cahaya di kedua tangan Tin. Berjalan sambil memegang dua alat setrum dengan tegangan cukup tinggi, hingga menimbulkan cahaya yang cukup menyilaukan ketika dua benda tersebut saling bergesekan.

"Aku tak akan bertanya padamu lagi," ucap Tin kembali menyeringai.

"ARRGGH ...!"

Teriakan Rhodes terdengar memenuhi ruangan tersebut, bersamaan dengan kilatan cahaya yang terlihat kala alat setrum tersebut menempel di tubuhnya. Akirra menahan napas, menyaksikan kebrutalan Tin. Ia tahu jika suasana hati pria itu sedang tak baik-baik saja saat ini, dan ia rasa ini ada hubungannya dengan Rolf, pria yang ia lihat satu jam lalu di halaman beranda samping.

Selama beberapa hari ini, Rolf dan Pavel memang terlihat sering bersama, bahkan nyaris menghabiskan waktu bedua, meski tak melakukan apa pun selain mengobrol tapi tetap saja, hal tersebut bisa membuat Tin hilang kewarasan, seperti saat ini. Ia bahkan nyaris membunuh sanderanya sendiri. Dengan cara menyentrum Rhodes hingga tak sadarkan diri.

"Biarkan dia di sana," ucap Tin setelah puas menyiksa Rhodes.

"Iya tuan," angguk Akirra.

"Apa mereka hanya benar-benar makan berdua?" tanya Tin sambil berjalan keluar meninggalkan ruangan tersebut.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang