CHAPTER 114

163 24 0
                                    

"Apa kau tahu? Tak hanya cemas dan khawatir. Aku bahkan merasakan takut sekarang Max, bukan karena mereka akan mengetahui semuanya, tapi ... aku takut akan kehilangan Pavel, aku takut jika mereka sampai mengetahuinya, mereka akan membawanya pergi dari kehidupanku."

"Ini yang pertama kalinya aku melihatmu merasa ketakutan."

Tin kembali terdiam. Dan Max memang benar, Ia sangat ketakutan sekarang. Ini adalah hal yang pertama kali baginya merasakan ketakutan karena Pavel. Dan hanya pria itu yang bisa membuat perasaannya mejadi seperti ini sekarang. Sebesar itulah perasaan Tin terhadap Pavel yang tak pernah di ketahui oleh semua orang, dan mungkin termasuk Pavel sendiri yang malam ini masih terbaring, melamun dengan pikiran kosong entah kemana.

Sejak sadarkan diri, dan merasa jika kondisinya jauh lebih baik sekarang. Pavel masih tak berbicara apa pun, dan ia akan berpura-pura untuk tidur jika merasa seseorang masuk ke dalam kamarnya. Pavel merasa jika akan gila sebentar lagi, sebab masih saja merasa ketakutan saat kejadian dua hari lalu yang menimpanya kembali hadir di ingatan. Ketika tidur pun, Pavel masih terus bermimpi buruk, mengingat dirinya yang nyaris di nodai dan kini menjadi seorang pembunuh, di tambah lagi saat mengingat hubungannya dengan Tin, perjodohan pria itu, dan perginya Xena juga Shanaye. Kini ia kembali menjadi beban Rolf yang sedikit pun tak pernah meninggalkannya. Ia tahu jika Rolf selalu tidur di dalam ruangannya ketika malam hari untuk menemaninya. Pria itu sungguh tak pernah berubah, meski ia sudah menyakitinya.

Seperti malam ini, Rolf kembali terdengar memasuki ruangan dengan sebuket bunga di tangannya. Terlihat masih mengenakan setelan jas lengkap, meski dasinya sudah tak beraturan. Sangat terlihat jelas jika Rolf baru saja pulang dari kantor, wajahnya pun terlihat sangat lelah saat ini.

"Apa kau sudah merasa jauh lebih baik?"

Rolf memasukkan bunga ke dalam vas kaca, hingga aroma mawar merah yang segar penuhi ruangan tersebut.

"Aku harap kau baik-baik saja," sambungnya ketika satu pertanyaan tak mendapatkan respon dari Pavel yang sebenarnya tak tidur. Dan hanya memejam untuk menghindari obrolan dari siapa pun, "Apa kau tahu? Jika aku mulai merindukan suaramu. Aku tak mendengarmu berbicara sejak tiga hati lalu, aku sungguh khawatir sekarang." 

Rolf merapikan selimut dan menutupi tubuh Pavel dengan benar.

"Maaf," ucap Pavel, membuka kedua kelopak matanya dengan perlahan. Hingga tepat berbenturan dengan mata Rolf yang sejak tadi menatapnya.

"Pew?"

"Maaf, jika sudah membuatmu khawatir," ucap Pavel terdengar serak, dengan sorot mata yang di penuhi kesedihan.

"Syukurlah, kau baik-baik saja dan mau berbicara denganku," balas Rolf meraih telapak tangan Pavel untuk di genggamnya erat.

"Maaf ...."

"Berhenti meminta maaf, kau semakin membuatku cemas."

Pavel menarik kedua sudut bibir, membentuk sebuah senyum tipis yang membuat Rolf menarik napas lega. Pria itu akhirnya tersenyum setelah terus diam selama berhari-hari.

"Apa aku sudah bisa kembali?"

"Apa yang kau pikirkan? Kau masih sakit," balas Rolf terlihat tak menyetujui keinginan Pavel.

"Tapi aku sudah merasa lebih baik sekarang."

Rolf menarik napas berat. "Haruskah aku mempercayaimu?"

"Oh ayolah ... aku merasa jauh lebih baik sekarang."

"Pew, tolonglah. Kau tahu jika aku tak pernah bisa menolak segala keinginanmu. Aku takut jika terjadi sesuatu padamu, bahkan bekas luka di punggungmu masih belum hilang, tulangmu yang retak bahkan belum pulih sepenuhnya."

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang